Bab 77

10K 426 11
                                    

***

Begitu Tiba di pintu gerbang, Aku meraih tangan Si Cabe Lalu membawanya menuju ke Taman Deket kompleks rumahku.

"Ada,"

"Ada,"

Kami berucap bersamaan tatkala tiba di kursi Taman.

Ya! tempat ini pernah menjadi tanda pertemuanku dulu, beberapa bulan yang lalu dengannya.

Kami tertawa sesaat.

"Kamu dulu deh," Dia masih menyisakan jejak tawa kecil di bibirnya, Aku selalu menyukai senyumnya, kala dia menonjolkan lesung pipinya.

Ya! Dia tampan walaupun menyebalkan.

"Aku mau Aturan kita berakhir Kak." Dia memalingkan wajahnya padaku dengan raut terkejut yang sempat kutangkap dari wajahnya.

"Kenapa?" Ucapnya lirih Sembari menatapku.

Aku tau jika dia sedang memandang ke arahku, Tapi Aku memilih menatap lurus kedepan karena aku tidak sanggup berpandangan dengannya.

"Aku Akan pergi Ke Luar Negeri Bersama Ayah kandungku, Adenna dan Kak Athar, Lagipula Apa untungnya Aku masih menjadi Aturanmu Kakak, Bukankah disini, Aku yang dirugikan?"

" Tatap Aku Laura! Aku disampingmu bukan didepanmu!" Volume suaranya meninggi.

Aku menarik Napas.

Jika menatapmu bisa mengakhiri semuanya dengan cepat, Aku akan mengambil tindakan itu. Aku lelah berdebat, Kak. Aku ingin semuanya cepat berakhir.

"Apakah selama denganku yang kamu rasakan hanya kerugian semata, Ra?"

Aku tidak menjawab, Aku bingung.
Apa yang harus aku katakan?

"Jawab, Ra!" Tatapannya menyiratkan Amarah yang amat besar.

Kemana Perginya Tatapan Tengilmu, Kak? Aku tidak sanggup melihat Tatapan seperti itu.

" Iya," Hanya itu yang bisa terucap dari bibirku lantaran Aku menahan Kepedihan yang mulai menyerangku.

"Apakah Sekalipun Kamu tidak pernah senang berada didekatku?" Dia menatapku lekat.

"Tidak," Ujarku Berkilah.

Sunyi, Seperti itulah Gambaran suasana Antara Kami saat ini.

"Tadi, Kakak mau bilang Apa?" Aku berucap untuk memecah keheningan antara kami.

"Selama ini, Kamu tahu? Aku sangat senang, Kamu ada disisiku, Tapi Aku salah saat menyangka Kamu juga merasakan hal yang sama denganku."

Dia tertawa, Akan Tetapi Indera pendengarannku menangkap Nada Hambar dari tawanya.

Hatiku pedih melihatnya tertawa seperti itu, Seakan menutupi Kesedihannya.

Aku Berdiri, mengulurkan tangan padanya.

Tawanya sudah lenyap seketika, digantikan raut wajah Tanpa ekspresi darinya.

"Salam Perpisahan," Aku berupaya menampilkan senyum.

Dia diam menatap uluran tanganku, Aku menatap prihatin pada tanganku yang diabaikan olehnya.

Aku mengangguk mengerti diiringi senyum getir, Aku memutuskan membalikkan badan.

Berjalan Lamban, Namun, Langkahku terhenti karena dia memegang lenganku.

Aku membalikkan badan Kearahnya.

"Izinkan Aku memelukmu, Sebagai Aturan terakhirku," Tatapannya tak terbaca, Aku mengangguk.

Dia merengkuh erat tubuhku.

CGC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang