EmpatBelas

4.9K 261 1
                                    

Pagi ini aku kembali berangkat bersama Adriell, namun aku menyuruh Adriell untuk menunggu di halte depan perumahanku.

Ucapan mama semalam, berhasil membuatku merenung semalaman. Aku lupa dengan janjiku bersama papa, mungkin aku terlalu fokus ingin memiliki Adriell.

"Ai, udah punya pacar belum?" tanya papa, yang sedang duduk disamping diriku.

"Ga punya, pa. Ai janji ga pacaran sampe lulus SMA nanti."

Tangan papa, mengelus lembut rambutku, "Papa pegang janji Ai ya, papa cuma gamau sikap Ai berubah karena putus cinta. Papa takut Ai seperti, Vio."

Wajah papa terlihat sedih jika mengingat kejadian yang membuat sikap dingin Violin, menjadi lebih dingin. Sikap dingin Violin memang sedikit keturunan dari papa, tapi awalnya tidak sedingin sebelum Violin terkena, patah hati.

"Jangan sedih, pa. Ai ga akan ngecewain papa." Aku tersenyum menatap wajah papa, yang semakin hari semakin menua.

"Len!"

Teriakan seseorang berhasil membuatku sadar dari lamunanku.

"Eh, ada apa El?" tanyaku sambil menggaruk pelipisku yang sama sekali tidak gatal.

"Kamu yang kenapa, aku panggilin ga nyaut-nyaut, malah ngelamun. Ayo naik," ucap Adriell dengan memberi helm untukku.

Sikapnya berbeda hari ini, entah aku yang terlalu sensitif atau emang sikap Adriell yang lebih cuek aku tidak tau.

Tanganku melingkar diperut Adriell, Adriell hanya diam. Aku kira Adriell akan menyuruhku melepaskan tanganku yang melingkar di perutnya, mungkin aku yang terlalu sensitif pagi ini.

Gerbang SMA Karisma, masih dipadati siswa siswi yang berjalan kaki.

Tatapan sinis dan sindiran kejam itu masih terus berlanjut hingga hari ini.

Aku merasa seperti bukan diriku, yang selalu mengabaikan omongan orang tentangku. Namun, sekarang berbeda aku mulai terusik dengan pembicaraan mereka yang menyebutku perusak hubungan orang.

Aku ingin menanyakan hal tersebut kepada Adriell tapi wajahnya hari ini terlihat tidak bersahabat, akhirnya aku menunda untuk menanyakan hal itu.

Aku memilih berjalan duluan kekelas, Adriell masih diparkiran.

Dikoridor banyak tatapan sinis yang tertuju padaku, hanya padaku. Jika tatapan memuja aku tidak akan sekesal ini.

Hingga seorang siswi yang aku lihat adalah kakak seniorku menghampiriku.

"Putus atau dibenci semua orang!"

Ucapan siswi tersebut membuatku merinding, apa maksudnya? Mereka menyuruhku putus?

****

Andai kuikuti ucapannya kala itu.

Go Away [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang