Alkisah Abu Al-Ash Bin Rabi' r.a Dan Zainab r.a

1.4K 79 1
                                    

Perang Badar baru saja usai. Kemenangan telah diperoleh kaum Muslimin. Tidak sedikit tentara kaum kafir yang tewas dan selebihnya menjadi tawanan perang. Salah satunya adalah menantu Rasulullahﷺ sendiri; Abu al-Ash bin Rabi’. Ia adalah putra dari Halah binti Khuwalid, saudara perempuan Khadijah binti Khuwalid r.a. Rasulullahﷺ menikahkan Zainab dengannya sebelum masa kenabian.

Hari itu, para sahabat menunjukkan harta tebusan yang dikirimkan Zainab untuk kebebasan suaminya. Rasulullahﷺ meneteskan air mata saat melihatnya. Hati beliau sungguh runyam. Zainab mengirimkan sebuah kalung yang amat beliau kenal. Kalung itu milik Khadijah yang diberikan kepada Zainab sebagai hadiah pernikahan. Rasulullahﷺ teringat istri yang amat beliau cintai, saat melihat kalung kiriman Zainab. Karena itu, Rasulullahﷺ merasa sedih dan terharu.

“Wahai para sahabatku, jika kalian berkenan membebaskan suami Zainab dan mengembalikan hartanya, maka lakukanlah!”. Sabda beliau kemudian.

“Kami tidak keberatan,wahai Rasulullah. Kami akan melakukannya,” jawab para sahabat. Mereka lantas membebaskan Abu al-Ash bin Rabi’ dan mengembalikan harta Zainab.

Abu al-Ash bin Rabi’ kembali ke Makkah. Sebelumnya,Rasulullahﷺ memintanya untuk melepas Zainab menyusul beliau ke Madinah. Bersamaan dengan itu, Rasulullahﷺ mengutus Zaid bin Haritsah dan seorang Anshar lainnya untuk menemani perjalanan Zainab nantinya. Abu al-Ash bin Rabi’ tak kuasa menolak, sebab Rasulullah telah bermurah hati membebaskannya, meski dalam hati ia ingin Zainab tetap tinggal bersamanya di Makkah.

Masih segar dalam ingatannya ketika para pembesar Quraisy menyuruhnya untuk menceraikan Zainab dan menawarinya wanita mana pun yang ia inginkan. Mereka ingin membuat keluarga Rasulullahﷺ malu dan menderita dengan menjadikan putri-putri beliau sebagai janda.

“Tidak!” tegas Abu Al-Ash bin Rabi’. “Aku tidak akan menceraikan Zainab. Aku tidak akan menggantikannya dengan wanita mana pun!” Ia tak gentar meski ‘Utbah dan ‘Utaibah telah menceraikan dua putri Rasulullahﷺ yang lain; Ruqayyah dan Ummu Kultsum.

Bagi Abu Al-Ash bin Rabi’, Zainab adalah cintanya. Zainab adalah kembang yang aroma harumnya telah menebar di ruang hatinya.

Sesampainya di Makkah, Abu al-Ash bin Rabi’ menceritakan kesepakatannya dengan Rasulullahﷺ dan segara meminta Zainab untuk menyusul ayahnya. Betapa sedih hati Zainab berada di ambang perpisahan. Namun iman dalam hatinya jauh lebih kuat. Perintah Allah SWT dan Rasulullahﷺ harus ia dahulukan.
Sejak tiba masa kenabian, sungguhnya hati Zainab telah terbuka untuk menerima cahaya hidayah. Bersama ibu dan saudara-saudaranya, ia mengimani ayahnya sebagai seorang Rasulullahﷺ. Namun sayang, sang suami masih bertahan dalam kekufuran. Abu al-Ash bin Rabi’ menolak untuk masuk islam. Hanya doa yang mampu dilakukan Zainab agar suatu hari nanti, Allah SWT memercikan cahaya hidayah dalam dada suaminya.

Perpisahan tak terelakkan. Zainab yang dalam keadaan hamil meninggalkan suami tercinta demi menaati perintah Rasulullahﷺ. Zainab dan suaminya berpisah dalam keharuan. Ia keluar dari kota Makkah dengan diantar saudara iparnya. Kinanah bin Rabi’, sebelum diserahkan kepada dua utusan Rasulullahﷺ. Naas, di tengah jalan, mereka dihadang oleh Habbar bin Aswad dan Abu Sufyan bin Harb. Mereka mengintimidasi Zainab di dalam tandunya hingga mengakibatkan Zainab mengalami keguguran.

Islam memisahkan Zainab dan Abu al-Ash bin Rabi’. Zainab kemudian tinggal di Madinah dan suaminya hidup di Makkah. Namun cinta dalam hati mereka tetap tersimpan dan tak tergantikan oleh siapa pun. Zainab menolah lamaran-lamaran yang datang kepadanya. Setiap saat doanya terlantun agar Allah SWT menyatukan kembali dirinya dengan suami tercinta dalam Islam.

P.s : Jadi teguran terhadap diri sendiri,sudah besarkah pengorbanan kita terhadap islam?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Asyaj ‘Abdul Qois,

إن فيك لخصلتين يحبهما الله : الحلم والأناة

“Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa.”(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dikutip dari Buku 77 Cahaya Cinta Madinah Karya Ummu Rumaisha

🌿Kisah ini bersumber dari : 1 Ibnu Ishaq, Sirah Nabawiyah, Akbar Media, 2012, Jakarta🌿

Kumpulan Cerita Islami {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang