Cinta Suci Abu al-Ash Bin Rabi' dan Zainab r.a (2)

1.1K 91 0
                                    


Masa-masa perpisahan yang berat di jalani oleh Zainab dan suaminya. Rasa rindu dan cinta terhalang oleh keyakinan yang berbeda. Meski kehidupan tetap berjalan, namun sebuah ruang dalam hati mereka terasa sunyi dan hampa.

Enam tahun kemudian...

Abu al-Ash bin Rabi’ dan rombongannya kembali ke Makkah usai berdagang di negeri Syam. Hasil dagangan yang mereka bawa cukup banyak, sebab selain hartanya sendiri, Abu al-Ash bin Rabi’ pun membawa hasil dagang penduduk Makkah yang dititipkan kepadanya.

Di tengan jalan, kabilah dagang itu berpapasan dengan pasukan patroli kaum Muslimin. Suasana tegang antara kaum Muslimin dan kaum Musyrikin menjadikan kedua kubu saling menyerang. Apalagi saat itu kondisi kaum Muslimin sedang siaga. Rombongan dagang Abu al-Ash bin Rabi’ pun dikepung. Tentara Muslim merampas seluruh seluruh harta yang mereka bawa. Abu al-Ash ketakutan, lalu melahirkan diri dan sembunyi.

Malah harinya, Abu al-Ash bin Rabi’ menuju kota Madinah. Sungguh, bukan hal mudah baginya untuk masuk ke kandang lawan. Bisa saja ia ditangkap dan kembali menjadi tawanan. Namun ilham yang terbit dalam hatinya mengalahkan semua rasa gamang. Ia menuju rumah Zainab dan meminta perlindungan darinya.

“Maukah engkau masuk Islam, wahai Abu al- Ash?” Tanya Zainab penuh harap ketika melihat suaminya datang.

“Tidak, Zainab. Bahkan, aku ini sedang melarikan diri,” jawab Abu al-Ash bin Rabi’
Meski hatinya sedih, Zainab tetap menolong suaminya. Sebagai anak dari bibinya. Ia lantas datang kepada Rasulullahﷺ dan kaum Muslimin untuk memberitahukan perlindungan yang ia berikan kepada Abu al-Ash. Mendapati hal itu, Rasulullahﷺ berpesan kepada putrinya, “Wahai putriku, muliakanlah dia sebagai ayah dari anak-anakmu dan putra bibimu, namun jangan sekali-sekali engkau izinkan dia mendekatimu, karena engkau tidak halal baginya”

“Baiklah, Ayah,” Sahut Zainab

Zainab kembali ke rumahnya.
“Tidakkah berat bagimu perpisahan ini? Masuk Islamlah, wahai Abul Ash dan tinggallah bersama kami.” Ujar Zainab

“Tidak. Aku kemari untuk mengambil hartaku,” sahut Abu al-Ash bin Rabi’
Ketika mengetahui keinginan menantunya, Rasulullahﷺ memerintahkan para sahabat yang berkenan, untuk mengembalikan harta Abu al-Ash bin Rabi’. Mereka pun patuh. Satu per satu para sahabat datang untuk mengembalikan hartanya, termasuk timba, selimut, hingga kayu kecil untuk mengangkat karung. Abu al-Ash bin Rabi’ mendapatkan hartanya kembali tanpa kurang sedikitpun.

“Terima kasih, wahai ayah mertuaku. Izin saya kembal ke Makkah,” pamit Abu al-Ash bin Rabi’. Jauh dalam lubuk hatinya. Ia kagum kepada Rasulullahﷺ dan kaum Muslimin. Perlakuan mereka terhadapnya sungguh berlawanan dengan perlakuan kaumnya terhadap mereka.

Sesampainya di Makkah, Abu al-Ash bin Rabi’ membagi-bagikan harta dagang titipan itu kepada para pemiliknya.

“Apakah kalian sudah menerima harta kalian?” Adakah dari kalian yang belum menerima bagiannya?” serunya.

“Tidak ada, wahai Abul Ash! Kami telah menerima harta kami. Semoga Allah merahmatimu, karena engkau adalah seorang mulia yang selalu menepati janji,” jawab kaum Quraisy.

“Baiklah! Tidak ada lagi yang menghalangiku untuk mengucapkan asy-hadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. Harta kalian telah aku berikan. Aku tak ingin kalian menyangkaku memakan harta kalian. Sungguh, aku tidak melakukannya. Aku ingin masuk islam tanpa meninggalkan cela," kata Abu al-Ash bin Rabi’,
Orang-orang saling berbisik mendengar pengakuan Abu al-Ash bin Rabi’. Namun, tak seorang pun berani berbuat banyak, sebab Abdul Ash adalah seorang yang terhormat di kalangan mereka.

Abu al-Ash bin Rabi’ kembali lagi ke Madinah. Ketika tiba di hadapan Rasulullahﷺ, ia berkata, “Wahai Rasulullah,kemarilah engkau memberiku perlindungan. Sekarang, aku datang untuk mengucapkan persaksian bahwa tiada sembahan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah.”

Rasulullahﷺ menatap menantunya sembari tersenyum penuh rasa syukur. Bertahun-tahun lamanya bertahan dalam kekufuran, akhirnya menantunya mendapat hidayah.

“Ikutlah denganku, wahai Abul Ash!” kata beliau Rasulullahﷺ mengajak Abu al-Ash bin Rabi’ ke rumah Zainab.

Sesampainya di rumah Zainab, beliau mengetuk pintu. Zainab membukanya dan ia terkejut mendapati Rasulullahﷺ bersama suaminya.

“Putriku, suamimu datang kepadaku dan meminta rujuk denganmu. Maukah kau menerimanya?”

Wajah Zainab seketika bersemu merah. Kebahagiaan berbunga dalam hatinya. Hari yang ditunggu-tunggunya telah tiba. Islam menyatukan kembali dua insan yang saling mencintai.

Lengkaplah kebahagiaan Zainab dan Abu al-Ash bin Rabi’. Mereka hidup dalam naungan islam. Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Tahun 8H, atau setahun setelah mereka bersatu kembali, Zainab meninggal dunia. Abu al-Ash bin Rabi’ begitu sedih. Zainab yang mengisi hatinya dengna keharuman cinta kasih telah pergi. Zainab telah setia menunggunya bertahun-tahun untuk menapatkan nur Ilahi. Zainab yang memberinya perlindungan saat ia dalam pelarian.

Zainab yang mempertahankan cinta untuknya meski keyakinan dan jarak memisahkan mereka. Zainab yang melahirkan Ali dan Umamah untuknya.
Segala hal tentang keindahan Zainab berputar-putar dalam pikian Abu al-Ash bin Rabi’. Ia menangisi wanita yang teramat ia cintai itu dengan keras hingga Rasulullahﷺ mendekat untuk menghapus air mata dan menenangkannya.

“Aku tidak kuasa menanggung hidup tanpa Zainab, wahai Rasulullah,” Ucap Abu al-Ash bin Rabi’.

Dua tahun kemudian, Abu al-Ash bin Rabi’ pun meninggalkan dunia fana ini, kepergiannya seolah ingin menyusul kekasih terncinta.

P.s : Sudahkah kita bersabar menanti dan selalu mendoakan? Seperti Zainab menanti suaminya selama 6 tahun agar mendapat hidayah dari Allah swt?
.
.
.
**

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Asyaj ‘Abdul Qois,

إن فيك لخصلتين يحبهما الله : الحلم والأناة

“Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa.”(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dikutip dari Buku 77 Cahaya Cinta Madinah Karya Ummu Rumaisha

🌿Kisah ini bersumber dari :
Ibnu ishaq, sirah Nabawiyah, Akbar Media, 2012, Jakarta-Ibid 2

Kumpulan Cerita Islami {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang