Mana sih bapak taksinya, masa udah setengah jam belum nongol juga?
Hari ini gue pulang sendiri karena Seongwoo harus ketemu kepala sekolah. Nggak tahu bahas apa, palingan soal tim sepak bola itu.
Nungguin di depan gerbang sekolah panas-panas gini bikin gue inget masa lalu. Saat kak Sewoon ga bisa jemput dan Seongwoo bagaikan malaikat menawarkan boncengannya.
Sedikit banyak gue mulai kepikiran gimana rasanya ditinggal selama itu sama Seongwoo. Sejak jadian sampai sekarang gue udah bergantung banget sama dia. Kalo dia pergi, nanti siapa yang bisa bikin gue bertahan kalo ngelihatin Hyunbin sama Haein mesra-mesraan.
Ah sialan, ngapain sih jadi kepikiran bangsat itu lagi.
Eh itu bapak taksinya yang gue pesen, kan?
Gue berjalan mendekati taksi itu. Tapi gue langsung memelototi pergelangan tangan gue yang disambar seseorang.
Mau apa lagi sih dia?
"Pulang sama gue,"
"Idih, punya hak apa lo nyuruh-nyuruh?" tukas gue sebal.
Baru aja gue mau ngomel lagi tapi nggak jadi karena wajah Hyunbin muram banget. Walaupun sebel, gue juga nggak sanggup ngelihatnya. Akhirnya gue cancel bapak taksinya.
"Pelan-pelan, Bin." ujar gue saat Hyunbin mulai nyetir dengan emosi. Seneng sih soalnya udah lama nggak diboncengin, tapi gue juga nggak mau mati cepet.
Sepanjang perjalanan dia nggak ngomong sepatah kata pun. Sampai akhirnya kami berhenti di coffe shop favoritnya.
"Ada apa, Bin?" tanya gue setelah mas-mas yang mencatat pesanan pergi dari meja kami. Gue mau pura-pura nggak tahu dulu.
"Masa lo nggak tahu? Kayaknya tadi lumayan heboh lho."
"Nggak," jawab gue singkat sambil ngelihatin Hyunbin yang melongo.
"Oke gue jelasin," gue mulai memasang telinga. "Tadi pas istirahat Lisa, Rose, Jennie nawarin gue mau nggak sekelompok sama mereka ujian praktek senamnya soalnya kelompok mereka kurang satu cowo. Sebenernya gue nggak masalah sih masuk kelompok siapa aja, tapi gue bilang ke mereka gue mau pikir-pikir dulu. Soalnya gue juga pengen gabung kelompok lo dan Ong."
Oh, gitu. Memang sih guru olahraga nyuruh kami cepet-cepet bikin kelompok senam buat ujian praktek. Tapi menurut gue itu masih bisa dipikir nanti.
"Kan gue nggak enak kalo langsung nolak, jadi gue ngobrol-ngobrol dan bercanda dulu sama mereka. Dan tahu-tahu Haein datang marah-marah. Dia nuduh Jennie yang ada disitu godain gue. Jelas gue nggak suka lah."
"Dan pas lo kasih tau, si Haein malah nangis?" tebakan gue dijawab anggukan mantap Hyunbin.
"Gila apa dia nuduh Jennie di depan banyak orang gitu. Kan yang malu gue, Han." gerutu Hyunbin.
Haein salah sih kalo gini. Toh Jennie itu emang orangnya deket sama siapa aja, nggak cuma sama Hyunbin. Kadang dia malah suka kitik-kitik atau cubit tete si Ong, dan gue malah ketawa-ketawa ngelihatnya. Sikap overprotektif Haein emang agak kelewatan.
"Tapi, Bin. Gue bingung harus kasih saran apa ke lo." Iya deh, saking cueknya gue kadang nggak tahu mau gimana nanggepin orang yang curhat ke gue.
"Santai," sahut Hyunbin sambil menyeruput ice coffenya. "hanya dengerin ocehan gue. Lo udah lebih dari cukup bikin gue seneng kok."
Gue nggak bisa menahan untuk tidak tersipu malu. Kami melanjutkan ngobrol-ngobrol ringan, kadang diselingi leluconnya nggak lucunya yang anehnya bikin gue ketawa. Abis mukanya minta di uyel-uyel.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAPAN PEKA? +Kwon Hyunbin [√]
Fiksi PenggemarTentang aku dan kamu yang kayaknya gak bakalan mungkin menjadi kita. start: 15 July 2017 end: 23 April 2018