49

455 84 17
                                    




Tibalah hari wisuda gue. Hari dimana setelah ini gue benar-benar akan meninggalkan proses belajar formal.
Dari tadi malam gue udah nggak bisa santai, udah gugup-gugup sampai nggak bisa tidur.

Sebenernya gue gugup bukan karena acara wisudanya sih. Inget kan rencana habis wisuda mau ngapain?

Iya, confess ke Hyunbin.

Walaupun masih 'gimana nih gimana nih' tapi hati gue udah mantap buat confess kok.

Ini sambutan rektor nggak bisa lebih lama gitu? Udah keringetan badan gatel-gatel gegara kebaya, makeup gue juga udah acak adul nih pasti. Kebelet pipis juga tapi rame, males keluar.

Sekilas gue lihat dia di barisan fakultas Hukum sih, gimana nggak mau lihat orang tingginya kek tiang listrik yang ditabrak Setnov gitu. Mana gue lupa nyuruh Hyunbin ketemuan abis acara selesai. Kan disini nggak boleh main hape anying. Mana mungkin gue teriak manggil-manggil dia sekarang.

Untung deh setelah berjam-jam tersiksa bak di neraka, acara udah selesai dan sekarang udah pada keluar gedung buat foto-foto.

"Gak nyangka Han kamu udah lulus gini, perasaan kemarin baru masuk SMA." ujar mama terharu.

"Ya ampun ma, aku yang ngejalanin rasanya kek berabad-abad."

"Nih," Kak Sewoon memberi gue sebuket mawar. "Baguslah kamu nggak jadi mahasiswa lumutan."

"Yeu ogah banget."

"Han, ini papa mama pegel banget kakinya. Kita pulang duluan ya, kamu sama Kak Sewoon." Ya, kita tidak bisa menyalahkan faktor usia, gue membiarkan mama papa pulang duluan.

"Bentar ya kak, aku kesana dulu." pamit gue meninggalkan Kak Sewoon.

Gue mencari-cari Hyunbin dari tadi. Bahkan gue menolak beberapa teman yang minta foto bareng hanya karena ingin segera menemukan Hyunbin. Ingin segera mengungkapkan perasaan gue juga.

Gue bahkan menahan sakitnya kaki gue yang lecet gara-gara terlalu lama memakai heels. Tapi dia nggak ada dimana-mana.

Gue hanya menemukan Bang Jiyong yang mengantre beli pizza paparons.

"Bang Jiyong," dia menoleh sambil minum cola pakai sedotan. "Hyunbin mana?"

"Nah itu dia, kakak kira dia sama kamu Han."

Gue menggeleng-geleng dan mencari-cari lagi. Duh, dimana sih dia?

Setelah sekian lama mencari, lengan gue ditahan sebuah tangan membuat gue berhenti melangkah.

"Lo cari apa sih Han?" ternyata Woojin. "Gue lihat kek setrika aja lo mondar-mandir."

"Hyunbin." ucap gue ngos-ngosan. "Lihat Hyunbin nggak?"

"Ah, tadi gue lihat di parkiran sama cewe." Mata gue langsung berbinar tapi redup lagi denger kata 'cewe'.

"Cewe siapa?"

"Mana gue tahu. Yang jelas cantik tinggi langsing gitu."

Anjir.

Kak Sewoon datang menghampiri kami.

"Udahlah dek, udah sepi begini, pulang yuk."

Dengan hati kecewa gue mengikuti Kak Sewoon ke parkiran. Gagal sudah rencana buat confess ke dia.



***



Setelah melepas sanggul menghapus makeup dan mandi, capeknya lumayan ilang sih. Capek di badan tapi, kalo di hati tetap masih ada yang ganjel gitu.



Bin, lo dimana sih tadi?



Baru melayangkan pesan tahu-tahu langsung di read dan di telpon balik.

Hyunbinie is calling...

Hai Han,
kita udah nggak mahasiswa
lagi sekarang uhuyyy

Iya tahu

Han, gue harus ketemu lo
sekarang juga. Penting.
Tunggu ya...





Belum sempat gue mengucapkan sepatah kata, sambungannya udah diputus. Kenapa dia terdengar kegirangan banget ya?


Normalnya memakan waktu hampir 45 menit dari rumah dia sampai ke rumah gue dan dia hanya butuh 30 menit untuk sampai kesini. Apa sepenting itu hal yang mau dia sampaikan? Apakah lebih penting daripada confess gue yang nggak jadi itu?

Dia membawa gue ke cafe dekat rumah untuk menceritakan semuanya.

"Lo ke mana aja habis wisudaan?" tanya gue to the point. Dia aja nyulik gue kesini tanpa basa basi.

"Ini yang mau gue omongin ke lo kenapa gue ngilang." ujarnya bersemangat. "Di wisudaan tadi gue ketemu Sungkyung."

Mata gue membulat, tapi cepat-cepat gue pasang ekspresi normal. Pantesan Woojin bilang cantik tinggi langsing.

"Yang diparkiran?"

"Kok lo tahu?" heran Hyunbin.

"Hahaha" gue ketawa pura-pura aja dan terdengar sinis tapi Hyunbin nggak sadar.

"Lo tahu, ternyata Sungkyung udah jadi model di Paris sejak beberapa tahun yang lalu. Hebat ya dia."

Hmmmm, males banget anjing.

"Iya."

"Waktu gue cerita soal pelatihan model di Paris ternyata itu tawaran dari agensinya Sungkyung. Jadi kalo gue terima, ada Sungkyung disana, gue nggak bakal sendirian."

"Lo yakin nerima tawaran itu?" tanya gue ragu-ragu.

"Yakin lah." jawabnya mantap. "Gila apa kesempatan emas gue tolak. Kuliah juga udah selesai."

Ya, itu kesempatan emas buat lo. Tapi terdengar seperti mimpi buruk buat gue, Bin.

Gue cuma bisa ikut senyum melihat binar-binar wajahnya. "Baguslah Bin, lo udah nemuin cita-cita dan masa depan lo."

"Doain ya Han,"

"Pasti."

Hyunbin terkekeh sendiri. "Padahal dulu gue bayangin jadi pengacara loh, bisa nyasar jadi model gini."

"Hidup nggak ada yang tahu Bin, kali aja takdir lo emang jadi model." ujar gue nahan pedih.

"Bener juga. Apalagi setelah tahu ada Sungkyung disana, jadi tambah semangat gue."

Oh gitu ya.

Gue berusaha mengusir perasaan buruk yang datang, tapi susah. Padahal biasanya perasaan buruk gue nggak pernah salah.



***



Inget Sungkyung kan? Yang ada di part 2, yang dulunya ditaksir Hyunbin. Heuheu.

Sungkyung baik hati kok, percayalah saudara2 wkwk.

KAPAN PEKA? +Kwon Hyunbin [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang