26

604 98 24
                                    




Alih-alih kembali ke kelas setelah izin ke ke toilet, gue malah pergi ke rooftop sekolah.

Gak, gue gak mau bunuh diri kok. Santai aja.

Dulu, kata para kakak kelas, rooftop itu tempat yang bagus dan jarang ketahuan buat yang ingin melarikan diri dari jam pelajaran.

Nampaknya itu bukan bualan. Dari sini gue bisa ngelihat atap rumah-rumah dan gedung-gedung lain di dekat sekolah. Berjuta kali lebih baik daripada papan tulis yang bertuliskan neraca saldo. Udara disini juga segar sekali.

Gue menutup mata sejenak untuk menikmatinya. Sampai sebuah suara memanggil gue.

"Hei," gue celingukan mencari sumber suaranya.

Di dekat tumpukan meja dan kursi rusak itu duduklah seorang cowok berbadan kekar dengan rambut cokelat berantakan.

Itu kan Daniel?

"Wah, mau belajar nakal ya lo cabut jam pelajaran."

Gue mendengus kesal. "Lo juga nakal dong kalau begitu."

Meskipun gak kenal dekat dengan Daniel, gue pernah beberapa kali berbincang dengannya.

Terlihat batang yang mengeluarkan asap terselip di bibirnya. Ah, inilah kenapa para cowok menyukai rooftop. Merokok di kamar mandi yang sempit dan sesak membuat mereka mudah ketahuan lantaran membutuhkan waktu tidak sebentar untuk menghilangkan baunya.

"Gue kira guru piket meriksa kesini, kaget setengah mati gue. Gak tahunya elo."

Gue hampir ketawa membayangkan wajah Daniel yang biasanya garang-garang preman jadi ketakutan setengah mati. "Ya sori deh kalo gitu,"

Daniel duduk di samping gue masih dengan mulut yang mengeluarkan asap dan sebatang rokok di tangannya.

"Gak bakalan ketahuan guru ya disini?"

"Asal gak ada yang ember aja," jawab Daniel santai tapi seperti menyindir halus.

"Iya deh gue anak OSIS, tapi nggak idealis banget kok."

Daniel mengibas-kibaskan tangannya, "Kelihatan dari wajah lo."

Hmm, iya deh wajah gue nggak alim-alim banget.

"Orangtua nggak ngelarang lo ngerokok?"

"Mau dilarang kek, apa nggak ingat prinsip anak SMA? Semakin dilarang, rasanya semakin gatel kepingin melanggar."

Ah, nggak salah kalo Daniel jadi idola seantero sekolahan, bad boy gini.

"Ngapain lihatin terus? Mau cobain?"

"Hah?" Nyobain? Yang bener aja. Cuma menghirup asapnya aja bikin gue hampir batuk-batuk.

"Nggak deh," tolak gue halus.

"Beneran gak mau?" goda Daniel lagi.

"Memangnya buat apa sih merokok selain bakal bikin lo penyakitan?"

Daniel membuang puntung rokok yang tinggal beberapa centi itu kemudian menyalakan lagi yang baru. "Lumayan lah menghilangkan stress,"

Hmmm, menghilangkan stress?

"Teori dari mana, ngaco banget."

"Lo ngomong gitu karena belom nyobain,"

Ada benarnya juga. Kita tidak akan pernah tahu sampai kita mencobanya. Lagipula katanya bisa menghilangkan stress.

KAPAN PEKA? +Kwon Hyunbin [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang