Hye In POV.
Hampir seharian penuh aku menemani Hoseok dirumah sakit. Sebelum datang, aku izin dahulu pada kepala karyawan untuk tidak masuk hari ini dengan alasan tidak enak badan. Aku tahu membohongi orang itu tidak baik, tapi mau bagaimana lagi? Demi Hoseok, kenapa tidak kulakukan?
Tepat pukul sembilan malam, aku sudah bersiap-siap pulang. Huh, kenapa hari indah seperti ini selalu cepat dan harus berakhir? Padahal aku belum siap. Tak apa, besok dan besoknya lagi kemudian seterusnya aku masih bisa datang kesini.
Beberapa menit lalu Hoseok sempat mengeluh padaku. Katanya dia lelah dan ingin tidur, aku pun mempersilakan karena memang sudah waktunya dia istirahat, tetapi tak lama kemudian di buat sakit hati olehnya.
Dia akan tidur jika aku sudah pergi. Apa dia mengusirku?
Mendengar perkataannya, hatiku terasa seperti tertusuk oleh puluhan benda tajam. Sakit sekali. Namun saat itu aku hanya diam menatapnya. Menahan diri untuk tidak emosi ataupun menangis. Sungguh, dia bukan Hoseok yang kukenal. Pada akhirnya tanpa berkata apa-apa lagi dia pun tertidur, leganya.
Dari awal dia tertidur hingga saat ini, aku masih setia duduk dekat ranjangnya sambil menatap dirinya yang sudah ke alam mimpi.
Sesekali ku elus rambut jingganya dan tersenyum. Sudah lama sekali aku tidak menyentuh dia seperti ini. Wajah yang begitu tenang dan damai. Untung saja dia menghadap ke arahku, jadi aku bisa dengan bebas menikmati aura ketampanannya. Haha.
Menatapnya terus-menerus, membuatku terlupa akan suatu hal. Aku lupa kalau dia sudah menjadi seorang tunanetra sekarang. Itu artinya, hidupku akan jauh lebih sulit dari sebelumnya.
"Chagi-ya, saranghae," ucapku pelan.
Entah kenapa, aku rindu akan kenangan indahku bersama dirinya. Dimana pada saat itu aku sangat tergila-gila dengan makhluk tampan ciptaan Tuhan ini.
Yeah, aku yang pernah membuatnya risih waktu itu.
Aku yang pernah membuatnya kesal.
Aku yang pernah membuatnya takut.
Aku yang pernah membuatnya khawatir.
Aku yang pernah membuatnya tersenyum.
Aku yang pernah membuatnya tertawa.
Dan aku yang pernah membuatnya bahagia.
Hanya aku. Satu-satunya orang di muka bumi ini yang berani melakukan hal tergila dan memalukan hanya untuk mendapatkan dirinya.
Jangan remehkan aku dan jangan mengataiku bodoh, meski aku selalu gagal dengan semua rencana, namun ada satu yang berhasil. Sampai-sampai aku masih tidak percaya dengan apa yang pernah kulakukan padanya jika mengingat-ingat kembali.
Baik, akan kuceritakan.
Semua bermula ketika hari pertamaku masuk sekolah setelah meninggalkan masa SMP. Waktu itu aku tak sengaja melihat Hoseok yang tengah bersepeda di pinggir jalan. Dia terlihat sangat tampan. Rambut hitam yang terhembus angin membuat aura ketampanannya terlihat sangat jelas dimataku. Ya Tuhan, aku menyukainya.
Karena memakai seragam yang sama, jadi kupikir kita ini satu sekolah, dan ternyata benar. Huwaaaa!!! Aku senang. Inilah peluang terbesarku untuk mendapatkan dirinya. Walau tak sekelas, setidaknya kelas kami bersebelahan. Yey!
Setiap hari ku sapa dia dan tersenyum. Dia pun membalasnya dengan tersenyum juga. Kyaaaa!!! Hatiku sudah terbang jauh entah kemana dibuatnya. Benar-benar tampan dan ramah.
Ke-esokkan harinya pun aku ada niatan ingin memberinya sepucuk surat berisikan kata-kata mutiara karanganku. Akan kuberikan padanya secara diam-diam agar seseorang yang membuat surat ini tidak diketahui identitasnya.
Saat keadaan sekolah masih sangat sepi, aku bergegas berjalan cepat menuju kelas Hoseok. Kuletakkan surat tepat di atas meja miliknya. Jadi, saat hendak duduk, pasti dia melihatnya. Setelah itu aku pergi ke kelas. Duduk sembari membayangkan Hoseok menyentuh, membuka, dan membaca suratku, aku ingin berteriak. Kuharap dia menyukainya.
Kutunggu kemunculan pemuda itu di samping pintu kelasnya pada jam istirahat. Tak lama dia keluar melewatiku tanpa senyum yang biasa ia keluarkan. Mengetahuinya membuatku berpikir apakah dia tidak suka dengan surat yang kubuat itu? Tidak mungkin juga, sih. Pasti dia menyukainya, kok.
Lantas apa masalahnya? Apa ada yang salah dengan kata-katanya? Kurasa tidak ada karena sebelum dimasukkan ke dalam sampul surat, kubaca ulang sampai lima kali. Memastikan tidak ada kesalahan dalam kalimat maupun penulisan.
Ah, biarkan saja. Suka tidak suka, tetap kubuatkan setiap hari. Maklum, ini pertama kalinya aku begini, maka wajar jika kurang bagus dan kurang disukai hasilnya.
Tak sadar sudah seminggu lebih kubuatkan Hoseok surat, lama-lama aku mendapati perubahan di dirinya. Dia sendiri memang tidak pernah membalas suratku, jangankan membalas, penasaran dengan seseorang yang tiap hari meletakkan surat di atas mejanya saja tidak.
Aku bingung. Semua surat yang kubuat untuknya selama ini, apa selalu dia baca? Jika iya, lantas kenapa ekspresinya biasa saja? Seolah-olah tidak ada yang terjadi.
Biasanya jika seseorang diberi sesuatu secara misterius pasti akan penasaran dan bertanya-tanya. Tetapi yang aku lihat dari Hoseok, dia tenang-tenang saja. Aneh. Apa mungkin dia tidak suka? Secara yang aku lakukan selama ini bisa di bilang sangat biasa. Baiklah, percobaan pertamaku gagal. Aku akan melakukan percobaan yang kedua, dan kuharap berhasil.
Esoknya di jam istirahat, aku sudah berdiri di depan kelasnya. Menunggu dia keluar. Begitu dia muncul, langsung ku sodorkan sebatang cokelat dengan pita merah yang menghiasi bungkusnya.
Awalnya dia terkejut, tapi setelah itu dia menerimanya. Di detik itu juga beberapa teman Hoseok yang berdiri di belakangnya berdecak kagum. Dua di antaranya mulai menggoda Hoseok.
"Yak, ini pertama kalinya dia mendapatkan sesuatu dari seorang gadis," goda temannya yang tidak ku ketahui namanya.
"Cokelat? Wah, hebat! Kurasa Hoseok adalah orang spesial baginya, haha," goda teman yang satunya.
"Diam kau," balas Hoseok menatap tajam kedua orang tersebut.
"Eum... Jangan lupa dimakan, yah," kataku lantas tersenyum. Ya tuhan, hatiku berdebar-debar.
Kemudian aku berbalik badan. Belum sempat melangkah, tahu-tahu Hoseok menahan tangan kananku.
"Apakah ... kau seseorang yang menulis surat itu?" tanyanya tampak mencurigaiku.
"Ne?" sahutku spontan.
Dia mendesis, "Aku hanya ingin tahu siapa yang selalu membuatku merasa-"
"Senang?" ucapku langsung.
"Mwo? Ah, ani-yo. Aku sama sekali tidak senang dengan apa yang dia lakukan. Aku hanya merasa sangat risih."
Deg!
Sesuatu yang tajam menancap di hatiku. Perkataannya cukup menyakitkan. Tetapi, aku tidak boleh menyerah. Seorang pemuda yang tengah disukai berkata begitu, sudah biasa. Yeah!
Aku tersenyum kikuk menanggapi perkataannya, setelah itu bergegas masuk ke kelas.
To Be Continue. . .
![](https://img.wattpad.com/cover/122447091-288-k589789.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend is Blind Man
Romance[✔] Jung Hoseok, kekasihku, dia jauh berbeda dari pria lain. Dia istimewa, hanya ada beberapa saja yang seperti dirinya bahkan dapat dihitung jumlah populasinya. Meski dia memiliki kekurangan, aku pun tetap mencintai dan menerima dia apa adanya, sek...