Flashback : Eight

1.1K 124 5
                                    

Sekitar 10 menit lamanya aku dan Hoseok menelusuri rak-rak—yang terdiri dari susunan kertas atau bahan lainnya yang di jilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar—di toko buku. Sebenarnya tugasku hanya menemani dia, tapi terlalu lama menunggu membuatku bosan. Maka dari itu aku juga ikut melihat-lihat beberapa judul buku di sini.

"Hye In-ah, sudah ku dapatkan bukunya. Ayo pergi ke bandara setelah membayar."

"Mwo? Kau bilang akan pulang sesudah mendapatkannya."

"Ada seseorang yang harus kujemput."

"Nugunde?" (Siapa dia?)

"Huh? Eum...."

Aku memiringkan kepala menatapnya, dia tampak kebingungan. Apa ada yang salah dengan ucapanku? Kurasa tidak.

"Nanti kau juga akan tahu. Kaja!"

💝💝💝

Hampir dekat dengan pintu bandara Hoseok sudah berlari meninggalkanku yang masih berjalan santai di belakangnya. Kenapa dia tergopoh-gopoh sekali, sih? Apa orang yang akan ditemuinya itu sangat penting sehingga dia sendiri harus tiba lebih awal? Entahlah, aku tak berhak tahu. Toh nanti juga aku dan orang itu akan bertemu.

Aku menatap sekitar mencari sosok Hoseok di bandara. Tak kusangka dia hilang secepat kilat melebihi vampir. Kini aku menaiki eskalator menuju lantai dua. Belum menginjakkan kaki di sana aku menemukan dia tengah berdiri menatap seorang gadis di hadapannya yang sedang berlari ke arah Hoseok sambil menarik koper.

Beberapa detik kemudian, mereka tampak berpelukan dan gadis itu menatap sesaat sebelum mengecup bibir Hoseok.

Remuk sudah jiwaku melihat keduanya dari kejauhan terlebih lagi ketika gadis itu memanggil Hoseok dengan sebutan 'Sayang' sebelum menciumnya.

Selama ini aku tidak tahu kalau Hoseok memiliki seorang kekasih. Yang kutahu tentangnya hanyalah seorang pemuda dengan notabene anak basket dan kepribadiannya yang lembut di dalam. Mengetahui dia punya pendamping, mendadak saja ragaku ingin menjauhinya. Sebab jika terus bersama dengannya yang ada malah masalah besar akan mengancam hidupku nanti. Aku tak mau itu terjadi.

Bersama rasa sesak di dada dan air mata yang terjun bebas melewati pipi, aku kembali ke lantai satu menggunakan eskalator dan berlari keluar bandara secepatnya.

💝💝💝

Di taman bermain dekat rumah yang sepi, ku kerahkan air mata untuk keluar sederas mungkin sembari duduk di ayunan. Jadi begini rasanya saat tahu orang yang ku sukai sejak pandangan pertama tersebut ternyata sudah memiliki seorang kekasih. Sakit tapi tak berdarah, seperti kata anak zaman sekarang.

Andai aku tahu lebih awal pasti tidak sesakit ini. Salah satu jalan terbaik yang bisa kulakukan agar tak terlalu lama terjebak dalam situasi menyakitkan ini adalah menjauh darinya. Aku tahu, waktuku menjadi asistennya belum kedaluwarsa, akan tetapi tidak mungkin juga masih kujalani meski ada seorang gadis di sisinya. Apa yang ada dipikiran gadis itu nanti kala Hoseok menyuruhku untuk membuatkan sarapan pagi, mengerjakan tugas sekolah dan menemaninya pergi ke suatu tempat? Pasti dia akan mengira yang bukan-bukan sementara aku akan menerima setiap luapan kebencian darinya.

Tapi di sisi lain aku juga tidak yakin Hoseok bisa seenak jidatnya memerintah seperti itu. Tentu saja dia tahu bagaimana caranya memperlakukanku di depan sang kekasih, mustahil bila tetap menjadikanku budak di tengah kebersamaan antara dirinya dengan gadis itu. Walaupun begitu, aku harus kukuh menjauhinya. Tugasku harus berakhir sekarang juga.

My Boyfriend is Blind ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang