ALBINO || Bagian 2.

637 32 0
                                    

"Makasih, kak." Syahnaz melepas kaitan helm yang tak kunjung terbuka.

"Iya. Besok pagi mau gue jemput?" Rava membantu melepas kaitan helm Syahnaz.

"Nggak usah. Aku berangkat bareng ayah aja," ucap Syahnaz sambil mengibaskan rambut lurus miliknya.

"Yaudah. Tapi lo jangan langsung masuk kelas, tunggu gue di depan taman." Rava membantu Syahnaz merapikan poni rambut.

"Iya. Kakak hati-hati di jalan." Syahnaz tersenyum.

"Hmm," Rava menyalakan mesin motor, sebelum pergi ia menyubit pipi Syahnaz.

Kemudian melajukan motor ke jalanan yang diikuti Syahnaz menutup gerbang kemudian masuk ke dalam rumah.

Baru saja menginjakan kaki di ruang tamu, ia diberi pertanyaan oleh orangtuanya.

"Pulang sama siapa? Kenapa gak disuruh masuk dulu?" tanya seorang pria yang tak lain Ayahnya sendiri.

Syahnaz menepuk jidatnya. "Dianter senior. Aku lupa nyuruh dia masuk dulu." Syahnaz tersenyum polos. "Dia tadi nolongin aku. Iya aku di-bully sama temen sekelas."

Ryan, ayahnya Syahnaz menatap tubuh anaknya yang terdapat goresan kecil. "Syukur ada yang bantuin kamu, ayah jadi nggak terlalu khawatir saat kamu sekolah."

"Aku juga punya temen baru loh! Temen sebangku, dia juga nolongin aku!" Syahnaz terlalu semangat menceritakan kehidupan baru di sekolahnya. Setidaknya itu membuat lega ayahnya dengan keputusan yang beliau ambil.

"Terus, Yah, Cyntia cerita tentang Rava –seniorku itu. Masa katanya aku beruntung karena bisa ngambil perhatiannya. Aneh aja gitu. Ngambil perhatian? Maksudnya apa?" ucap Syahnaz berapi-api. Ya, tentu saja Ryan mengetahui maksud teman Syahnaz, dia kan pernah muda juga.

"Nanti juga kamu tau maksudnya," Ryan tersenyum misterius kepada anaknya.

Syahnaz frustrasi dengan hal baru ini. Ia sangat penasaran dengan maksud Cyntia itu. "Akkh. Aku bingung!" Syahnaz berlari menuju bundanya.

"Bunda!!! Aku mau nanya sesuatu." Kepala Syahnaz sudah siap di atas paha bundanya.

"Nanya apa? Kok kamu kayak bingung gitu." Liana, Bunda Syahnaz mengusap kepala anaknya.

"Itu, enghh— temen aku cerita tentang senior yang nolongin aku. Nah dia ada bilang kalo aku beruntung bisa ngambil perhatian senior itu. Maksudnya apa, bun? Aku nggak ngerti." celetuk Syahnaz dengan polosnya.

Liana terkikik mendengar ucapan polos anaknya. Ah, dia menjadi ingat masa mudanya yang hampir sama dengan kisah Syahnaz, tak jauh dari pem-bully-an.

"Masa kamu gak ngerti, sih. Ini nih akibat dari kelamaan homeschooling." Liana tertawa saat melihat wajah cengo Syahnaz.

"Eh! Kan kalian yang minta aku buat home schooling," sungut Syahnaz.

"Oke-oke, kamu ada PR, Nggak? Sini biar bunda bantu kerjain."

"Nanti malem aja bun. Aku capek, mau tidur dulu." Masih berada dipangkuan bundanya, Syahnaz memejamkan mata mencoba untuk tidur.

Gubrak!

"ADUUUHH! SAKIT!" Ryan tertawa melihat Syahnaz-nya nyium lantai karena ulahnya. "AYAAAH! Jahil banget sih!"

"Lagian kamu, bukannya ganti baju dulu malah tidur disini."

"Bilang aja cemburu aku dimanja sama bunda." Syahnaz mengusap bokongnya yang sakit karena ulah ayahnya.

"Tuh tau, udah sana tidur di kamar aja. Bunda biar ayah ambil alih."

ALBINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang