"Udah Rava aku kenyang."
Syahnaz mendorong sendok yang berisi bubur sebagai makanan sehari-harinya di rumah sakit ini. Gadis tersebut tidak nafsu untuk memakan makanan di depannya.
"Rae baru makan lima sendok loh. Sekali lagi ya habis ini selesai." ujar Rava.
Rava kembali menyodorkan sesuap bubur pada Syahnaz. Ia tak menyerah sampai gadis itu menerima suapan darinya. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Syahnaz membekap mulut, tidak ingin makanan itu menyentuh bibirnya.
"Nggak mau! Aku--- huek, huek." Syahnaz segera berjalan menuju kamar mandi.
Ia memuntahkan semua isi perut yang baru saja masuk ke dalam dan belum sempat dicerna. Muka Syahnaz kembali pucat pasi setelah muntahan itu.
"Dasar lemah," suara bisikan yang hanya bisa Syahnaz rasakan tersebut mulai memekakan telinga.
"Lo itu benar-benar lemah ya. Bantuan gue itu udah ngebuat lo tetap hidup sampai sekarang!"
Syahnaz tak kuat mendengar suara itu lagi mulai tergeletak di lantai seraya menutup indera pendengarannya. Teriakan nyaring dari gadis itu terdengar pilu namun penuh emosi. Gadis tersebut menggerakan kaki, mencoba mengusir sesuatu yang hanya dirasakan olehnya.
Rava menghampiri Syahnaz yang lepas kendali karena gangguan itu muncul lagi. Rava yang bingung mau berbuat apa cuma bisa mengusap rambut Syahnaz sambil berbisik pada telinga pacarnya.
"Lawan dia Rae. Kamu bisa kalau kamu berani."
Tubuh gadis itu seperti tersengat perkataan kekasihnya. Ia menarik tangannya dari kedua telinga lalu membuka matanya.
Rava benar, kalau dirinya hanya mengandalkan obat-obatan dari psikiater itu tanpa keinginan sembuh darinya, hal itu akan sia-sia.
"Aku bakal menghadapi masalahku sendiri tanpa kamu Teresa! Aku nggak lemah, kamu yang lemah hanya bisa meminjam tubuhku! Pergi dariku, aku nggak butuh kamu!"
"Lo lemah Syahnaz, lo tanpa bantuan gue nggak bakal tetap hidup bahagia." Bisikan itu kembali terdengar dan membuat Syahnaz mati kutu.
"Pemikiran dari mana itu Teresa! Aku punya keluarga yang sayang samaku. Sedangkan kamu cuma parasit yang minjam tubuhku untuk melihat dunia! Ini tubuhku cuma aku yang bisa mengendalikannya."
Entah kekuatan dari mana, tubuh Syahnaz membentur dinding ruangan rawatnya. Syahnaz meringis pelan sambil mencari sesuatu di meja yang tepat berada pada sebelah dirinya.
"Lebih baik aku mati biar kamu nggak bisa menumpang lagi di sini!"
*--*
Syahnaz termenung melihat sekitar taman rumah sakit. Takjub. Berbagai bunga ada di taman ini, terlebih saat melihat ada bunga mawar putih. Bibir Syahnaz melengkung ke atas.
"Aku kangen rumah." ujar Syahnaz, melirih.
Mata gadis itu berkaca-kaca. Syahnaz melihat ke atas ketika pujaan hatinya mengusap rambut putihnya. Aroma parfum cowok itu membuatnya tenang sesaat.
"Cepat sembuh sayang. Nanti aku ajak kamu keliling Singapura." Rava memandang lekat mata dengan warna iris yang unik tersebut.
Syahnaz menjauhkan wajah Rava dengan tangan yang tidak diperban.
"Berhenti tatap aku kayak gitu! Aku grogi Rava!"
Rava tertawa melihat wajah cemberut pacarnya. Sesekali mencubit-cubit pipi Syahnaz. Mereka berdua melepaskan keresahan yang tadi menyelimuti keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBINO
Teen FictionDunia akan menjadi baik jika lo tetap bersama gue. *--* Kisah gadis albino yang belum berdamai dengan masa lalu. Menyebabkan dirinya takut untuk terbuka dengan sekitar. Namun, hari itu. Hari pertama ia masuk SMA Oxigar. Ia perlahan mulai melawan ras...