ALBINO || Bagian 24

156 10 0
                                    

Cyntia memerhatikan wajah lesu Syahnaz sejak jam pelajaran pertama. Tidak bergairah. Berkali-kali dia melihat air yang terjatuh dari wajah Syahnaz. Ketika ditanya Syahnaz hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Syahnaz, udah bel istirahat. Lo gak mau ke kantin?" Cyntia geram dengan Syahnaz yang diam saja akhirnya memukul bahu gadis itu. "Lo kenapa sih!? Gue liat lo nangis mulu. Gue kesel, Naz."

"DIEM AJA DEH! KAMU GAK BAKAL NGERTI WALAU UDAH AKU JELASIN!" Mata Syahnaz memancarkan sinar sedih meskipun nada bicara Syahnaz meninggi. Air matanya masih mengalir membasahi pipi gadis tersebut.

Teman-teman kelasnya menatap Syahnaz heran. Suara gadis itu menimbulkan bisikan-bisikan yang memekakkan telinga.

"Aku butuh waktu untuk sendiri." Syahnaz melenggang pergi tanpa menunggu balasan Cyntia.

Langkah demi langkah Syahnaz berjalan tanpa tahu arah tujuan. Pikirannya kosong. Hatinya masih merasakan sakit. Kakinya terus melangkah hingga tiba di depan kelas Dasha. Matanya melihat seseorang yang baru saja keluar kelas. Syahnaz langsung mencegat orang tersebut.

"Dasha di mana?" tanya Syahnaz pada orang tersebut tanpa embel-embel 'kak' di kalimatnya.

"Sama senior kok gak sopan sih." Orang tersebut berdecak.

"Aku bilang di mana Dasha! Tinggal jawab pertanyaanku apa susahnya!" Syahnaz semakin mengintimidasi senior tersebut.

"Dia lagi gak di kelas. Hilang dari jam pertama."

Syahnaz menghentakkan kaki. Menyalurkan kekesalannya pada lantai yang tidak bersalah. Muka Syahnaz yang sudah lesu menjadi tambah tidak bergairah. Mengomel sepanjang koridor kelas sebelas.

"Ngapain lo di sini?" Dasha menyilang tangan tepat di depan dada. Matanya menatap nyalang pada Syahnaz.

Syahnaz tak kalah sengit membalas tatapan Dasha. Mata ungunya seakan meremehkan. Dasha merasa jengkel dengan -mantan- anggota keluarganya ini. Syahnaz maju selangkah dan memegang bahu saudarinya tersebut.

"Kita perlu bicara, Aya." Syahnaz mendorong bahu kakaknya hingga Dasha mundur beberapa langkah.

*--*

"Syahnaz, pacar lo udah di depan kelas." Nency berteriak dari ujung pintu. Suara cewek ini memang tidak bisa diprediksi. Kadang lembut kadang seperti toa.

Syahnaz bergegas menyampirkan tas pada kedua bahu dan berjalan menghampiri Rava yang sudah menunggu. Mata mereka saling bertemu tapi langsung diputuskan oleh Rava. Membuat Syahnaz menghela napas.

"Sehabis nonton kamu bisa anterin aku ke agensi model?" tanya Syahnaz tanpa menatap wajah Rava.

"Bisa," jawab Rava. Syahnaz tersenyum lega. Setidaknya Rava masih mau menjawabnya.

Rava berjalan mendahului Syahnaz yang masih diam di tempat. Derap kaki mereka memenuhi lorong gedung IPS. Keheningan yang mereka ciptakan membuat Syahnaz memasang wajah sendu. Tubuh tegap itu tidak terlihat jelas karena pandangan Syahnaz tertutup cairan bening.

"Kenapa nangis?" Rava menangkup wajah gadisnya. Cairan itu sudah membanjiri kedua pipi Syahnaz. Syahnaz hanya bergeleng, tidak sanggup menjawab pertanyaan kekasihnya. "Aku lagi nanya, Syahnaz! Liat mataku!" Rava meluapkan kekesalannya sejak tadi.

Syahnaz menurunkan tangan yang memegang pipinya. Lalu mengusap air yang menjadi sumber kesalnya Rava. "Aku minta menjauh tapi kamu menganggap kita putus." Syahnaz menatap Rava dengan tatapan terluka. "Hubungan kita terlalu membosankan kalau terus-terusan bahagia tanpa adanya masalah. Kamu ngerasain hal itu nggak sih!?"

"Sekali aja kita menjauh biar mengerti. Mengerti bahwa kita nggak bisa begini terus! Open your mind, Rava!" Syahnaz melayangkan pukulan pada dada Rava. "Jangan ngerasa permintaanku cuma beban! Aku juga mau berjuang buat kamu lewat keputusan ini!" Syahnaz turut mengeluarkan kekesalan terhadap sikap Rava seharian ini.

Rava terbelalak karena ucapan Syahnaz yang keluar begitu saja. Mata Syahnaz bahkan melemparkan tatapan yang tidak biasa. Tangan Syahnaz terkepal karena menahan ledakan emosi.

"Kamu tau kan Dasha juga suka kamu. Kalau aku cuma diam melihatnya kamu bisa berpaling ke dia karena aku ini cuma beban kamu." Syahnaz menghamburkan pelukan secara tiba-tiba. Dengan sigap Rava melindungi kepala dan tubuh Syahnaz karena pelukan tersebut membuat keseimbangan tubuh Rava hilang sehingga mereka berdua terjatuh. Posisi mereka tidak jauh dari tangga. Mata Syahnaz membulat begitu tubuh mereka berguling ke bawah.

Tubuh mereka berhenti karena sudah tidak ada lagi anak tangga yang dilewati. Syahnaz langsung memeriksa tubuh kekasihnya. Panik melihat Rava meringis dan memegang kepalanya. "Ada yang sakit, Rava!? Bagian mana? Ayo kita ke rumah sakit dekat sini!"

"Nggak perlu ke sana. Aku cuma pusing biasa."

"Tapi..."

"Buruan ke mobil. Kita belum pesan tiketnya loh, nanti malah nggak dapat."

Syahnaz pasrah ketika lengannya ditarik oleh Rava menuju parkiran sekolah. Menyalakan mesin mobil yang terparkir di situ. Lalu mengajak Syahnaz untuk duduk di kursi depan. Wajah murung Syahnaz membuat Rava merasa bersalah karena tadi dia mendiamkan pacarnya tersebut. Rava berinisiatif untuk membuka percakapan.

"Kamu pengin banget jadi model?" tanya Rava setelah mengingat permintaan Syahnaz tadi.

"Ya, aku mau buktikan kalo aku ini bisa sukses dengan kelainan genetik ini!" Syahnaz menoleh ke samping, tempat Rava menyetir. Lalu mengusap jambul kesayangan kekasihnya itu. "Balas dendam terbaik itu dengan cara sukses di bidangku sendiri."

"Aku percaya mama pasti nyesal udah buang aku."

Rava kagum dengan pola pikir Syahnaz yang terkadang menjadi sangat dewasa. Syahnaz tersenyum kemudian mengalihkan pandangannya karena ponselnya berdering. Menampilkan nama Kak Rendra. Syahnaz dengan sigap menerima panggilan tersebut.

"Hari ini aku ke sana bareng Rava. Kakak ada di situ kan?" Telinga Syahnaz menangkap adanya suara decakan dari Rendra, tapi Syahnaz menganggap itu dituju untuk orang yang berada di sekitarnya.

"..."

"Gak bisa dong! Rava mau kok ngantar aku ke situ. Kenapa kamu ngelarang dia buat datang?" Syahnaz tersulut dengan perintah Rendra.

Syahnaz memutuskan sambungan telepon dari Rendra. Menggerutu kesal karena perintah Rendra yang melarangnya membawa Rava ke tempat tersebut. Raut wajah Rava berubah setelah Syahnaz menerima panggilan tadi.

"Setelah jadi model nanti jangan terlalu dekat dengan Rendra. Aku bilang sekarang karena aku nggak mau kamu jatuh ke jurang yang sama."

Syahnaz semakin dibuat bingung dengan hubungan kedua orang tersebut.

--------

Cuma mau bilang SELAMAT MENIKMATI MALAM MINGGU KALIAN!

Malam minggu kalian biasanya ke mana sih? Kalo aku di rumah aja, gak punya doi soalnya :( wkwkwk apaan sih aku.

Tekan tombol vote biar aku seneng di malam minggu yang sepi ini.

Luv u readers♥

ALBINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang