ALBINO || Bagian 8

308 16 0
                                    

Syahnaz membanting pulpen yang ia pegang. Ia tidak menyukai perasaan aneh yang sudah mengganggu konsentrasinya belakangan ini. Setiap ingin menulis, wajah Rava tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Bahkan suara cowok tersebut terus terngiang.

"Lo kenapa sih, Syahnaz." ujar Cyntia mulai penasaran.

"Kamu tau rasanya jatuh cinta?" tanya Syahnaz. Cyntia menekuk dahinya. Menempelkan telapak tangan di dahi Syahnaz.

"Gak panas." ujar Cyntia setelah memastikan suhu tubuh Syahnaz.

Syahnaz mencubit kecil lengan Cyntia. "Aku serius Cyntia."

"Lagian tiba-tiba lo nanya begitu. Ya gue kaget dong." sahut Cyntia. "Orang kalo lagi jatuh cinta selalu salah tingkah di depan gebetannya."

"Masa sih? Aku gak pernah salah tingkah kok di depan Rava." ucap Syahnaz dengan polosnya.

"Otak lo perlu dibawa ke rumah sakit deh. Jelas-jelas kalo ketemu dia lo selalu salting. Masih mau nyangkal lagi?" Cyntia menyentil dahi gadis albino itu.

"Sakit!" Syahnaz memukul bahu Cyntia, seraya mengusap dahi yang menjadi korban temannya tersebut.

Cyntia membereskan buku yang berserakan di mejanya. "Ini kan udah bel istirahat. Lo gak ke kantin?"

Syahnaz memukul meja, gerakan refleks dari keterkejutannya. Ia menatap temannya tersebut. "iya ya? Aku ke kantin duluan deh." Syahnaz memasukan buku ke dalam tas biru miliknya.

"Gue cuma mau bilang. Ada Rava sama Kakaknya di depan pintu kelas kita."

Syahnaz mematung. Ia menatap ke pintu kelas. Ada Rava dengan seorang perempuan yang dia ketahui merupakan murid kelas 12. Syahnaz menggaruk pipi yang tidak gatal itu. Ia mulai jalan perlahan dan terlihat sangat kaku, seperti robot.

"Kaget ya?" ujar Rava dengan nada jahil. Sedangkan Tarisa menatap gemas gadis albino di depannya.

Syahnaz menggaruk hidung mancungnya. "Ng-nggak kok. I-itu ka..kak kamu?" Syahnaz menggigit bibir bawahnya. Ia terlalu gugup karena baru kali ini bertemu dengan kakak Rava.

"Kamu Syahnaz kan? Kenalin, aku Tarisa." Tarisa mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Syahnaz. "Ya ampun, tangan lo dingin banget. Lo takut sama gue ya."

"Iya lah, muka lo kaya iblis yang mau nyulik bidadari." sahut Rava yang dibalas jitakan kakaknya. "Bacot lo."

"Ya udah. Gue pergi dulu ya Syahnaz. Kapan-kapan gue ajak pergi bareng deh. Kalian pdkt aja dulu. Dadah." Tarisa pergi meninggalkan dua orang tersebut dan mulai menyusul teman-teman Rava.

Syahnaz kaget saat Rava menggenggam tangannya. Ia ingin menarik tangannya namun genggaman itu sangat kuat. Syahnaz menatap mata Rava meminta jawaban.

"Biar gak dingin lagi tangannya."

Detak jantung Syahnaz semakin cepat. Wajahnya memerah menahan malu. Lagi-lagi Rava membuatnya salah tingkah.

"Mau sampe kapan senyum sendiri, Na? Gak jadi ke kantin?" tanya Rava.

"Ah i-iya. Ayo ke kantin."

"Lo duduk disitu. Gue mau pesen makanan dulu."

Syahnaz memainkan hapenya. Ia yang lagi asyik dengan benda tersebut harus terganggu dengan tarikan kasar. Syahnaz mendelik sebal pada orang tersebut.

"Lepasin! Mau kamu apa sih!" Syahnaz memukul tangan yang berada di pergelangan tangannya.

"Gue mau lo! Ayo ikut gue." Sahut Ghana.

"Sinting kamu ya! Lepasin, Ghana, tanganku sakit." Syahnaz terus berusaha melepaskan tangan Ghana dari pergelangan tangannya. Matanya mulai berkaca-kaca menahan rasa sakit karena cengkraman itu sangat kuat. "Sakit Ghana!"

ALBINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang