"Gue..." Dasha gelapan ketika pandangan mereka bertemu. Nyalinya langsung ciut begitu merasakan aura menyeramkan disekitaran Rava.
"Apa!?" Rava membentak gadis di depannya tersebut. Ketakutan Dasha kentara dari gelagatnya. "Jawab gue, Dasha Cindaya!"
Dasha menggeleng kuat. Dia tidak berani memandang wajah Rava yang terlihat sangat menyeramkan, seraya mencengkram rok sekolah. Dasha menangis ketika cowok itu mengangkat paksa kepalanya agar melihat depan.
"Lo pikir gue nggak tau latar belakang Syahnaz!? Gue nggak sebodoh itu!" Dada Rava naik-turun, emosinya sudah diujung ubun-ubun saat ini, mengingat perlakuan keluarga Dasha kepada Syahnaz. Begitu terpuruknya gadis tersebut hingga mengalami gangguan psikologis.
"Keluarga kalian itu sampah masyarakat yang seharusnya sudah dimusnahkan." Rava mengapit pipi cewek kejam tersebut -memaksanya berbicara- lalu dihempaskan begitu saja. "COBA LO YANG RASAIN GIMANA RASANYA JADI SYAHNAZ. BISA SETEGAR CEWEK GUE NGGAK!?"
Bisik-bisik dari seluruh penjuru kantin mulai terdengar. Beberapa pihak menyudutkan Rava yang dinilai terlalu kejam pada seorang perempuan. Tetapi perkataan itu justru membuat Rava tersenyum sinis pada semua orang.
"TAU APA KALIAN TENTANG MASALAH SYAHNAZ SAMA SAMPAH INI!" Dasha menutup telinganya, tak lupa dengan air mata yang masih mengalir deras. "Kalian bahkan ikut mengucilkan Syahnaz, juga melontarkan kata-kata kurang ajar! Otak kalian di mana!?"
"Gue nggak salah Rava, dia yang salah karena melanggar peraturan rumah! Lo nggak tau apa-apa." sahut Dasha yang akhirnya kembali buka suara, ia tidak mau terlihat lemah.
"Gue pernah jadi tetangga lo dulu, lupa? Perlu gue bongkar semua kelakuan lo?" ancaman Rava sukses membuat Dasha membelalakan mata.
Dilon yang baru datang langsung menjauhkan Rava dari hadapan gadis yang menyulut emosinya. Melihat situasi yang memungkinan, Dasha berlari kencang meninggalkan kantin. Kata-kata kasar keluar dari mulut Rava ketika melihat Dasha kabur dari masalah yang dibuatnya sendiri.
Rava menghela napas berat. Seperti baru saja melepaskan beban dari pundaknya. Cowok penyuka vanila itu menatap tajam seisi kantin saat terdengar kata-kata yang memfitnah Syahnaz.
"Si mayat hidup itu pake pelet ya?"
"Gue pernah liat itu mayat hidup banting gelas pas di kantin. Cewek itu diam-diam menghanyutkan. Keliatannya polos, tapi aslinya barbar banget!"
Rava yang kepanasan mendengar kalimat yang terlontar oleh mereka tanpa mengetahui kebenarannya. Dilon yang melihat gerak-gerik Rava langsung menarik lengan temannya tersebut menjauhi kerumunan manusia kantin. Takut-takut kalau Rava kelepasan menghajar orang lain lagi.
"Kendaliin emosi lo," ucap Dilon.
*--*
0823-xxxx-xx74
Keluar! Temui saya di depan.
Saya tau kamu ada di dalam sana. Jangan main-main sama saya Syahnaz!Jantungnya mencelos ketika mendengar suara seseorang yang tidak asing lagi baginya. Suara ketukan pintu berubah menjadi gedoran kuat. Tangan Syahnaz mulai berkeringat dingin mendengar namanya dipanggil berulang kali.
"Saya tau kamu disini Syahnaz! Keluar!" Suara lantang tersebut kembali terdengar untuk kesekian kalinya.
"Aku nggak mau! Pergi! Jangan ganggu aku lagi!" Syahnaz berulang kali menelpon Bunda Liana yang tak kunjung dijawab.
"Bunda aku takut. Orang itu datang lagi."
Akhirnya panggilannya diangkat. Syahnaz menangis begitu mendengar suara Liana menanyakan keadaannya. Ia tak bisa berucap lagi. Rasa takut mengambil alih perkataan yang ingin disampaikannya pada Liana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBINO
Fiksi RemajaDunia akan menjadi baik jika lo tetap bersama gue. *--* Kisah gadis albino yang belum berdamai dengan masa lalu. Menyebabkan dirinya takut untuk terbuka dengan sekitar. Namun, hari itu. Hari pertama ia masuk SMA Oxigar. Ia perlahan mulai melawan ras...