Syahnaz bersenandung kecil mengikuti alunan musik yang disetel oleh Rava. Kepalanya bergerak kesana kemari. Kakinya juga ikut bergerak. Syahnaz menyukai lagu barat dari artis favoritnya tersebut.
"I need you more than i want to. Need you more than i want to."
Rava tersenyum tipis melihat Syahnaz yang asyik dengan dunianya sendiri. Gadis itu sudah kembali seperti biasanya. Membuat Rava tanpa sadar ikut menyanyikan lagu itu.
"Aku suka banget sama lagu ini! Lagunya kayak kita banget nggak sih? Aku selalu butuh kamu di setiap keadaan." Syahnaz mulai berceloteh lagi. "Aku dulu malu kalau kamu bersikap berlebihan di sekolah. Tapi, right now I'm shameless."
Rava menyubit pelan pipi gadisnya. Gemas dengan kelakuan Syahnaz yang seperti itu. Membuat Rava hampir tidak fokus menyetir mobil. "Udah jangan nyanyi lagi. Suara kamu jelek."
Syahnaz menggeplak kepala Rava. Wajahnya jadi cemberut karena kekasihnya itu mengejeknya. Syahnaz terus menyanyikan lagu tersebut, mengiraukan Rava yang mulai tertawa.
"Suaraku emang nggak bagus tapi aku seneng kamu terhibur begitu. Ayo ketawa terus! Aku sumpelin sepatu nih!" Bukannya berhenti, tawa Rava semakin kuat hingga membuat Syahnaz jengkel. Syahnaz mencubit lengan Rava. Cubitannya kecil-kecil dengan kukunya yang masih panjang.
"Awww, sakit. Iya-iya aku nggak ketawa lagi," ucap Rava dengan satu tangan yang menahan tangan Syahnaz. "Sayang."
Satu kata itu saja bisa membuat Syahnaz kembali seperti biasa. Dengan wajah yang sudah memerah karena malu. Syahnaz memalingkan wajah ketika Rava menyentuh rambutnya. Senyum gadis itu tidak bisa dibendung kala Rava bilang bahwa hanya Syahnaz yang membuat dirinya menjadi bucin.
"Aku nggak ngerti kenapa kamu malah milih aku sedangkan di luar sana banyak lebih dariku." Syahnaz menatap mata Rava. Mata gadis itu masih sama di penglihatan Rava; menenangkan. "Aku yakin sih kalau kita nggak ketemu lagi kamu udah lupa samaku. Aku juga tau kamu udah pernah pacaran beberapa kali sebelum ketemu aku. Harusnya kamu tetap sama gadis itu daripada sama aku yang cacat ini."
"Kamu nggak cacat. Kenapa kamu malah ngerendahin diri kayak gini sih, Rae? Aku nggak suka." Rava kembali menatap Syahnaz. "Harus berapa kali aku bilang. Aku nerima kamu apa adanya. Terima semua kekurangan kamu. Jangan buat aku ngerasa gagal karena rasa mindermu itu."
"Tapi kenapa harus aku yang kamu pilih? Aku ini albino Rava. Mentalku nggak sehat. Aku punya masa lalu yang bahkan nggak bisa aku buang dari pikiran." Syahnaz tetap mempertahankan kalimat itu. Sebab menurut Syahnaz, Rava bisa mendapat yang lebih baik darinya. "Mau kamu sangkal gimana juga aku ini tetap cacat. Harusnya kamu pergi dari aku."
"Kalau bisa pergi aku udah lama ninggalin kamu! Tapi kamu itu beda, Rae!" Rava tanpa sadar menaikkan suaranya. Menyadari nada bicaranya yang tidak biasa membuat Rava mengusap wajahnya dengan kasar. Tangannya memegang erat kemudi mobil lalu melirik Syahnaz yang terdiam. "Maaf."
Syahnaz harusnya tahu jika Rava tidak menyukai topik pembicaraannya saat ini.
"Jangan pernah bicara seperti itu lagi. Aku terima kamu yang seperti ini dan kamu yang selalu tersenyum manis saat di depanku."
"Bagiku, kamu itu lebih dari kata spesial."
"I love you more, my angel."
Syahnaz tertegun mendengar kalimat itu. Syahnaz harusnya mengerti bahwa Rava sangat mencintainya. Tidak sepatutnya ia malah memikirkan perkataan orang lain mengenai hubungan mereka.
Syahnaz harus berpikir positif tentang mereka agar hubungannya dengan Rava tidak berakhir begitu saja. Syahnaz harus berjuang juga mempertahankan hubungan mereka yang sudah berjalan satu tahun itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALBINO
Teen FictionDunia akan menjadi baik jika lo tetap bersama gue. *--* Kisah gadis albino yang belum berdamai dengan masa lalu. Menyebabkan dirinya takut untuk terbuka dengan sekitar. Namun, hari itu. Hari pertama ia masuk SMA Oxigar. Ia perlahan mulai melawan ras...