Tak terasa sudah hampir kenaikan kelas sebelas Syahnaz bersekolah di sini. Perlahan-lahan Syahnaz mulai terbuka pada teman dekatnya, Cyntia. Bahkan mereka bekerja sama untuk menjahili geng Rava.
"Kemarin lo ke mana? Kok nggak masuk jam pelajaran terakhir?" tanya Cyntia dengan tatapan intimidasi miliknya. Gadis tomboy itu berkacak pinggang.
"Ke mana aja, asal sama Rava." balas Syahnaz yang menyelipkan anak rambut ke telinga.
"Huh, yang udah punya pacar beda ya."
"Makanya pacaran sama kak Axla. Kan cocok tuh, yang satu cowok nakal yang satu lagi cewek tomboy. Cocok buat biang masalah." Syahnaz cekikikan melihat wajah merah padam temannya.
"Enak aja! Gini-gini selera gue nggak kaya dia ya." Cyntia memukul pelan lengan Syahnaz. "Oh iya, sabtu gue mau nginep di rumah lo. Sebagai teman yang baik, lo harus jawab iya!"
"Iya." Cyntia tersenyum lebar. "Tapi bohong." lanjut Syahnaz.
Cyntia yang gemas dengan temannya itu segera mencubit-cubit pinggang Syahnaz. Gadis albino itu tertawa karena merasa geli.
"Iya, iya! Pintu rumahku terbuka lebar untuk Cyntia Rahani!"
"Makanan harus banyak!" Cyntia menepuk pipi Syahnaz.
"Siap!"
"Gue senang lo udah mulai aktif dalam pergaulan."
"Aku harap begitu, Tia. Semoga dunia perlahan membaik pada hidupku sekarang ini."
"Gue yakin lo bisa bahagia dengan orang yang lo sayangi." Cyntia memukul pelan pundak Syahnaz yang dibalas anggukan.
"Semoga orang yang kamu maksud itu Rava ya, Cin. Dia sumber bahagiaku, kapan pun itu." Syahnaz tersenyum tipis menatap gedung seberang yang dipisahkan oleh lapangan SMA Oxigar; gedung kelas jurusan IPA.
*--*
"Ryan, kamu bisa sewa seseorang untuk ngawasin Syahnaz dari mereka?" tanya Liana, suaranya lembut sekali, membuat Ryan terlena.
"Apa yang nggak bisa aku turutin dari permintaan kamu, Yana." Ryan mengelus lembut pipi Liana. Istri tercintanya tersebut semakin mengeratkan pelukannya di lengan Ryan.
"Aku bersyukur bisa punya Syahnaz sekarang ini. Dia sumber bahagiaku setelah kamu. Jika dia terluka sedikit saja, itu juga akan melukai hatiku." ujar Liana. "Kalau mereka berani sentuh anakku, aku nggak segan buat laporan ke pengadilan." lanjutnya.
"Albino kita sudah besar, Ryan. Aku semakin khawatir sama pergaulan dia di luar sana. Apa dunia bisa adil padanya?" lirih Liana.
"Kita harus percaya Syahnaz bisa mengatasi masalahnya."
"Dan pacarnya bisa melindungi gadis itu."
*--*
"Raena." Syahnaz menoleh saat Rava memanggilnya. Gadis itu tersenyum sambil mengusap rambut cowok tersebut.
"Masalah Dasha masih belum mau cerita?" tanya Rava, menatap lekat wajah gadis albino itu.
"Belum saatnya. Tapi kalau kamu mau cari tahu sendiri, silakan."
Rava menghela napas kasar. "Udah berapa bulan kita pacaran dan kamu terlalu tertutup, Raena. Aku susah buat jaga kamu kalau gini ceritanya." Cowok tersebut mengusap lalu mengecup tangan Syahnaz.
"Kalau kamu nyerah, nggak apa-apa. Aku nggak mau maksa kamu." Syahnaz menunduk. Rava mengulurkan tangan untuk mengangkat kepala Syahnaz. Terlihat wajah gadis itu sedang menahan air mata namun tetap memaksa mengukir senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBINO
Fiksi RemajaDunia akan menjadi baik jika lo tetap bersama gue. *--* Kisah gadis albino yang belum berdamai dengan masa lalu. Menyebabkan dirinya takut untuk terbuka dengan sekitar. Namun, hari itu. Hari pertama ia masuk SMA Oxigar. Ia perlahan mulai melawan ras...