ALBINO || Bagian 23

157 7 0
                                    

7 Juli 20xx

Senyum Syahnaz mengembang. Hari terakhir di Singapura. Terapi terakhir yang ia tunggu. Syahnaz menari-nari begitu Rena bilang bahwa dirinya sudah melewati semua terapi dengan baik. Tubuhnya serasa bebas bagaikan burung yang dilepas dari sangkar. Syahnaz senang bukan main.

"Mentalku sudah membaik. Tinggal menyelesaikan masalah." Syahnaz tersenyum namun matanya memancarkan kesedihan. Tertawa hambar. "Masalah ya."

"Mama, apa kalian nggak merasa kehilangan putri kecil ini."

Syahnaz mengusap matanya. Kembali tertawa hambar. Mengambil foto usang seorang wanita cantik. Lalu tetesan air mengenai foto tersebut.

"Aku putri yang nggak diinginkan di keluarga kalian, bukan?"

"Rae udah beresin baju? Mau aku bantu nggak?" Rava menepuk pundak gadis itu. Membalikkan tubuh Syahnaz untuk menghadapnya. "Karena apa lagi?"

"Aku... aku rindu mama, dia tetap orang tua kandungku." Syahnaz memainkan jambul kekasihnya.

"Rindu aku nggak?" tanya Rava sambil mengusap-usap pipi Syahnaz. Wajah gadis tersebut membuatnya candu.

"Banget."

Lalu Syahnaz menghambur pelukan pada tubuh Rava.

*--*

"Kenapa ke sini, Rava?" Syahnaz mengernyit bingung.

"Melihat dunia. Gak deng, aku mau pamer gadis cantik yang hampir setahun ada di sini." Rava menunjuk jantung yang berdetak. "Aku gak mau kisah kita kacau."

Blush. Pipi Syahnaz langsung memerah melihat senyum bahagia itu. Senyum Rava seperti keajaiban. Syahnaz semakin mengeratkan genggaman mereka.

"Rava. Kamu selalu aja bisa buat mood-ku membaik." Syahnaz tersenyum lebar. Mata cantiknya tertutup kacamata hitam yang tetap terlihat elegan.

Syahnaz menarik Rava untuk menghampiri toko es krim di sudut taman. Membeli dua buah es krim rasa vanila bercampur stoberi. Tak lupa es krim matcha sebagai pelengkap.

Rava menyandarkan kepala pada bahu Syahnaz. Aroma vanila menyeruak dari tubuh Syahnaz. Aroma yang membuatnya betah berlama-lama. Dia tidak tahu bahwa Syahnaz harus menahan napas karena tingkahnya ini. Bahkan wajah gadis itu memerah.

"Lama gak ketemu jadi canggung. Tapi tingkah kamu tetap membahayakan jantung." Syahnaz menyugar rambut hitam kekasihnya. Sesekali menyentuh hidung mancung itu. "Bayi besar yang manja."

Rava tersenyum malu-malu. Dibawanya tangan Syahnaz menyentuh pipi. Lalu turun ke dada sebelah kiri. Tempat organ yang bekerja memompa darah. Debarnya selalu sama saat berada di dekat Syahnaz. Sejak pertama kali melihat Syahnaz di mall debaran itu mulai timbul. Bukan. Perasaan itu muncul begitu melihat bola mata beriris ungu. Mata indah yang dirindukannya selama ini.

"Kamu tau aku sejak kapan, Rae?" Posisi Rava tidak berubah. Rava begitu menikmati kedekatan mereka.

"Dari kita ketemu di mall terus ketemu lagi di sekolah. Dunia se-sempit itu ya?" Syahnaz tertawa mengingat pertemuan mereka. "Kita pernah ketemu sebelum itu," ujarnya.

"Di mana?" tanya Rava yang ikut tersenyum.

"Di tempat 'penjara'ku. Lucu banget aku baru inget sekarang." Rava kembali tersenyum sembari mengacak rambut putih gadisnya. "Terima kasih, penyelamatku!"

*--*

"Kyaaaa. Ini beneran lo kan? Ya ampun!!" Cyntia menyubit pipi Syahnaz yang baru masuk sekolah seperti biasa. Syahnaz meringis sebab cubitan Cyntia terlalu bersemangat.

ALBINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang