ALBINO || Bagian 27

185 7 0
                                    

Mie ayam pangsit. Setelah menenangkan Syahnaz, Rava membawanya ke tempat makan ini. Memesan dua porsi mie ayam dengan ekstra ayam dan dua gelas teh manis panas. Rava memberikan jaketnya kala Syahnaz mengeluh kedinginan. Mata gadis itu menatap manik mata Rava.

"Thank you," ucap Syahnaz dengan suara yang melirih.

"Rae," panggil Rava. "Maaf soal tadi. Bukan begitu maksudku."

"Iya, aku ngerti. Tapi emangnya salah ya kalo aku nanya begitu sama kamu? Kamu selalu bilang kalo aku ada masalah harus cerita sama kamu, tapi saat kamu yang seperti itu malah bertindak sebaliknya." Syahnaz mengeratkan cengkramannya pada jaket milik Rava. "Masalah sama Ghana juga aku belum ngerti karena kamu belum cerita sama aku."

"Itu artinya kamu belum percaya sama aku, kan?"

Rava menghela napas. Ini yang ia takutkan jika Syahnaz mengetahui masalahnya. Masalah dengan Rendra. Juga dengan Ghana. Ia masih harus menjaga Syahnaz sebisa mungkin. Ia yang berjanji bahwa ia akan menghalau sifat jahat dunia luar dari albino-nya tersebut. Tapi kenapa sekarang semakin rumit.

"Kamu harus tetap hidup dengan tenang, Rae."

Syahnaz menggeram kesal. "Jadi menurut kamu dengan terus menyimpan rahasia seperti itu bisa buat aku tenang? Aku juga perlu tau, Rava!"

"Kenapa kamu jadi kayak gini?" Rava mengernyitkan dahi. Rava perlu meluruskan hal ini. "Raena. Aku nggak maksud sembuyiin itu dari kamu. Kamu harus ngerti, ini bisa buat kamu dalam bahaya."

Syahnaz menepis tangan Rava yang ingin menyentuh rambutnya. Terlanjur kesal dengan lelaki itu. Syahnaz melahap makanan yang sudah dihidangkan. Mengabaikan Rava yang masih mau berbicara dengannya.

"Jangan ganggu aku! Aku masih makan."

Rava terdiam. Melihat kekesalan gadisnya membuat nyalinya menciut. Cowok itu mengacak rambutnya. Lalu ikut melahap makanan yang masih mengeluarkan uap.

Tidak ada perbincangan di antara mereka berdua. Hanya suara sendok dan garpu yang menyentuh mangkuk. Juga suara pengunjung lain yang sedang berbincang dan melempar tawa.

Rava dan Syahnaz sama-sama diam tanpa susah payah membuka percakapan. Menurut Rava lebih baik diam saja saat Syahnaz sedang marah. Karena cewek hanya perlu ketenangan saat mereka dilanda amarah. Walau sebenarnya mulut Rava gatal sekali ingin berbicara dengan gadisnya.

"Habis ini mau ke mana?" tanya Rava dengan lembut.

"Pulang." Nada suara Syahnaz yang terdengar jutek membuat Rava menahan diri untuk tidak mencubit pipi gadis itu.

Menurutnya gadis tersebut sangat lucu dan menggemaskan saat sedang ngambek seperti ini. Lihat saja. Mulut gadis itu sudah maju beberapa sentimeter. Tak lupa juga dengan pipi Syahnaz yang digembungkan. Membuat Rava mati-matian menahan hasratnya untuk tidak menjahili gadis tersebut.

"Tapi aku mau ngajak kamu ke mall."

Syahnaz memalingkan muka. Senyuman kecil terbit di wajah gadis itu. Lalu mencoba biasa lagi ketika Rava memegang rambutnya.

"Terserah."

Kata terserah yang keluar dari mulut Syahnaz membuat Rava senang. Setidaknya gadis itu menerima ajakannya secara halus. Langsung saja Rava menggandeng Syahnaz berjalan menuju mobil.

*--*

"Kenapa ke sini?" Syahnaz bertanya pada Rava. Kaki mereka memasuki salah satu toko kosmetik yang menjadi pilihan remaja untuk memilih alat kecantikan mereka.

"Aku yakin kamu pasti butuh ini. Nggak mungkinkan tiap saat kamu minjem punya orang lain. Si Medusa contohnya." Rava membawa Syahnaz ke tempat dasar untuk make-up.

"Perlu foundation, nggak? Concealer? Contour? Primer?" Mulut Syahnaz sedikit terbuka mendengar Rava dengan lihai mengucapkan barang-barang --yang bahkan Syahnaz sendiri tidak paham.

"Kamu cowok tulen?" Hanya kalimat tanya itu yang mewakili kebingungan Syahnaz.

Rava tertawa terbahak-bahak karena pertanyaan Syahnaz menggelitik perut. Melupakan bahwa Syanaz masih ngambek padanya. Rava meraih bahu Syahnaz lalu mendekatkan tubuh gadis itu dengannya. Ia mencium pipi gadis tersebut. Muncul lah semburat merah dari pipi Syahnaz.

"Apaan sih?" Syahnaz mendorong wajah Rava yang masih berdekatan dengan pipinya. Jantung Syahnaz sudah tidak bekerja dengan normal. "Buat kaget aja."

Rava terkikik geli. Mimik wajah berbanding terbalik dengan rona merah itu. Syahnaz tidak pandai berbohong padanya. Rava semakin menjahili Syahnaz.

"Lucu banget sih, pacarku." Rava mengacak rambut gadis itu. Mengabaikan tatapan orang-orang kepada mereka yang sambil menggelengkan kepala.

Syahnaz tertawa senang. Melupakan kejadian yang membuatnya merajuk pada Rava. Syahnaz sangat senang dengan hal-hal kecil bersama Rava.

Rava membantu Syahnaz yang masih minim pengetahuan tentang make-up. Bantu memilih dan memberi tahu kegunaan barang yang dipegang oleh Syahnaz. Syahnaz hanya mengangguk-angguk walaupun masih kurang mengerti.

"Kuas ini biasanya dipake buat mengaplikasikan highlighter. Tau itu nggak?" Syahnaz menggeleng tidak paham. Rava hanya bisa menghela napas lalu tersenyum. "Itu kegunaanya ngebuat make-up terlihat glowing. Nah kayak di foto itu."

Syahnaz membulatkan bibir dan menganggukkan kepala. Ponselnya bergetar dalam saku. Terdapat satu panggilan dari Ayahnya. Syahnaz langsung menjawabnya dan Rava mengerti siapa yang menelpon gadisnya.

"Aku lagi di mall. Kenapa?" Syahnaz mengernyitkan dahi. Mengapa orang itu datang ke rumahnya malam ini?

Rava menaikkan alis. Menyiratkan pertanyaan pada Syahnaz. Matanya menyipit ketika Syahnaz menjawabnya tanpa suara. Kemudian gadis itu menaruh jari telunjuknya di depan bibir. Melanjutkan pembicaraannya dengan sang ayah.

"Suruh pergi aja, Yah. Aku masih lama di sini. Sekalian makan bareng Rava. Gapapa, kan?"

Syahnaz menggigit bibir bawahnya karena baru kali ini berbohong pada Ayahnya. Jantungnya mencelos karena orang tersebut tidak mau pergi sebelum bertemu dengan Syahnaz. Tanpa sadar Syahnaz meremas tangan Rava.

"Ayo kita ke kasir. Masih ada yang mau dibeli?" Rava menepuk pundak Syahnaz. Syahnaz hanya mengikuti Rava dari belakang. Pikirannya terbagi menjadi dua dan itu membuat Syahnaz resah. "Kita mau ke mana lagi, Rae? Masih jam delapan malem. Mau ke alun-alun, nggak?"

Syahnaz kehilangan fokus ketika Rava bertanya hal demikian. Rava mengerti diamnya Syahnaz sekarang. Hal itu memang sulit untuk dilupakan. Tapi Syahnaz tidak bisa menghindarinya. Gadis itu harus bertemu dengan orang tersebut.

"Kita pulang aja ya? Kayaknya kamu kelelahan." Syahnaz bergeleng untuk menjawab pertanyaan Rava. "Kenapa? Di rumah kamu juga lagi ada tamu, kan?"

"Nggak mau! Aku nggak mau ketemu mereka!"

Rava menggenggam tangan Syahnaz lalu membawa gadis itu ke lantai dasar. Tempat mobil Rava terparkir. Rava segera menutup pintu mobil dan melaju menuju rumah kekasihnya.

----------

Baru bisa up hari ini🥺 I'm so sorry

Beberapa minggu lalu aku lagi sibuk sampai lupa up cerita ini. Sekarang udah buat sampai banyak chapter kok jadi tenang aja guys!

Btw cerita ini entar lagi tamat loh🥴 eitss kalian masih bisa baca ceritaku yang lain kok! Baca 'Hello Girl' ya! Di sana kalian bakal kenalan sama Pandora dan Aslan. Pasangan paling aneh tapi menggemaskan yang bisa bikin kalian senyum gak karuan🥰

ALBINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang