Hari-hari berikutnya, Rava selalu berada di samping Syahnaz untuk melindunginya. Bahkan saat ini, ia menemani Syahnaz untuk menemui Bu Arum di ruang guru.
"Maaf lama, bu. Ini kak Rava ngikutin saya mulu. Bosen lama-lama liat wajahnya." celetuk Syahnaz membuat Bu Arum tersenyum geli.
"Oke, gue pergi," Rava bersiap meninggalkan Syahnaz.
Syahnaz memegang tangan Rava yang ingin pergi. "Jangan dong! Baperan kamu," ia cemberut. "Ya udah. Pergi aja sana." Lanjutnya.
"Ngusir?" Syahnaz memalingkan muka. "Iya."
"Nggak jadi pergi. Nungguin lo aja," Rava mencubit gemas pipi Syahnaz.
"Sakit iih!"
"Ekhem."
"Eh, maaf, bu." Syahnaz menunduk.
"Ya sudah. Sekarang kamu antar buku dan kertas ini, dibantu Rava." Rava mengangguk. "Barangnya disana." Kini gantian Syahnaz mengangguk.
"Kalian cepat pacaran ya." Keduanya refleks mengangguk. Dua detik kemudian mereka memandang horor satu sama lain.
"Pacaran?" Beo mereka bersamaan.
*--*
"Kak Rava, aku haus. Beliin minum." Rava menarik tangan Syahnaz menuju kantin yang kebetulan tidak jauh dari tempat mereka sekarang.
Memasuki kantin, mereka melihat Ghana sedang mengisap rokok di pojok kantin. Syahnaz bersembunyi di belakang Rava saat Ghana menyeringai ke arahnya.
"Kak, putar balik yuk. Ada dia," Syahnaz mengeratkan pelukan di pinggang Rava.
"Gak usah takut. Sekarang gue bakal lebih ngelindungin lo." Rava menggenggam tangan Syahnaz kemudian mengajaknya ke kantin Bu Tuti.
"Nih," Rava memberikan sebotol air mineral. "Makasih."
"Kak Ra–"
"Panggil nama aja. Gue risih." Syahnaz gelagapan mendengar penuturan tersebut.
"Ta-tapi kak Rava lebih tua dari aku." Rava menyubit pipi gadis polos di sampingnya.
"Panggil Rava aja, ok?"
Syahnaz hendak membalas perkataan Rava. "Anggap aja kita lagi pacaran, biar gak canggung." Skak. Mulut Syahnaz terkunci dengan pipi yang bersemu merah.
"Ih kakak apaan sih!" Syahnaz memukul pundak Rava berkali-kali. Cup. Rava mencium pipi Syahnaz dan membuatnya terdiam.
"Ini hukumannya kalau lo masih bandel bilang 'kakak'. Hukuman bisa makin parah kalau lo ngebantah."
"Ish! Aku gak bisaaaa! Kakak lebih tua dari aku." Cup. Rava kembali mencium pipi Syahnaz.
"Kan udah gue bilang, anggap kalau kita ini pacaran."
*--*
"Kenapa lo? Senyum-senyum sendiri." ujar Cyntia.
"Nggak! Nggak kenapa-napa, kok." Senyuman Syahnaz semakin lebar.
"Ih, apaan sih?!" Syahnaz menabok pipi Cyntia.
"Lagian elo, senyum-senyum sendiri! Gara-gara siapa nih? Rava?" Syahnaz menggeleng namun tak bisa menutupi pipinya yang mulai bersemu merah.
"Alah! Bilangnya gak tapi pipi lo udah kayak tomat gitu!" Cyntia menempeleng Syahnaz. "Abis ngapain lo sama dia? Sampe senyum-senyum gitu? Mesum ya?"
"Gak! Kamu yang mesum tuh, main nuduh aja!"
"Lagian pas nyebut nama Rava langsung malu-malu. Jatuh cinta lo?" Syahnaz menunduk dengan bibir terkatup rapat. Pipinya juga semakin berwarna merah.
"Ng-nggak tau."
"Iya! Lo lagi jatuh cinta! Temen albino gue ini lagi jatuh cinta sama Rava! Akhirnya," ucap Cyntia histeris.
"Cyntia! Nanti kalau kak Rava denger gimana?! Kamu kebiasaan ih!"
"Nggak pa-pa kali. Gue dukung kok," ujar Cyntia membuat Syahnaz mengernyit.
"Maksud kamu apa?" Tanya Syahnaz.
"Lo mau tau?" Syahnaz mengangguk. "Sini-sini."
Cyntia membisikan satu kata. "Rahasia."
"IIIIIIIIIHH."
*--*
"Syahnaz! Sini!" Panggil Rava.
"A-apa?" Syahnaz mendekati Rava di lapangan.
"Haus nih. Be–"
"Ogah. Beli sendiri."
"Yah, kok gitu."
"Emangnya aku babu kak Rava yang harus ngikutin perintah kakak?"
Satu detik setelah mengucap kata tersebut, Syahnaz memukul mulutnya sendiri. Kenapa ia harus keceplosan disaat seperti ini?
"Hehe. Aku nggak sengaja," Syahnaz menunduk tak berani menatap Rava.
"Pengen gue cium lagi, ya?" Rava menggoda gadis di hadapannya.
"Nggak! Itu maunya kak Rava aja, aku nggak mau!" Syahnaz membulatkan matanya.
Rava sudah mengambil ancang-ancang untuk menarik Syahnaz namun ia kalah cepat.
"AAAAA! BUNDA TOLONGIN SYAHNAZ! AKU DIKEJAR PREMAN SEKOLAH!"
Syahnaz semakin histeris saat Rava mulai menggapai dirinya. Ia menambah kecepatan larinya namun hal itu sia-sia, jaraknya dengan Rava hampir satu meter dan akan terus menyeimbangi Syahnaz. Setelah berada di samping Syahnaz, Rava segera menarik Syahnaz dan menggendongnya seperti karung.
"BUNDAAAA!" Syahnaz berteriak histeris.
"Kena juga lo." Setelahnya, Rava tertawa penuh kemenangan.
Murid-murid bahkan para guru hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan dua sejoli tersebut.
"Kita mau pergi kemana, ratu?" tanya Rava, mengejek.
"Kamu nyebelin!" gerutu Syahnaz seraya memukul punggung Rava.
----------

KAMU SEDANG MEMBACA
ALBINO
Teen FictionDunia akan menjadi baik jika lo tetap bersama gue. *--* Kisah gadis albino yang belum berdamai dengan masa lalu. Menyebabkan dirinya takut untuk terbuka dengan sekitar. Namun, hari itu. Hari pertama ia masuk SMA Oxigar. Ia perlahan mulai melawan ras...