ALBINO || Bagian 7

315 19 0
                                    

Tok. Tok. Tok.

"Sebentar."

Syahnaz berlari menuju pintu sambil mencepol asal rambutnya. Senyumnya merekah saat melihat orang di depan dirinya. Sedetik kemudian ia mempersilahkan orang itu masuk.

"Kamu abis darimana? Kenapa masih pake baju sekolah?" tanya Syahnaz.

"Tadi gue cabut, Na." jawab orang itu sekenanya.

"Pasti mood kamu berubah gara-gara aku ya?"

"Enggak, Na. Gue emang lagi pengen cabut buat nambah catatan BK gue."

"Luka kamu belum diobatin? Bekas darah di wajah kamu masih ada. Aku obatin ya." Rava mencekal tangan Syahnaz, menyuruhnya duduk. "Nggak usah. Lo disini aja. Temenin gue."

Syahnaz menggembungkan pipi mendengar jawaban Rava. "Tapi luka kamu harus diobatin biar nggak infeksi."

"Aku nangis nih kalau kamu nggak mau diobatin."

"Iya-iya terserah lo aja." Rava mendengus untuk menyamarkan tawanya, gadis ini selalu bisa membuatnya terhibur.

Syahnaz langsung ngacir ke kamar untuk mengambil kotak P3K miliknya. Ia berpapasan dengan Liana yang melihatnya dengan raut bingung.

"Buat apa, Syahnaz?" tanya Liana.

"Oh itu buat Kak Rava, dia luka, Bun. Bunda bisa ikut aku nggak? Aku nggak ngerti gimana caranya." Ia tersenyum malu.

"Iya bisa sayang."

Liana dengan telaten membersihkan luka yang ada di wajah Rava. Sesekali ringisan kecil keluar dari mulut saat alkohol menyentuh wajahnya. Sekarang sudut alis Rava diberi plester. Liana menasehatinya untuk tidak berkelahi lagi apalagi alasannya karena anak gadisnya.

"Saya ngelakuin ini karena udah jadi tanggung jawab saya untuk melindungi Syahnaz."

"Saya takut terjadi sesuatu terhadap dia, Bunda Liana."

Setelah Liana kembali ke kamar. Syahnaz melotot lalu ia menendang tulang kering Rava. Ia tersenyum senang telah membuat Rava mengaduh kesakitan.

"Lo kok jadi bar-bar gini sih, Na? Sakit banget ini kaki gue." Rava mencubit pipi Syahnaz, kemudian memainkannya.

"Apaan sih, sakit tau!"

"Gue nggak peduli. Ya udah gue mau pulang, bilang sama Bunda Liana."

Syahnaz cemberut. Rava mengelus rambut Syahnaz dengan lembut. Tak lupa ia mencubit hidung Syahnaz.

"Eh tunggu dulu."

"Apa, Raena?"

Syahnaz menarik bahu Rava, lalu berjinjit untuk menyamakan tingginya dengan cowok tersebut. Lalu sebuah kecupan mendarat di pipi Rava. Dengan wajah memerah Syahnaz langsung menutup pintu rumah. Namun pintu kembali terbuka, Syahnaz menyembulkan kepala dengan cengiran khasnya.

"Hati-hati ya, Rava. Besok ketemuan di kantin!" Rava mengacungkan ibu jari.

Raena selalu bisa bikin detak jantung gue nggak normal, batin Rava.

*--*

Syahnaz berguling-guling karena teringat kejadian satu jam lalu. Mengapa bisa dia berani mencium pipi Rava. Sekarang ia jadi malu sendiri mengingat aksi nekatnya itu.

Syahnaz mengacak rambutnya. Frustrasi. Ia tak bisa mengenyahkan pikiran aneh itu. Kejadian tadi terus berputar di kepalanya. Seakan sengaja ingin membuat dirinya semakin malu.

"Otakku kenapa sih! Kenapa gak bisa diajak kompromi. Ayolah, berhenti mengingat kejadian tadi! Gak mungkin kan aku suka sama dia." Syahnaz menutup wajah dengan bantal. Kaki putihnya menendang-nendang kasur. Ia sangat kesal sekarang.

ALBINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang