Episode: Consequences (2)

1.4K 153 0
                                    

Melihat adiknya yang semakin hari semakin tampak tidak ingin sekolah. Kanaya memutuskan mendatangi sekolah adiknya diam-diam untuk menemui wali kelas atau guru konseling Shafiya. Bersamaan dengan itu, Kanaya diajak berkeliling sekolah dan betapa terkejutnya dia ketika menemukan kantin yang ramai dengan kerumunan yang ditengahnya terdapat adiknya tersayang, sedang meringis karena menahan tangan dan juga wajahnya yang terkena kuah panas.

"What you think you're doing to my sister" Kanaya menampar cowok di depannya, lalu membanting mangkuk yang ada di tangan cowok itu, "Kamu pikir bisa ngelakuin ini ke adik saya?!" Bentak Kanaya kemudian

Kantin mendadak hening seketika.

"Saya gak nyangka ya, satu sekolah ini gak pinya moral sama etika semua. Tau ada anak yang diginiin diem aja. Emang kalian takut sama dia?" Lalu mengambil mangkok lain dengan isi kuah yang sama lalu menyiramnya begitu saja ke wajah cowok yang berada di depannya menimbulkan pekikan, "Nih, kalian juga bisa giniin dia! Tapi kalian diem aja liat adik saya disiram?!"

Semua murid juga guru konseling yang tadi menemai Kanaya tampak terkejut dengan apa yang dilakukan perempuan itu yang menatap marah kepada sekeliling siswa yang mengerumuninya

Kanaya berbalik, menuding tajam cowok di depannya, "Kamu, ya---"

Cowok itu menangkap tangan Kanaya, "Eh! Kakak sama adek sama aja! Lo!" tudingnya kepada Shafiya. "Bisanya ngelapor sama kakaknya. Eh mbak! Makanya kalo jelek sama miskin itu jangan sekolah sini. Adek lo pantes gue siram. Mental babu aja sekolah disini"

What?! Kanaya semakin emosi, "Eh bocah. Denger ya, harusnya kalo kamu ngerasa lebih kaya sama ganteng kamu gak usah sekolah sini. Pindah sana ke yang lebih bagus. Katanya kaya, bisa kan pindah ke sekolah lebih bagus. Harusnya kamu malu, tau kaya kok ya masih sekolah disini kami yang miskin aja bisa masuk sini. Mikir tuh pake otak bocah"

"Eh sialan lo mbak! Lo tau kan ini sekolah paling mahal?! Ngapain sih lo yang miskin itu sekolahin adek lo disini?! Gak bisa makan aja mampus"

Kanaya menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan kelakuan anak sekolah jaman sekarang, "Ckckckck inilah kenapa gue males banget ngomong sama anak kencur. Udah dibilangin kalo tajir ya dia aja yg pindah. Kalo adek gue yang miskin aja bisa sekolah disini, apa lo gak miskin juga namanya. Ck. Ngaku tajir, pindah sekolah gak mampu. Sama aja miskin namanya"

"Lo ya---"

Plak! Cowok itu melotot kepada Kanaya

"Hah apa?! Bocah gak tau diri aja belagu. Mau lagi lo?! Gue gak masalah sih masuk polisi cuma karena namparin anak gak punya etika"

"Sialan lo!" Cowok itu sudah hampir akan memukul Kanaya dengan tangannya yang bebas, tapi berhasil ditahan oleh beberapa temannya yang berdiri di belakang cowok itu

Mereka bahkan terlihat sedikit khawatir karena di belakang Kanaya beberapa guru sudah berjalan mendekati Shafiya. Bisa panjang masalah kalau sampai mereka masuk ke ruang konseling

"Eh udah, Nas" Salah satu dari yang menahan itu bicara, Kanaya sudah tidak peduli, dia harus segera melihat keadaan Shafiya yang sepertinya sudah mendapatkan pertolongan pertama dari guru konseling tadi

"Mbak kita gak sengaja kok" sebuah suara agak berat terdengar dari belakangnya

Kanaya meneruskan tatapannya memperhatikan adiknya yang sudah basah dan membasuh diri dengan handuk dingin, "Shafie udah dikompres?"

Shafiya terlihat ketakutan dan kemudian menoleh kepada Kanaya dengan cemas, "Panas" keluhnya lalu menelan ludah

Terjawab sudah kenapa sikap Shafiya yang akhir-akhir ini tampak uring-uringan setiap kali berangkat sekolah. Bahkan terakhir kali adiknya yang manis itu meminta pindah sekolah. Dia merasa gagal sebagai kakak untuk seorang Shafiya.

Kanaya menganggukkan keplanya, "Ya, udah. Habis ini gak usah sekolah dulu ya?"

Salah satu guru konseling mendekat dan menjelaskan kepada Kanaya, "Maaf Mbak Kanaya, Mbak sudah terlalu jauh. Mari kita bicarakan di kantor saja"

Kanaya hampir saja menganga mendengar ucapan guru itu. Dia memilih mengangguk dengan mantap kemudian memberikan tatapan meremehkan kepada cowok yang menyiram adiknya tadi, "Oke. Saya mau liat gimana sekolah ini kasih teguran ke muridnya ini"

IPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang