Episode: Archer (6)

2.6K 290 17
                                    

"Kita udahan, nih?"

Nadya menganggukkan kepalanya dengan mantap, menoleh kepada Esa dan kemudian tersenyum. "Kan seharinya udah lewat, Esaaaaa"

Cowok itu menggigit bibirnya. Nadya pikir, Esa pasti merasa bersalah karena sudah merenggut apa yang bukan haknya, sehingga sekarang cowok itu terlihat ragu ketika mereka akan turun dari mobil dan masuk ke hotel.

Sejak keluar dari rumah tadi pagi, Esa masih saja terus menanyakan hal yang sama kepadanya. Nadya merasa perlu meluruskan beberapa hal sebelum mereka keluar dari mobil ini.

"Duh. Udah, deh. Jangan ngerasa bersalah, gitu. Kan kemaren gue juga yang bilang gak apa-apa, lanjutin aja, Sa. Perlu gue repeat pake desahannya sekalian?"

Cowok itu menjatuhkan kepalanya ke kemudi. Nadya tertawa dengan pelan.

"Oh, come on. Udah, ya? Keluar dari mobil ini, balik jadi Esa-Nadya, temen kampus yang gak akrab-akrab banget..." Nadya membuka pintu di sampingnya kemudian menoleh kepada Esa yang menatapnya dengan satu alis terangkat, "Bye..."

"See you when i see you, Nad..."

"Thank you..."

...

Gadis itu menghilang dari pandangannya. Anggap saja, Esa sudah tidak mengambil pusing masalah itu. Tapi dia merasa tidak bisa meninggalkan Nadya begitu saja.

Ah, perempuan itu saja memilih untuk meninggalkannya, dan menyudahi acara pacaran satu hari milik mereka.

"Aselole, bapak GM muda ini. Kok tiba-tiba balik ke Jakarta lagi? Emak kangen?" Tanya Hendra ketika mendapati Esa yang sedang duduk di atas sofa apartement miliknya

"Oh, rahasia. Misi khusus..." Esa menjawab seadanya

"Mau nembak cewek, ya?"

"Mau bantuin, ya?"

Hendra melengos begitu saja ketika Esa bertanya kepadanya. "Ada-ada aja lu, Sa. Tumben cari cewek? Bukannya males pacaran lo?"

Esa mengangguk mendengar ucapan sahabatnya. Sejak putus dari pacar terakhirnya tiga tahun lalu, Esa tidak pernah mendekati gadis lagi. Malas. Pasti banyak kemauan dan rata-rata mereka mengajak ke jenjang serius. Sedangkan, Esa belum sanggup berumah tangga karena masih baru saja masuk ke dunia kerja. Bisa-bisa miskin dia tidak tahu akan makan apa. Mengingat gaya hidup saat ini sangat tinggi.

"Lo besok wisuda, kan?"

Hendra menganggukkan kepalanya kemudian memandang penuh haru kepada sahabatnya, "Romantis banget sih, GM muda ini. Dateng khsusus buat gue... Thank you, loh..."

"Yang wisuda kan gak cuma, lo. Ada anak-anak yang laen juga. Jangan kepedean najis gitu, dong..." Esa menggerutu lalu menepuk bahu sahabatnya, "Enaknya kasih apaan, ya?"

"Duit di amplopin minimal satu juta aja, Sa"

"Bukan elo..." Esa menggelengkan kepalanya, "Gue mau beli bunga sama boneka, ah. Doain gue dong, Ndra..."

Hendra menatap dengan bingung kepada Esa yang sekarang tampak kebingungan, "Anda kenapa, ya?"

"Eh, Nadya available kan?"

Hendra sukses menganga di tempatnya.

...

Happy graduation, Mine.

Wulan mengerjap bersamaan dengan Nadya yang baru saja dia perlihatkan sebuah postingan foto. "Yah, Esanya sudah ada yang punya..."

Nadya tidak menggubris dan kemudian meneliti foto itu sekali lagi. Itu kan dirinya sewaktu menakan eskrim dung-dung. Walaupun dari belakang, Nadya sudah hafal dengan bentuk tubuhnya sendiri. Esa mengambilnya.

Jantungnya langsung berdetak tidak normal sekarang. Beberapa teman mereka memanggil nama Nadya tapi perempuan itu masih saja berdiri kaku dengan menatapi ponsel Wulan.

"Nad! Nad! Esa!"

Pekikan Wulan menyadarkannya. Dia menoleh ke arah yang Wulan tunjukkan kepadanya. Cowok itu sedang menatap lurus kepadanya dan berjalan ke arahnya. Membawa satu buket bunga dan kemudian ketika mereka sudah berhadapan. Esa menarik tangan Nadya begitu saja dan menyerahkan buketnya sambil tersenyum.

"Hai..."

Wulan membekap mulutnya. Begitu juga dengan beberapa teman perempuan mereka yang lain yang berada di sekitar sana. "Nad. Nad... Kenapa Esa..."

Esa menoleh kepada Wulan, dan Nadya tidak segan-segan untuk membekap mulut cowok itu. Menarik Esa menjauhi keramaian walaupun percuma dan akhirnya memaksa cowok itu masuk ke mobil miliknya. Untung saja keluarganya beda mobil dengan Nadya. Bisa-bisa. Status Esa dan Nadya dipertanyakan disini.

"Lo ngapain, gilaaaaa?!" Sekarang semua mata sudah memandang ke mobil milik Nadya yang hanya berisikan dua orang itu. "Aduh, Esa sinting"

"Nad, gue mau memperpanjang kontrak pacaran kita. Gue gak mau sehari..." kata Esa dengan tegas kemudian menarik tangan Nadya dan menggenggamnya, "Gue serius..."

Nadya menghela nafas. Kemudian meninbang beberapa kali. "Bisa gak kalo hubungan kita lo perpanjang lebih lama..."

Esa mengerutkan keningnya. Mencoba memahami maksud ucapan Nadya kepadanya. "Boleh. Boleh banget. Mau selamanya? Ayo..."

Gadis itu menepuk keningnya. "Gue serius. Disini ada anak lo..." Nadya menunjuk perutnya membuat Esa menganga dengan tidak percaya, "Kan, kalo lo gak mau, ya gue gugurin aja..."

"Enak aja! Itu bukti kejantanan gue, Nad. Lahirin! Kita nikah pokoknya, enak aja lo maen udahan aja..."

Kali ini sukses Nadya yang menganga dibuatnya. Belum sadar dari keterkejutannya, Esa malah menunduk, membuka paksa stilletto miliknya dan membuka pintu mobil, "Sa, lo mau ngapain?"

"Lan! Wulan! Woy! Lan! Nih lo ambil sepatu tinggi-tinggi Nadya! Kalo perlu lo buang kek lo jual lagi gue gak peduli, Lan!" Lalu Esa menutup kembali pintunya dan menatap tajam Nadya, "Udah, Nad. Ke KUA yuk perpanjang kontrak..."

"Astaghfirullahalladzim, gak waras lo, gak waras. Gak mau, gak mau. Gila..." Nadya melepaskan diri dari pelukan Esa kepadanya

Esa menghela nafas saja ketika berhasil mendapatkan Nadya ke dalam rangkulannya. "Nad, gue udah naksir sama lo dari dulu. Thank you..." katanya lalu beralih ke perut Nadya yang masih datar, "Hai, sayang. Kejepit mulu ya karena kebaya, Mama. Sabar ya, bentar lagi sampe rumah kita telanjangin Mama" lalu mendaratkan kecupan singkat disana

"GILA SARAP GILA, LO!"

Archer: Selesai

...

Hanya satu jam buat nulis cerita ini. Jadi jangan tanya apa dilanjut atau gak. Jangan marahin kalo banyak typo sama gak jelas. Hehe.
Ayo kalian pasti bisa nulis kayak gini!

IPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang