Mengikuti sistem di sekolah memang selalu menyebalkan. Kanaya sampai mendengus berkali-kali. Menunggu penjelasan guru dan juga ucapan tidak penting kalau kedua orang tua anak yang menyiram adiknya itu akan datang ke sekolah. Peduli amat. Kanaya cuma peduli dengan hukuman yang akan di dapat anak yang sudah membuat kulit adiknya melepuh.
Jonas, nama anak yang sudah menyiram adiknya ternyata anak yang cukup berpengaruh di sekolah. "Saya gak sengaja bu" kata anak itu dengan nada yang sepertinya di buat-buat
Kanaya memutar bola matanya jengah, "I see you lying there. Saya yakin di ig atau youtube sekarang udah kesebar video kamu siram adik saya. Masih bisa bohong kamu ya? Pintar banget jadi anak."
Cowok itu memutar bola matanya malas
Ibu entahlah siapa yang Kanaya tidak ingin ketahui namanya menjelaskan kembali, "Mbak Kanaya, Jonas kan sudah bilang kalau dia tidak sengaja"
Kanaya memutar bola matanya jengah. Sekolah macam apa ini?
Ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka. Kedua Orang tua Jonas yang masuk mencuri perhatian dengan penampilan khas seperti orang tua berusia lanjut yang sepertinya tidak begitu menyukai ruangan konseling ini
Ibu tadi kembali bicara, "Maaf ya pak bu. Sampai di panggil ke sekolah buat urusin anaknya"
Cowok itu menyela dengan cepat sebelum kedua orang tuanya salah menangkap masalah yang dimaksud gurunya, "Jonas gak sengaja, Ma, Pa"
Mama Jonas terlihat lebih santai dan memandang guru yang terlihat menghormati dirinya itu, "Bu Ratih? Bisa kita urus seperti biasa?"
Ternyata namanya Bu Ratih. Ibu itu kembali menghadap Kanaya dan tersenyum manis, "Mbak Kanaya, saya yakin ini cuma kesalah pahaman"
Jadi begini cara mainnya? Baiklah, Kanaya juga sepertinya sudah bosan dan akan melelahkan untuk terlalu ngotot dengan mereka, "Iya saya yakin juga begitu. Gak ada yang salah sama cara mendidik ibu sama bapak. Saya yakin kalian pasti melakukan yang terbaik buat anak kalian as my parents did to us. Saya cuma gak yakin Jonas ini sudah melakukan apa yang kalian ajarkan apa belum"
Telak. Kanaya hampir saja tersenyum melihat bagaimana Jonas dan beberapa orang menatapnya tidak percaya
Jonas tidak peduli, dan kembali melirik ke orang tuanya, "Pah, Jonas kan udah bilang gak sengaja"
Kanaya menghela nafas, menoleh kepada Bu Ratih dan berkata, "Bu Ratih, kalau masih ada kasus seperti yang adik saya alami, sepertinya Bu Ratih kurang tegas dan kurang dekat sama anak-anak didik Bu Ratih. Sebelum bicara panjang lebar yang bikin makin salah paham, saya juga mau minta maaf ke orang tua Jonas karena sudah menyiram san menampar anaknya"
Shock. Jelas saja, Kanaya mengucapkan semua deretan kalimat itu dengan nada bersalah tapi juga angkuh dan dominan di saat bersamaan
Kembali perempuan itu membuat mereka terdiam dengan penjelasan selanjutnya, "Saya siap dengan konsekuensi saya. Karena saya gak menyesal sudah membela adik saya yang terang-terangan dibuat hampir menangis sama Jonas. Bu Ratih, saya minta izin mau membawa Shafie pulang. Saya rasa Shafie akan beristirahat di rumah beberapa hari ke depan. Permisi"
Bu Ratih yang menyadari perubahan sikap Kanaya mencoba menahan perempuan itu agar mereka bisa menyelesaikan masalah secara baik-baik, "Mbak Kanaya---" panggilnya
Kanaya sudah berdiri dari duduknya, "Maaf sekali lagi Pak, Bu. Kalian bisa menghubungi saya kalau-kalau kalian mau menuntut saya atau bagaimana. Tapi sekarang saya mau bawa pulang Shafie dulu"
...
Shafiya sudah tersenyum di depan Kanaya sambil sesekali meringis karena kulitnya yang masih perih, "Kak makasi ya..." katanya dengan tulus
Kanaya mencebik, "Ck. Mama sama Papa tau?"
Shafie menggelengkan kepalanya, "Percuma. Mau bikin ribut apa sama orang tua Jonas. Mereka kan tajir banget kak, bisa kalah kita"
Perempuan yang sedang sibuk memesan taksi online itu hanya mengedikkan bahu saja kemudian menoleh kepada adiknya. Mengetuk-ngetuk kening adiknya dengan tangan kanannya, "Ck. Kalo mereka cari ribut lagi, bilang aja. Oh, iya. Ntar kakak bikinin surat ijin dari temen kakak yang dokter ya, biar elo bisa liburan sepuasnya..."
Adiknya langsung memberikan dua buah jempol kepada Kanaya, "Mantap!"
Kanaya menggelengkan kepalanya. Kakak macam apa dia? Orang mungkin akan dengan ringan hati menyuruh adiknya berangkat sekolah, tapi Kanaya malah lebih senang adiknya liburan di rumah.
Okay, Kanaya berkata dalam hati meyakinkan dirinya. Shafiya juga butuh liburan psikologis atas apa yang dialami gadis itu jadi keputusan Kanaya untuk membantu adiknya bolos adalah sesuatu yang bagus.
