Dua tahun adalah waktu yang cukup lama untuk mereka berdua. Sampai akhirnya sepucuk undangan itu datang ke rumah Heksa dengan kedatangan ibunya yang bahagia. Ibunya memeluknya kemudian memandang sedih kepada Heksa dan mengajak putranya untuk bicara di taman belakang
"Kamu datang?" Tanya Ibunya ketika Heksa termenung dihadapannya. "Gak apa-apa kalo gak dateng. Toh acaranya gak di Jakarta"
"Aku dateng, Bu" Jawab Heksa dengan berat hati dan mencoba tersenyum ketika akhirnya ibunya menatap dengan khawatir, "Dulu aku paksa Sara buat dateng pernikahan aku. Kenapa aku gak dateng di hari bahagia dia, kan?"
Ibunya menganggukkan kepala dengan bibir yang menggurat ke bawah. Sedih dengan apa yang dialami putranya, "Kamu sayang sama Sara?"
Heksa mengangguk menjawab pertanyaan ibunya kemudian kembali termenung memandangi cangkir tehnya. Tentu saja dia menyayangi Sara, dan akan selalu seperti itu entah sampai kapan. "Siapa yang gak sayang sama Sara, kan?"
"Ibu tau keputusan kamu menikah waktu itu, Sa..." kata ibunya kemudian menghela nafas, "Sara tau kamu akan bercerai?"
Heksa tidak tahu harus menjawab apa. Tapi kemudian dia berkata kepada ibunya dengan tenang-setidaknya dia mencoba tenang untuk mengatakannya- "Jangan sampe dia tau"
"Kamu takut dia berharap karena kamu bercerai...?"
Heksa membenarkan ucapan ibunya. Dia takut Sara mengetahuinya dan kembali menemuinya.
"Kalian pasangan yang serasi, tau?"
Pria itu mencoba tersenyum kemudian kembali termenung. Semua orang juga bilang begitu. Hanya dia yang mengerti kegilaan Sara dan hanya Sara yang mampu memenangkan Heksa yang pendiam ini. Mereka saling melengkapi satu sama lain selama belasan tahun sejak mereka sekolah menengah pertama. Heksa selalu ada di sana. Sara selalu ada di sisinya. Mereka menikmati hujan bersama, terik matahari panas masih bisa membuat mereka tersenyum. Bahkan demam pun, Sara akan disana tersenyum untuknya.
"Sara nangis waktu kamu menikah. Dia sakit sampai beberapa hari" Ibunya terisak dengan pelan, "Maafin ibu, ya. Maafin Ayah juga yang bikin kalian kepisah begini. Kalo bukan karena kami..."
Heksa memandang ibunya dengan lemah
"Kamu sama Sara pasti jadi pasangan paling serasi..."
"Jangan ngomong gitu, Bu. Ini salah Heksa karena gak bisa jaga perasaan dan biarin Sara ikut maunya Heksa..." kata pria itu dengan lemah dan kembali mencoba tersenyum kepada ibunya
Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan mata yang sudah berair, "Ibu tau gak ada perempuan lain yang bisa seperti Sara ke kamu dan gak ada perempuan lain yang bisa mengisi kekosongan kamu seperti Sara..."
Heksa menelan ludah dengan terpaksa. "Ya..."
"Ibu tau kamu terpaksa menikah dua tahun yang lalu supaya kalian bisa mengakhiri hubungan kalian, kan? Kamu sengaja bikin Sara benci sama kamu, Sa..."
Sekali lagi, ibunya mengatakan semua kebenaran yang hanya Heksa pendam untuk dirinya sendiri
"Kamu terpaksa melepaskan Sara karena keluarga besar kita, kan? Karena kamu tau kalo misalnya nama keluarga besar kita akan rusak kalo mereka tau hubungan kamu sama Sara dan soal perasaan kalian?"
Heksa menatap ibunya dengan susah payah, "Ibu yang pernah bilang jangan, terus sekarang ibu menyesal sama semua keputusan Heksa?"
Ibunya menggelengkan kepala dengan sedih, "Percuma kamu melakukan semua itu kalo kamu belum merubah perasaan kamu ke Sara, Sa. Kalian cuma akan menyakiti satu sama lain kalau begini terus..."
Pria itu mengerti maksud ibunya, tapi tidak ada yang bisa menggantikan Sara di hatinya. Juga dirinya di hati Sara. Heksa sangat mengenal perempuan itu.
"Kamu gak boleh menyimpan perasaan seperti itu ke adik kamu sendiri, Sa..."
Ah. Kenyataan sialan yang membuat dirinya harus melepaskan Sara. Heksa menyadarinya sekarang. Sedalam apapun sayangnya kepada Sara. Akan selalu salah karena mereka terikat darah. Ayahnya adalah kakak dari ayah Sara. Tidak mungkin mereka akan bersama kalau keadaannya begini. Keluarga besar mereka adalah keluarga terpandang yang menjunjung nilai sosial. Sehingga perasaannya dan Sara akan dianggap sangat tabu.
Heksa memandang dengan pedih kepada ibunya kemudian, "Heksa tau, Bu..."
Dengan percakapan yang berakhir kepada Heksa yang berjanji ke Ibunya. Satu minggu kemudian pria itu hadir ditemani istrinya datang ke pernikahan Sara dan melihat calon suami perempuan itu melakukan hal yang sama seperti dirinya dua tahun yang lalu.
Heksa menghela nafas dengan berat ketika pria itu berhasil mengucapkan kalimat ijab kabul dengan satu kali tarikan nafas. Dia menelan ludahnya dengan kasar.
Sudah selesai semuanya. Dia dan Sara hanyalah masa lalu dan sekarang mereka hanya akan menjadi sepupu yang bertemu satu tahun sekali pada hari raya. Tidak ada lagi Sara yang akan tersenyum kepadanya.
Begitu juga dengan Sara yang melihat Heksa menatapnya dari kejauhan ketika perempuan itu berjalan menuju suaminya. Dia sempat ingin berlari memeluk Heksa, menanyakan kabar pria itu dan bercanda. Tapi itu tidak mungkin, kan?
Heksa tertunduk dan berusaha tersenyum ketika melihat Sara tersenyum saat pandangan mereka bertemu.
Selesai sudah cerita antara Heksa dan Sara. Mungkin kalau mereka tidak bersaudara, mereka tidak akan mengenal satu sama lain. Jatuh cinta dan patah hati sehebat ini.
Heksa dan SaraSelesai