Kalau harus memilih, Nadya tidak akan mau datang berpanas-panasan begini hanya untuk memberikan sebuket bunga dan juga bungkusan kado kepada salah satu sahabatnya yang wisuda hari ini. Mending juga nanti mereka bertemu di rumah merayakan kelulusan sahabatnya dibanding menunggu tidak jelas di lapangan yang selalu menjadi ikon istimewa untuk kampus ternama Indonesia itu.
Memang sudah tidak ikhlas jadi mau bilang apapun, tetap saja, Nadya tidak bersedia panas-panas begini menunggu seseorang. Beberapa orang, mungkin seharusnya, tapi dia tidak mengenal dengan dekat empat orang wisudawan lainnya yang satu jurusan dengannya.
Ditambah dia seorang diri menunggu di tengah keramaian ini, membuat Nadya semakin tidak rela duduk disana berlama-lama. Kacamatanya melorot beberapa kali. Bahkan dia sudah tidak peduli dimana dia duduk dan bagaimana penampilannya saat ini. Untuk sementara biarlah. Toh hanya untuk sahabatnya seorang yang tidaj tahu diri itu.
Beberapa orang yang dia kenal mulai berfoto di dekatnya. Ada yang memintanya bergeser sedikit. Merusak pemandangan, mungkin. Mengingat bagaimana penampilan Nadya yang bisa dikategorikan seperti penjual bunga keliling pada malam minggu dibanding gadis remaja pada umumnya, yang cantik dan modis maksudnya.
"Nadi!!!!"
Nadya menoleh kepada Wulan yang sudah berjalan kepadanya. Perlu Nadya ingatkan, apapun yang terjadi dengan make up atau riasan Wulan, tidak akan merubah Wulan menjadi primadona seketika. Bukannya kenapa, tapi Nadya harus mengakui kalau dirinya dan Wulan itu, Wulan saja sepertinya, tidak menarik. Terbukti sejak tadi tidak ada yang menggubris mereka.
"Nih, selamat ya. Panas-panas gue, nih. Harus makasih pokoknya!" Ketus Nadya tapi mau tidak mau dia tersenyum juga, memeluk Wulan dengan gemas karena tubuh gempal perempuan itu, "Mana temen lo yang laen? Eh, eh..."
Merasa ditarik paksa, Wulan menyipitkan matanya dengan curiga. Nadya mendekatkan wajahnya dan mereka bergosip kecil seperti biasa
"Lo wisuda barengan Esa?"
Wulan menganggukkan kepalanya dan kembali berdiri dengan tegak merapikan toganya. Esa Pradana adalah salah satu cowok ganteng yang sepertinya tidak sengaja terjerembab di jurusan mereka. Kalau tidak salah, cowok itu sering dapat tawaran casting tapi selalu menolaknya. Anaknya juga baik dan cool-cool bagaimana gitu. Idola di kampus. Bersama dengan dua temannya yang wisuda hari ini, mereka melengkapi pemandangan cowok tampan dan available yang wisuda hari ini.
"Iya, gue lupa bilang sama lo kalo wisudaan bareng Esa ganteng idola semua idola..."
Nadya nencebik. Kalau sudah enaknya saja, Wulan akan melupakannya. "Terus-terus? Ada ceweknya?"
"Kan jomblo..." Wulan menggelengkan kepalanya kemudian
Beberapa menit mereka hampir seperti anak kecil yang sibuk dengan gula kapas membicarakan Esa dan kawanannya yang berada tidak jauh dari mereka saat itu. Sampai akhirnya seseorang mendekat
Hendra. Salah satu sahabat Esa mendekat dan menyapa mereka dengan ramah. "Eh, foto bareng buat jurusan ya. Lo juga, Nad..."
Nadya mengangguk dengan mantap. Dia mengatur nafasnya karena tiba-tiba saja Esa juga Hendra berdiri di dekatnya dengan cukup rapat, dan Hendra yang merangkul bahunya.
Bukannya tidak nyaman. Tapi Nadya merasa apakah dia terlalu beruntungg diapit dua cowok ganteng sekampus yang jadi idola cewek-cewek dan dedek-dedek ini. Maka dengan canggung Nadya tersenyum ke arah kamera kemudian tersenyum kepada Hendra dan Esa bergantian.
"Selamat ya, Sa. Semoga ilmunya barokah dan bisa diamalkan dimana aja..." kata Nadya sambil menyalami lelaki itu
"Wuoooo" Esa hanya menyengir begitu saja mendengarnya, "Thank you. Mana bunga buat gue? Hayooo lo gak tau ya gue wisuda?"
Nadya mengangguk beberapa kali, "Ya, iyalah. Anak-anak juga gak bilang. Kapan-kapan aja ya, kalo gue wisuda lo dateng ya..."
"Iya, Nad. Kalo sempet ya..." lalu Esa hanya berlalu begitu saja, kembali bersama sekumpulannya
Hendra menepuk lengan Nadya kemudian menatap perempuan itu sebentar, "Woh, lo wisuda barengan sama gue? Enggak?"
"Lo kapan?" Nadya mengernyitkan keningnya, memikirkan kemungkinan kalau segerombolan anak gaul ini wisuda bersamaan dengan dirinya, pasti dirinya akan tersisihkan
Hendra terlihat tidak berpikir dengan panjang dan langsung menjawab, "Bulan depan..."
"Ohhh..." Nadya memalingkan tubuhnya menatap Wulan, "Lan bulan depan Hendra wisuda, sama gue..."
Hendra tertawa dengan pelan dan lucu seperti biasa. Manis. Kalau kata orang-orang yang melihat. "Dateng ya, Lan. Kalo sempet sih..."
"Iya, kayaknya aja liat ntar. Eh, gue sama Nadya balik duluan ya?"
Hendra mengangguk dan mempersilahkan dua perempuan itu untuk meninggalkannya, "Oh, iya. Sip. Sip. Sukses ya, Lan. See you on top..." lalu mengacungkan ibu jarinya
Sementara, Nadya dan Wulan sudah melipir sambil bergosip seperti biasa, "Aduh, gue wisuda bareng mereka. Aduh, terkucilkan maning. Terkucilkan maning dah..."
"Ih. Sapa suruh diajak daftar barengan malah gak mau..." Wulan kemudian berdiri di depan sahabatnya, "Gue balik duluan ya? Lo ikut, makan siang, ntar jangan lupa. Lo ikut mobil gue apa gimana?"
"Aduh. Gue bawa sendiri. Ketemu di tempat aja, ya?"
Wulan memandang dengan curiga. "Awas lo kalo gak keliatan. Ajak anak-anak yang laen, itu siapa sih namanya, Chantika, Theon, sama Iyan..."
Nadya mengangguk dengan cepat, "Ini gue mau jemput mereka, bu. Santai. See you soon..."
