"Rei?" tanya Yudha sambil menggedor-gedor pintu ruangan pribadi Reiza. Di tangan kirinya dia membawa secangkir teh hangat yang akan ia berikan pada Reiza. "Rei tolong buka dong pintunya," perintah Yudha sambil mengeraskan gedorannya di pintu ruangan pribadi Reiza.
Reiza membuka pintu ruangan pribadinya dengan penampilan yang acak-acakan. "Jika kau datang ke sini hanya untuk meminta maaf. Mendingan gak usah datang ke sini soalnya aku udah maafin kamu, tapi kamu gak usah lagi berdiri di depanku," kata Reiza, lalu menutup pintu ruangan pribadinya lagi.
"Rei! Tunggu! Aku mau jelasin ke kamu yang sebenarnya!" teriak Yudha sambil menggedor-gedor pintu ruangan pribadi Reiza lagi.
"Paling kalau dia gak kuat bakal bunuh diri di ruangan pribadinya," sahut Debora yang entah sejak kapan sudah bersandar di dinding sebelah kiri pintu ruangan pribadi Reiza.
"Bacot! Diam aja kau!" bentak Yudha pada Debora. Yudha kembali menggedor-gedor pintu ruangan pribadi Reiza. "Rei! Bukain!" teriak Yudha.
Debora tersenyum, lalu mengambil cangkir yang ada di tangan kiri Yudha. Setelah itu Debora meminumnya. "Hey itu untuk Reiza!" teriak Yudha sambil kedua tangannya berusaha mengambil cangkir yang diambil Debora tadi.
Namun Debora makin menjauhkan cangkir itu dari jangkauan Yudha. Setelah itu dia menumpahkan seluruh isi cangkir tersebut di atas kristal es di bawahnya. "Ohh maaf," kata Debora dengan wajah mengejek, lalu mengembalikan cangkir yang sudah kosong kembali pada Yudha. "Tapi enak kok tehnya, makasih ya," kata Debora sambil menepuk-nepuk pipi kiri Yudha berkali-kali. Setelah itu Debora pergi meninggalkan Yudha dengan emosi yang tak bisa dia luapkan lagi. Ingin rasanya Yudha menghajar Debora, tapi emosinya sudah tidak bisa dia luapkan melalui amarah lagi.
"Untung kamu manusia. Coba kalau kecoak udah aku injak!" gumam Yudha, lalu Yudha balik ke dapur untuk mengembalikan cangkir yang kosong di tangan kanannya.
***
Malam hari ke 4 pukul 23.58Malam ini kristal es telah berhenti menghujani area permainan. Sudah kira-kira 3 jam yang lalu. Selain itu suhu ruangan sudah diatur ke titik 40 derajat Celsius kembali. Hal inilah yang membuat Reiza jatuh sakit karena perubahan suhu yang sangat ekstrim dalam sehari. Tumpukan kristal es yang menghiasi jalanan di area permainan kini mulai mencair. Untuk menghindari banjir, host menyarankan semua peserta masuk ke ruangan pribadi masing-masing, lalu menyedot genangan air di setiap sudut-sudut area permainan. Setelah area permainan bersih dari banjir, host menyuruh Debora untuk keluar dari ruangan pribadinya.
"Aku tak tahu harus berbuat apa, bahkan kau jauh lebih menyeramkan dari yang aku kira," kata host pada Debora.
Debora tersenyum sinis pada host. "Jadi kau mulai takut sekarang dengan aku?" tanya Debora dengan nada menantang.
"Cih! Sapa yang takut sama kamu! Lihat aja siapa yang bakal menang di sini! Aku atau kamu?" tantang host.
Debora tertawa kecil. "Ohh aku tahu pasti kau akan bunuh aku kan?" tanya Debora yang membuat host diam. "Bilang saja dari awal jika kau ingin semua yang ada di sini mati, sekalipun orang itu menang ya kan?" tanya Debora lagi.
"Ihh! Sotoy kau! Terlalu murahan bagiku untuk membunuh kalian dengan cara seperti ini!" jawab host dengan nada mengejek.
"Buktinya kau menginginkan kami untuk saling membunuh yang nantinya akan muncul siapa pemenangnya. Jika sudah ada pemenangnya bukankah kau akan membunuh pemenang tersebut bukan agar semuanya mati di tanganmu?" tanya Debora.
"Ngaco! Udah bilang kalau kamu itu sotoy!" balas host. "Kami memang telah merencanakan sesuatu selanjutnya bagi pemenang, tapi semua omonganmu itu salah," kata host, lalu dia menutup mulutnya dengan kedua tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Show: Werewolf Party Game
Mystery / Thriller12 remaja terjebak dalam sebuah gedung yang mengharuskan mereka untuk bermain werewolf party game. Mereka harus menemukan dengan segera siapa di antara mereka yang memegang kartu werewolf lalu membunuhnya untuk bisa menyelesaikan permainan ini atau...