Akupun hanya bisa ber o ria mendengar penjelasan Yudha. Entah apa yang ada di pikiran dalang game ini? Namun jebakan-jebakan tersebut sukses membuat kita makin kesusahan di sini. Kini kami semua berkumpul di ruang pertemuan dengan suasana canggung setelah mendengar penjelasan Yudha, kecuali Kelly yang masih setia menangis sambil memeluk kedua lututnya. Menurut cerita Yudha barusan, Yudha tadinya adalah korban dari kabut asap halusinasi tadi. Katanya Yudha bertemu dengan semua anggota keluarganya, termasuk adiknya yang dalam kenyataannya adiknya telah meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan.
Efek dari kabut asap halusinasi tadi adalah sikap kita menjadi lebih agresif dalam beberapa menit dan tidak bisa membedakan dunia nyata atau tidak.
"Ngomong-ngomong habis ini kita disuruh masuk ke kamar," kata Kevin dengan sedih.
"Kok aku takut ya?" sahut Banis. "Beneran gak nyenyak nih tidurku malam ini."
"Siapapun yang punya roleplay werewolf tolong cincang Kevin ya," canda Lidya.
"Ehh jangan kali! Aku masih takut mati nih!" balas Kevin.
"Takut mati karena dosa atau takut mati karena masih jomblo?" tanya Yudha.
"Dua-duanya," balas Kevin dengan sedikit emosi.
Tiba-tiba listrik di ruangan pun padam. Seketika suasana ruangan pertemuan jadi ricuh. "Ehh kok dimatiin sih?" komentar Yudha.
"Ihh aku gak mau ketemu sama Mbak kunthi," kata Kevin dengan nada tinggi.
"Ehh Vin! Kau ngapain pegang-pegang hidungku huh?" teriak Theo pada Kevin.
"Maaf-maaf gelap kali Om," kata Kevin yang membuat kami tertawa sejenak.
"Ehh ini absen dong. Jangan-jangan yang gak bersuara ini werewolf dan tiba-tiba pas lampu udah nyala ntar udah ada yang mati nih," kata Bima dengan suara getir.
Tiba-tiba suara sirine panjang menggelegar ke seluruh penjuru ruang pertemuan. "Semuanya segera masuk ke kamar kalian masing-masing!" teriak host dengan lantang. Kami semua segera berdiri dan berjalan dalam kegelapan ke arah kamar atau ruangan pribadi kami. "Dipercepat!" teriak host tersebut yang membuat kami semua mempercepat langkah kami bahkan saling bertabrakan satu sama lain.
Beruntung nama di pintu-pintu itu bercahaya. Jadi tak sulit bagi kami untuk mencari ruangan pribadi kami dalam kegelapan. Akupun masuk ke ruangan pribadiku, lalu melihat ada sebuah lilin besar di atas meja. Di sebelah lilin tersebut ada secarik kertas.
"Jangan pernah padamkan nyala api di depanmu atau kau tidak akan pernah melihat cahaya selamanya!"
Akupun tersenyum kecil membaca tulisan di kertas tersebut. Namun aku melihat kejanggalan bahwa laci mejaku terbuka. Saat aku melihat ke dalam laci tersebut terdapat seragam SMA yang masih putih bersih. Namun aku mengembalikannya lagi karena aku takut itu adalah jebakan lagi. Akhirnya aku menutup laci mejaku tersebut.
Aku membuka satu persatu kancing seragamku dan kulepas seragam lusuh itu dari tubuhku, sehingga tersisa kaos putih polos yang telah aku pakai sebagai kaos rangkapan sejak hari terakhir MOS di sekolahku. Di sekolahku terdapat aturan MOS yang menyulitkan bagiku yaitu semua cewek harus memakai kaos rangkapan berwarna putih atau hitam polos selama kegiatan MOS berlangsung. Jadi semua cewek pakai kaos rangkapan sepertiku.
Aku melipat seragam lusuhku ini, lalu menaruhnya di atas meja. Di tengah suasana seperti ini, rasa penasaran ku makin memuncak. Seandainya aku memiliki roleplay werewolf hunter mungkin aku akan mencurigai Banis sekarang. Soalnya dari tadi dia terlihat panik seharian, walaupun masih bisa bercanda. Namun siapapun target werewolf malam ini, aku berharap semoga bukanlah aku atau sahabat-sahabatku. Sebenarnya egois sih berharap seperti itu, tapi mau bagaimana lagi waktu sudah mulai malam dan werewolf pun harus membunuh satu orang di malam ini bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Show: Werewolf Party Game
Mistério / Suspense12 remaja terjebak dalam sebuah gedung yang mengharuskan mereka untuk bermain werewolf party game. Mereka harus menemukan dengan segera siapa di antara mereka yang memegang kartu werewolf lalu membunuhnya untuk bisa menyelesaikan permainan ini atau...