Sunset di Pantai

118 8 0
                                    

Hari ke 3 pukul 17.35

Semuanya hening sambil menikmati angin pantai yang meniup lembut setiap rambut mereka, desiran ombak yang mulai menyapu bersih sampah-sampah di pesisir pantai, dan langit cerah berwarna oranye jingga menyiratkan betapa indahnya dunia ini. Tak ada sesuatu yang bisa mendefinisikan keindahan yang mereka alami saat ini. Masing-masing melihat detik-detik dimana matahari mulai membenamkan dirinya agar giliran sang rembulan yang menghiasi gelapnya langit malam dengan jutaan bintang di sekitarnya. Sungguh pemandangan pantai yang begitu tenang, tak terlalu banyak orang yang berdiri di pesisir pantai, hanya 6 orang, yaitu Yudha, Reiza, Debora, Kelly, Lina, dan Evelyn. Entah apa yang membuat si dalang permainan membawa mereka ke sini? Namun mereka sangat bersyukur bisa menikmati pemandangan pantai di pulau ini dengan begitu indah sampai mereka sendiri tak bisa menuliskannya lagi dengan kata-kata.

"Terkadang kita selalu melihat kehidupan dari sisi buruknya, padahal sisi baik dari kehidupan kita begitulah indah, bahkan kita tak bisa berkata-kata lagi untuk mendefinisikan keindahannya," kata Kelly memecah keheningan di antara mereka.

"Benar aku baru pertama kali melihat matahari terbenam di pantai seperti ini," sahut Lina. "Sungguh indah ya," lanjut Lina dengan kedua mata berbinar-binar ketika melihat matahari makin terbenam di ufuk barat sana.

Evelyn jatuh berlutut, lalu kedua tangannya menutupi wajahnya. Terdengar suara tangisannya yang terisak-isak dan tubuhnya mulai bergetar. Tak lama kemudian, Evelyn berteriak sangat keras. Dia berharap teriakannya bisa melampiaskan segala emosi yang selalu dia timbun di dalam hatinya. "Lyn? Kenapa?" tanya Kelly sambil berlutut di depan Evelyn.

Kedua mata Evelyn berkaca-kaca mengingat masa lalunya yang begitu hancur akibat pacarnya. Sejak dia putus dengan pacarnya di waktu itu di pantai waktu matahari mulai terbenam, dia mulai benci dengan pemandangan seperti ini, dia mulai benci dengan mantan pacarnya, dia mulai benci dengan orang lain, bahkan dia mulai benci dengan dirinya sendiri. Kehidupannya benar-benar hancur semenjak dia putus dengan mantan pacarnya dulu. Dia menjadi orang pemurung, pendendam, bahkan mulai berani melawan kedua orangtuanya yang terus mengekang dia agar tidak boleh berpacaran lagi. Namun sayangnya Evelyn bandel, sehingga dia berpacaran lagi dengan harapan agar dia bisa putuskan hubungan dengan cowok seenaknya agar mereka mengerti betapa pentingnya menjaga hati cewek.

"Aku gak pernah nyangka kalau kamu pernah pacaran," kata Debora sarkas setelah Evelyn menjelaskan semua masa lalunya. Evelyn menatap tajam pada Debora yang memandangnya dengan tatapan remeh. Namun Kelly cukup peka, sehingga dia menangkup kedua pipi Evelyn, lalu menghadapkan wajah Evelyn di depannya.

"Lyn, jika hatimu sudah hancur apakah kau akan terus membiarkan hatimu hancur sampai akhir hidupmu?" tanya Kelly.

Evelyn menggeleng kepalanya lemah. "Tapi aku gak bisa biarkan orang yang telah menghancurkan hatiku hidup bebas seenaknya dengan orang lain," balas Evelyn.

"Ampuni dia," kata Kelly dengan nada lembut.

Evelyn makin menangis, tapi menangis karena emosi. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan emosi. "Gak! Gak akan kumaafkan dia!" balas Evelyn.

Kelly makin menghimpit kedua pipi Evelyn dengan tangannya. "Sampai kapan kau akan menyimpan dendam itu ketika orang-orang di sekitarmu sudah mulai banyak mengalami perubahan dalam hidupnya?" tanya Kelly. "Percayalah ketika kau mengampuni orang-orang yang telah menyakitimu, kau akan merasa ada sesuatu yang bebas di hatimu dan hidupmu mulai banyak perubahan ke arah positif," lanjut kata Kelly.

"Gampangannya sih kalau rumahmu banyak sampah, apa kamu bakal terus nimbun sampah itu agar makin banyak lalat yang datang di dalam rumahmu?" tanya Lina.

"Ya aku bersihin lah sampahnya biar gak makin banyak lalat nya. Hanya orang bego aja yang nimbun sampah-sampah yang gak berguna terus menerus," jawab Evelyn.

Future Show: Werewolf Party GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang