Akupun berjalan mengitari gedung ini sambil mengedarkan pandangan ke sudut-sudut ruangan dengan lekat-lekat sambil berusaha membuka jendela maupun pintu yang ada di sini. Namun semua sama saja semua pintu yang berhubungan dengan alam bebas tertutup dan dikunci serta semua kaca jendela di sini tidak bisa dirusak dengan benda tumpul apapun. Aku membuang napas lesu dan mengamati sebuah pintu berukuran 2 x 2 meter yang berada tepat di atas kepalaku. Apakah ada ruangan lain di atas? Aku mengambil kursi yang cukup tinggi dengan cepat dan menaruhnya tepat di bawah pintu tersebut, lalu aku naik ke atas kursi berusaha menggapai ganggang pintu yang ada di atas sana.
"Hey kamu mau ngapain?" tanya seseorang dari sebelah kiriku. Aku meliriknya dan memutar bola mataku ternyata dia adalah Jonathan.
"Ehmm ... aku curiga di sini ada ruangan tersembunyi atau mungkin jalan keluar untuk kita" jawabku ragu. Tiba-tiba Jonathan mengambil tongkat pramuka, lalu mendorong ke atas pintu tersebut dengan tongkat di genggaman kedua tangannya sampai pintu itu terbuka, tapi ada sebuah sinar putih langsung menyerang kelopak mataku. Segera aku menutup mataku, lalu mengerjap sejenak.
"Payah! Kayaknya ini loteng dehh," kata Jonathan. Aku segera melirik ke atas untuk melihat apa yang ada di atas sana. Dari sini aku hanya melihat dedaunan pohon--entah apa itu-- yang sedang menari-nari tertiup angin di atas sana beserta sinar matahari pagi yang masih malu-malu menyinari cakrawala di atas sana.
"Mata kamu tak apa?" tanya Jonathan tiba-tiba.
Aku menoleh ke Jonathan. "Ehh? Kenapa emang?" tanyaku curiga.
"Tadi aku melihat ada seseorang berjubah hitam seperti host tadi yang mengarahkan cahaya senter nya ke matamu, lalu mengarahkan juga ke mataku," jelas Jonathan yang membuatku makin bingung.
Dubrak
Tiba-tiba pintu yang ada di atasku tertutup kembali seperti ada orang yang menutupnya dari atas, lalu terdengar pintu ini mulai dikunci dari atas. Jonathan dengan cekatan langsung mendorong kembali pintu di atas tersebut dengan tongkat pramuka, tapi sia-sia karena pintu itu sudah terkunci.
"Sial!" pekik Jonathan. "Awas aja akan aku bakar tempat ini!" ancam Jonathan yang entah mengancam pada siapa.
"Reiza kau menemukan sesuatu?" tanya Yudha dari belakang.
Akupun menoleh ke belakang dan menggeleng lemah. "Kamu?"
"Semuanya benar-benar di desain untuk kita tidak bisa melarikan diri dari sini," katanya yang membuatku menjadi lesu lagi. Akupun melompat dari atas kursi, lalu mendaratkan kedua kakiku di atas lantai yang beruntung aku bisa menahan berat tubuhku sendiri.
"Aku punya ide," celetuk Jonathan, "Tapi aku mau mandi dulu deh nih badan udah gatal semua." Jonathan langsung melenggang pergi meninggalkanku dan Yudha.
"Emangnya kita pingsan berapa hari ya?" tanya Yudha tiba-tiba sambil memandang dirinya sendiri dengan jijik.
"Aku tak tahu dan tak mau tahu! Apapun itu kita harus cari jalan keluar dari sini!" ucapku yang penuh keras kepala.
"Tapi Rei ...,"
"Apa? Jangan bilang kamu mau berdiam di sini dan mengikuti permainan bodoh itu?" sahutku yang membuat Yudha bungkam. Aku jadi merasa bersalah karena emosiku tak terkendali saat ini. "Maaf tapi tekadku bulat! Aku ingin kabur dari sini dan tak mau main macam itu!"
"Rei, aku paham situasi seperti ini tapi ayolah kita pikirkan bersama-sama. Jangan sampai kamu terlalu ambisi yang bisa membuatmu celaka dan orang lain ikutan celaka juga," ucap Yudha.
"Ngomong-ngomong kamu sudah membaca kartu roleplay kamu?" tanyaku mengalihkan topik.
"Jangan kau beritahu Yud! Jika kamu sampai beritahu bisa-bisa host menembak kalian berdua sekarang," ucap Bima tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Show: Werewolf Party Game
Misterio / Suspenso12 remaja terjebak dalam sebuah gedung yang mengharuskan mereka untuk bermain werewolf party game. Mereka harus menemukan dengan segera siapa di antara mereka yang memegang kartu werewolf lalu membunuhnya untuk bisa menyelesaikan permainan ini atau...