Skakmat

151 8 0
                                    

"Skakmat," gumam Debora dengan nada yang sangat pelan sampai-sampai Lina yang jauh darinya tidak bisa mendengarnya. Debora tersenyum puas melihat hal ini terjadi di luar prediksi dan rencananya. Seakan-akan semuanya ini kebetulan yang terjadi begitu saja. Benar-benar jauh dari apa yang dia kira.

"Gak! Aku yakin ini pasti kartu palsu kan?" tanya Reiza sambil menunjukkan kartu roleplay bergambar werewolf tadi di depan muka Lina.

"Apa matamu sudah rabun? Sudah jelas di sana gambarnya werewolf," bentak Lina. Setelah itu dia mengeluarkan kartu roleplay miliknya sendiri, lalu menunjukkannya pada Reiza. "Nih kartunya saja bentuk dan sifatnya saja sudah mirip dengan kartu roleplay milik kita," kata Lina sambil menepuk dahi Reiza dengan kartu roleplay miliknya. Debora yang tak mau kehilangan kesempatan juga ikutan melihat kartu roleplay yang dipegang oleh Reiza. Setelah itu Debora benar-benar yakin kalau Lina adalah werewolf hunter yang terakhir.

Debora tepuk tangan dengan keras, tapi sayang gak bisa terlalu keras karena dia memakai sarung tangan. Setelah itu Debora tertawa dengan licik. "Bagus kalian semua telah bego!" teriak Debora. Yudha, Lina, dan Reiza bingung dengan maksud Debora.

"Apanya yang bego?" tanya Reiza bingung.

Debora berjalan ke arah Reiza, lalu mengambil kartu roleplay bergambar werewolf dari tangan Reiza. Setelah itu dia menyimpan kartu itu di dalam saku jaketnya. Kemudian Debora mengeluarkan kartu roleplay milik Kelly yang asli, lalu melemparnya di depan wajah Reiza. "Pikirkan sendiri apa yang bodoh itu," kata Debora sambil tersenyum sinis. Setelah itu Debora kembali ke ruangan pribadinya dengan jalan santai dan kedua tangannya dimasukkan ke saku jaket.

Reiza mengambil kartu roleplay yang dilempar oleh Debora tadi, lalu dia melihat gambar animasi penduduk desa yang berarti roleplay Kelly adalah civilian. Lina yang juga ikutan melihat kartu roleplay milik Kelly yang asli langsung kedua telinganya memerah karena emosi. Lina mengepalkan kedua tangannya dengan gemetar karena emosi yang meluap-luap. Namun hanyalah air mata yang bisa keluar dari kedua mata Lina. Akhirnya Lina jatuh berlutut, lalu merangkak ke arah dimana Kelly terbaring. "Maafkan aku Kel," kata Lina dengan menyesal. Kini semuanya benar-benar terlambat. Semuanya sudah terungkap dengan jelas. "Akhh!!!" teriak Lina histeris sambil memeluk Kelly yang sudah tak bernyawa.

Reiza berlari menghampiri Debora. Namun sayang Debora sudah terlanjur masuk ke ruangan pribadinya, lalu mengunci pintunya dari dalam. "Keluar kau dasar pembunuh! Psikopat!" teriak Reiza sambil menggedor-gedor pintu ruangan pribadi Debora dengan keras, lalu menendangnya dengan kasar.

Yudha yang menyadari aksi dari Reiza yang membahayakan nyawanya sendiri langsung berlari ke arah Reiza, lalu merangkul Reiza dari belakang agar dia tidak melakukan hal-hal yang nekat. "Rei sudah!" bisik Yudha pada Reiza.

Namun Reiza terus meronta-ronta dan berteriak histeris. Dia terus menarik tubuhnya agar bisa lepas dari rangkulan Yudha agar bisa menjebol pintu ruangan pribadi Debora. "Lepaskan aku! Akan kuberi pelajaran bagi cewek licik dan psikopat seperti dia!" teriak Reiza sambil terus meronta-ronta.

Debora membuka pintu ruangan pribadinya, lalu tersenyum sinis kepada Reiza. "Apa? Kau mau bunuh aku?" tantang Debora. Reiza mulai diam, tapi napasnya menjadi tersengal-sengal karena emosinya masih meluap-luap. "Kan halal aja kan bunuh aku," tantang Debora lagi. Setelah itu Debora memasang gaya berpikir. "Ehmm ... kan kalau bunuh aku kan paling kamu aja yang bakal dibunuh oleh host," kata Debora sambil menunjukkan rentetan gigi putihnya.

"Aku gak peduli, Debora sialan!" bentak Reiza, lalu dia mulai menyerang Debora. Yudha mulai kewalahan menghadapi Reiza. "Aku gak peduli kalau aku bakal dibunuh, tapi lebih baik kalau kau ikut mati bersamaku di neraka!" teriak Reiza dengan emosi sambil hendak mencekik Debora. Namun kedua tangan Debora cukup kuat untuk menahan kedua tangan Reiza.

"Ohh ya?" tanya Debora santai sambil menaikkan kedua alisnya. "Berarti kamu mau juga kalau seluruh keluargamu ikut ke neraka bersamamu," kata Debora yang membuat Reiza berhenti menyerang Debora. "Dasar bego! Kau pikir mudah untuk bunuh aku? Kalau kau bunuh teman di luar waktunya, kau dan seluruh keluargamu akan dibunuh oleh host itu," jelas Debora sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Yudha menghampiri Reiza, lalu menarik Reiza perlahan untuk menjauh dari Debora. Reiza pun pasrah sambil tak henti-hentinya menangis atas apa yang terjadi pada siang ini. "Tapi kamu kan bunuh Kelly di luar waktu yang ditentukan!" balas Reiza.

Debora menaikkan kedua alisnya kembali. "Mana ada? Bukankah aku membunuh di saat waktunya untuk membunuh, bukan?" tanya Debora dengan seringai licik. "Host tidak bilang atau mengancam kalau membunuh orang yang bukan seharusnya mati di saat waktunya untuk membunuh, maka orang yang membunuh orang tersebut akan dibunuh oleh host beserta keluarganya kan?" tanya Debora lagi.

"Kamu jahat!" teriak Reiza. Seketika kristal es mulai berhenti turun dari langit-langit di tiap ruangan di area permainan. Reiza tak henti-hentinya menangis dan berteriak histeris.

"Rei! Udah!" bisik Yudha berusaha menenangkan Reiza. Namun Reiza jatuh berlutut dan meminta Yudha untuk menyingkirkan kedua tangannya dari tubuh Reiza. Akhirnya Yudha melepas Reiza yang berlutut di depannya dan menatap kosong dinding di depannya.

"Kau tahu? Aku kemarin bekerjasama dengan Yudha agar bisa membuatmu jatuh cinta padanya," kata Debora pada Reiza.

"Tutup mulutmu! Aku tak pernah bekerjasama denganmu untuk melakukan hal itu!" bentak Yudha pada Debora.

"Ohh ya?" tanya Debora sambil menghampiri Yudha. "Apa perlu aku minta ke host untuk memutar ulang rekaman suara dari kamera di taman belakang tentang dirimu yang berjanji padaku akan membuat Reiza jatuh cinta lagi dengan dirimu?" tanya Debora di depan Yudha.

"Iblis!" umpat Yudha pada Debora.

"Kau bilang padaku kemarin kalau kau cinta padaku, tapi kenapa sekarang kau mengatakan aku iblis?" tanya Debora sambil melirik ke arah Reiza berharap hati Reiza makin panas. "Sampai-sampai kau ingin membuktikan cintamu padaku dengan membuat Reiza jatuh cinta dengan kamu Yudha," lanjut kata Debora.

Yudha hendak mengangkat tangan kanannya hendak menampar Debora, tapi entah kenapa dia tidak tega. Dia menarik kembali tangannya lalu pergi mengunci dirinya sendiri di ruangan pribadinya. Debora tersenyum puas melihat Yudha masuk ke ruangan pribadinya dengan menangis seperti anak kecil. Setelah itu dia melirik ke Reiza. "Betapa kasihannya dirimu, Nak," kata Debora sambil berlutut dan mengangkat dagu Reiza. "Sudah kekalahan di depan mata, ehh ternyata ditipu juga oleh orang yang kau cintai sendiri," lanjut kata Debora dengan senyum liciknya. "Mau aku tambahin rasa sakitnya?" tanya Debora, tapi Reiza hanya bisa menjawabnya dengan air mata yang makin deras mengalir di kedua pipinya.

Plak

Debora menampar pipi kiri Reiza dengan keras. "Kenapa sih ada orang selicik dan sejahat kamu?" tanya Reiza lembut sambil mengelus pipi kirinya yang memerah.

"Kau mau tahu apa jawabannya?" tanya Debora sambil mengangkat dagu Reiza tinggi-tinggi. "Karena mereka semua berbuat jahat seenaknya dan tertawa bahagia di atas penderitaanku, tapi kenapa aku sendiri tidak boleh berbuat jahat?" teriak Debora emosi di depan wajah Reiza.

Suara tangisan Reiza makin keras yang membuat Debora merasa bosan dengan dirinya. Entah kenapa ketika Debora mengucapkan kalimat tadi ada sesuatu yang menancap di hatinya dan membuat dia gelisah. Akhirnya Debora masuk ke ruangan pribadinya meninggalkan Reiza yang terus menerus menangis di lorong ruangan pribadi peserta.

***

Author note:

Hmm bagaimana tanggapan kalian atas part ini?

Ohh ya btw nih udah mau ke penghujung cerita nih. Apa yang kira-kira bakal terjadi di akhirnya? Siapa yang bakal selamat pada akhirnya? Masih adakah plot twist lagi?

Ditunggu ya part berikutnya. See you

Future Show: Werewolf Party GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang