"Mengapa kau bisa berkata kalau Theo adalah pembunuhnya?" tanya Debora pada Evelyn ketika sampai di taman belakang. Setelah itu Debora membaringkan Lidya di samping Banis. Dia melepas kedua tangannya dari ketiak Lidya.
"Kenapa kau takut sekali? Apa karena kau teman Theo?" tanya Evelyn dengan wajah polosnya.
"Jaga omonganmu!" bentak Debora. "Tapi aku tidak suka dengan orang yang mengatakan sesuatu tanpa bukti," lanjut Debora.
"Bukti? Jangan pernah ragukan kecerdasan ku!" balas Evelyn.
"Namun sayangnya tidak semua orang memiliki otak sepertimu kan?" tanya Debora sarkas yang membuat Evelyn diam. "Kita terlalu bodoh, sehingga kami perlu sebuah bukti yang nyata, bukan hanya dari omongan saja," lanjut Debora.
"Aku punya buktinya kok," jawab Evelyn yakin sambil tersenyum kecil.
"Mana?" tanya Debora.
"Aku kemarin meletakkan jepit kecil hitam di sela-sela pintu kamar Theo, tapi tadi pagi aku melihat jepit ini patah," jawab Evelyn sambil menunjukkan jepit hitam yang sudah jadi dua bagian. "Aku yakin jepit ini gak bakal patah kalau Theo gak keluar di saat malam hari," lanjut Evelyn.
Debora menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dia makin tertarik dengan debat kecil ini. "Bagaimana kalau Theo lagi ke kamar kecil? Bagaimana kalau Theo itu werewolf hunter? Bagaimana kalau itu sengaja kamu patahkan jepit itu agar kamu bisa buktikan ke orang lain kalau Theo seakan-akan werewolf asli?" tanya Debora beruntun. Evelyn langsung bungkam dengan semua pertanyaan Debora, sedangkan Lina hanya mengamati pembicaraan mereka berdua dari kejauhan. "Aku curiga kamu yang membunuh Lidya malam kemarin," kata Debora. Lina langsung tercengang dengan pernyataan Debora. Dia tak menyangka ternyata Debora punya otak yang cukup cerdas untuk membongkar siapa werewolf di game ini.
***
"Akhhh!!!" teriak Yudha yang membuat seisi bangunan menjadi heboh. Reiza, Kelly, Debora, Lina, dan Evelyn langsung menuju arah teriak Yudha. Ternyata Yudha berteriak karena menemukan Kevin mati tragis dengan kedua tangan dan kaki terikat di ujung-ujung kasur dengan luka tikaman di perut Kevin.
"Om ganteng ku," teriak Reiza histeris sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Debora menampar kecil pipi kanan Reiza. "Ehh aku gak jadi nangis njirr," kata Debora. Namun Reiza tak menggubris tamparan tersebut. Dia berlari ke arah Kevin, lalu menenggelamkan wajahnya di atas dada Kevin.
Theo menghampiri ruangan pribadi Kevin dengan kedua mata berkaca-kaca dan tatapan penuh emosi pada Reiza. Kini dia benar-benar terdesak, dua orang sudah tahu kalau dia adalah pembunuh.
Reiza melihat Theo yang berada di depan ruangan pribadi Kevin dengan tatapan yang tak enak baginya. Dia berlari ke arah Theo, lalu menamparnya dengan keras. "Kau pasti pembunuh Kevin kan?" tanya Reiza. "Gak usah tanya deh! Karena aku udah tahu semua jawabannya, kau sendiri yang secara tak sadar mengaku tadi," lanjut kata Reiza.
Debora menatap Theo dengan tatapan tak percaya. "Sebenarnya aku membunuh Kevin tak sendirian," kata Theo dengan nada pelan. Kini bukan tatapan lagi, tapi jantung Debora udah main lompat tali gara-gara Theo bilang seperti itu. Theo melirik ke arah Debora dengan tatapan dendam. "Dia adalah Kelly," lanjut kata Theo.
Debora saat ini antara bernapas lega dan tak percaya dengan Theo. Kini semuanya menatap Theo dan Kelly secara bergantian. "Ehh enak banget kamu ngomong gitu! Kalian percaya gitu aja?" tanya Kelly panik. Justru suatu kesalahan bagi Kelly jika dia panik seperti itu karena Reiza makin yakin kalau Kelly adalah temannya Theo.
"Kenapa kita tidak percaya?" tantang Reiza. "Sekarang semua sudah jelas kok kalau kamu dan Theo adalah werewolf," kata Reiza berusaha menyimpulkan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Show: Werewolf Party Game
Misteri / Thriller12 remaja terjebak dalam sebuah gedung yang mengharuskan mereka untuk bermain werewolf party game. Mereka harus menemukan dengan segera siapa di antara mereka yang memegang kartu werewolf lalu membunuhnya untuk bisa menyelesaikan permainan ini atau...