Permainan Selesai

211 9 0
                                    

"Deb, jika kau mau bunuh aku silakan," kata Lina pasrah.

"Cih! Enak sekali bunuh kamu dengan cara murahan gini!" balas Debora sambil mengangkat kedua tangan Lina, lalu mengikatnya dengan tali, sehingga kedua ketiak Lina terbuka lebar. "Kau tahu? Aku sering dianggap berbeda dan aneh oleh teman-temanku," kata Debora sambil mengelus kedua ketiak Lina.

"Apa pedulinya aku dengan masa lalumu!" teriak Lina.

Debora menurunkan lengan baju yang menutupi ketiak Lina, sehingga Lina mulai meronta-ronta. "Tenanglah aku gak macam-macam kok!" teriak Debora sambil memegang salah satu bulu ketiak Lina di ketiak kiri Lina. Setelah itu dia cabut dengan kasar, sehingga mau tak mau Lina berteriak histeris.

"Apa yang kau lakukan?" teriak Lina.

"Gak apa cuma menyingkirkan penganggu," kata Debora sambil mencabuti bulu ketiak Lina lainnya. "Bukannya enak kan kalau aku cabuti gini? Gak usah susah-susah kamu cukur ketiakmu," kata Debora dengan seringai liciknya.

"Bodoh! Kalau mau bunuh aku ya bunuh aja! Gak usah aneh-aneh!" teriak Lina.

"Kan secara gak langsung kamu sudah bilang kalau aku ini orang yang aneh," kata Debora sambil menampar pipi kiri Lina. "Lagian bulu ketiak cuma 2 helai aja. Lihat tuh udah bersih kan ketiakmu dari bulu?" tanya Debora.

"Bego! Beneran psikopat kamu Deb!" teriak Lina.

Plak

Kini giliran pipi kanan Lina yang ditampar oleh Debora. "Enak?" tanya Debora. Namun Lina sudah tak bisa menjawab apa-apa lagi, napasnya sudah tersengal-sengal. Ibaratnya saat ini Lina sudah berada di ujung mautnya. Debora duduk di hadapan Lina sambil menopang dagunya dengan tangan kanannya. "Aku gak bakal cekik kamu, toh habis ini kamu bakal mati kan? Gimana enak gak tadi tehnya?" tanya Debora, tapi sama saja Lina tidak menjawabnya. "Habis gini pasti racunnya bakal nyebar ke seluruh tubuhmu dan kau akan menyusul teman-teman lainnya di alam sana," kata Debora dengan seringai licik.

"A ...," Lina hendak mengatakan sesuatu, tapi sangat sulit baginya untuk mengeluarkan suara. Lina memilih diam kembali sambil menantikan reaksi racun yang dimasukkan oleh Debora ke dalam teh yang diminumnya tadi. Saat itu juga sekelebat memori tentang seluruh kehidupannya dari awal sampai saat ini berputar selayaknya film di dalam otak Lina. Susah, pahit, bahagia, menderita, mungkin kehidupan Lina hanya berisi penderitaan demi penderitaan, bahkan dia mati pun harus menderita dan dibunuh oleh psikopat di depannya saat ini yang sedang tersenyum melihat dirinya sedang berjuang melawan maut. Memori itu mulai menghilang, lalu kedua matanya mulai buram untuk melihat senyum licik Debora di depannya. Mulutnya hendak terbuka hendak mengambil oksigen segar karena hidungnya sudah susah untuk menghirup napas kembali. Detak jantungnya mulai melemah, lambungnya terasa sangat perih.

Debora berhenti tersenyum karena sudah terlalu capek tersenyum melihat Lina berjuang melawan maut. Akhirnya sambil menunggu waktu Lina mendekati ajalnya, dia mulai menggigit kukunya untuk menghilangkan kebosanannya. Hari telah berganti kira-kira 10 menit yang lalu. Saat ini sudah pukul 00 : 10 dimana Lina mulai sulit untuk bernapas.

Debora melihat kukunya kembali, lalu mendekat kepada Lina. Namun sayangnya kedua mata Lina sudah benar-benar susah melihat sekitar, apalagi Debora yang berada di dekatnya. "Udah mati ya?" tanya Debora sambil memegang ketiak kanan Lina. "Ehh salah Ding," kata Debora, lalu mengecek nadi di leher Lina. Benar-benar tidak terasa nadi di leher Lina, tapi Lina masih bernapas walaupun sulit. "Lama!" gumam Debora sambil menutup mulut Lina agar tidak bisa menghirup udara segar lagi. Kedua mata Lina terbelalak dan napasnya makin terasa berat. Debora juga menutup kedua hidung Lina yang makin membuat Lina makin menderita. Akhirnya selang satu menit, kedua mata Lina tertutup sempurna dan napasnya berhenti. Lina meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya.

Future Show: Werewolf Party GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang