Vote Hari Ketiga

139 9 0
                                    

"Sekarang gak usah debat lagi kan siapa werewolf nya," kata Theo dengan ekspresi datar.

"Tapi siapa yang bakal dibunuh siang ini?" tanya Reiza.

"Aku dulu biar Theo bisa napas dikit sampai besok," kata Kelly.

"Gak! Mendingan Theo dulu," sahut Debora.

"Kenapa?" tanya Yudha pada Debora.

"Aku justru takut kalau Theo masih hidup sampai besok nanti pasti ada korban. Coba kalau Kelly masih hidup? Mungkin saja malam ini tidak ada korban karena aku yakin Kelly tidak punya niat untuk membunuh orang, bukan?" jawab Debora.

"Setuju aku sama kamu," kata Reiza pada Debora. Di dalam hati Debora, dia senang karena rencananya cukup sukses di sini. Yang benar kalau Theo masih hidup, dia tidak punya kesempatan untuk bunuh orang dengan tangannya sendiri, apalagi Theo punya banyak dendam di tempat ini.

"Deb kalau Theo mati ntar cowoknya tinggal Yudha dong," kata Lina.

"Iya sih, tapi mau kamu bakalan dibunuh oleh Theo malam ini?" tanya Debora pada Lina.

"Ehmm ... gak sih," balas Lina.

"Aku mau kasih pesan terakhir kepada kalian sebelum aku mati," kata Theo sambil tersenyum sinis kepada teman-temannya. "Siapapun yang masih hidup nanti, tolong beritahukan kepada kedua adikku bahwa aku sangat cinta padanya dan katakan kepada mereka berdua kalau aku minta maaf jika selalu kasar terhadap mereka. Itu semua karena aku masih tidak terima dengan kepergian kedua orangtuaku yang begitu cepat," kata Theo sambil kedua matanya berkaca-kaca. Tak lama dari itu, Theo menenggelamkan wajahnya di atas meja pertemuan. Tubuhnya bergetar karena menangis. Semuanya menjadi iba mendengar pesan terakhir Theo.

"Kau tak perlu berpesan seperti itu karena game ini disiarkan secara langsung dan ditonton lebih dari jutaan pasang mata tiap harinya yang tersebar di seluruh dunia," kata host pada Theo.

Theo mendongak untuk menatap host. "Apakah kedua adikku melihat aku?" tanya Theo.

"Aku tak yakin pasti itu, tapi berdoa saja mereka melihat secara langsung pesan terakhirmu," jawab host. "Termasuk juga melihat secara langsung kematianmu," lanjut host, lalu host tertawa puas.

"Kok aku gak tega ya," kata Lina.

"Di sini mah gak ada yang namanya gak tega! Kalau gitu terus nyawa kita yang bakal jadi ancamannya," sahut Debora.

"Nah bener kata Debora tuh kalau kita kayak gini terus gimana kita bisa memenangkan permainan?" tanya Reiza.

"Tapi kasihan tahu!" kata Lina.

"Siapa tahu dia akting biar dia dikasihani?" kata Debora yang membuat Lina bungkam.

"Waktu vote dimulai!" teriak host, lalu mulai muncul hitungan mundur di meja pertemuan. Saat angka 1 muncul, mereka semua langsung menunjuk ke arah siapa yang harus dibunuh siang ini. Debora, Evelyn, Yudha, Reiza menunjuk Theo, sedangkan Theo dan Lina menunjuk Kelly. Haya saja Kelly justru menunjuk dirinya sendiri, sehingga perbandingan vote 4:3. Namun hasil vote sah karena mayoritas vote mewakili lebih dari 50% peserta yang masih hidup.

"Bunuh aja aku, aku gak bakal ngelawan kok," kata Theo pasrah.

"Ehh jadi makin gak tega kan," kata Lina dengan nada lembut.

"Bunuh aku sekarang!!!" teriak Theo makin keras. "Apa yang kalian tunggu? Bukankah ini kan yang kalian mau agar aku mati?" tanya Theo.

"Theo kita tidak ingin hal ini, tapi kita juga tidak ingin mati sia-sia di tanganmu sendiri," kata Yudha.

Theo menoleh ke Yudha, lalu tersenyum kecil. "Ketahuilah aja selama aku di sini, aku hanya membunuh Kevin, sedangkan yang bunuh Bima itu adalah Banis," kata Theo.

"Jadi yang bunuh Bima itu Banis?" tanya Reiza tak percaya.

"Kamu yang terlalu bego! Dia jelas kelihatan punya dendam dengan Bima kok dari vote hari pertama," kata Theo.

"Udah ahh! Buruan bunuh Theo! Aku gak mau nanti civilian dibunuh oleh host," teriak Debora.

"Kenapa gak kamu aja yang bunuh Theo?" tanya Evelyn pada Debora.

Debora cukup panik, lalu menatap ke Yudha. "Yud kamu kan cowok masa gak berani bunuh Theo?" tanya Debora pada Yudha.

"Aku cowok tapi bunuh orang itu justru tidak menunjukkan kalau dia adalah cowok sejati. Cowok sejati itu melindungi, bukan menyakiti," kata Yudha.

"Sudahlah Deb! Aku tahu kamu punya jiwa psikopat kok," kata Reiza.

"Ehh psikopat apaan?" tanya Debora.

"Buktinya senang banget ngelihat orang lain menderita," kata Reiza.

"Ihh! Dasar kalian semua lama!" teriak Debora, lalu dia membuka kotak yang di tengah-tengah meja pertemuan. Namun tidak ada pisau di dalamnya. "Kok gak ada pisaunya?" tanya Debora pada host.

"Mulai sekarang gak boleh kalian membunuh teman-teman lainnya sampai mengeluarkan darah," jawab host.

Debora bingung dan berpikir sejenak. "Terus gimana?" tanya Debora. Tak lama dari itu Debora menghampiri Theo dengan senyum psikopatnya. Entah kenapa Theo justru lari. Yudha dengan sigap langsung mencekal lengan Theo, lalu meniarapkan Theo dengan paksa di atas lantai. "Yud! Minggir!" perintah Debora. Yudha langsung minggir, tapi masih mengunci kedua lengan Theo. Namun Debora menyuruh Yudha untuk tidak mengunci kedua lengan Theo lagi. Debora membalik tubuh Theo dengan paksa, lalu menduduki perut Theo, sehingga Theo mengerang kesakitan. Kedua tangan Debora masuk ke sela-sela ketiak Theo, lalu dia mengeluarkan senyum psikopatnya ke Theo. Setelah itu Debora mendekatkan bibirnya di telinga kanan Theo. "Jikalau aku masih hidup dan lolos dari game ini, maka aku akan mencari kedua adikmu dan membunuhnya," bisik Debora. Tak lama dari itu, Debora langsung mencekik leher Theo.
Theo memberontak, tapi Yudha menahan kedua tangan Theo agar tidak menyakiti Debora. Beberapa detik kemudian, Theo mulai kehabisan napas dan dia meninggalkan dunia selama-lamanya.

Debora berdiri dengan ekspresi datar. Bedanya di hari ketiga ini tidak ada yang menangis. Mungkin mereka sudah terbiasa dengan pembunuhan di sini. Suasana jadi mencekam karena semuanya diam melihat mayat Theo terbaring terlentang di atas lantai. "Yud, bawa Theo ke taman belakang yuk," ajak Debora. Yudha benar-benar takut melihat ekspresi datar dan ajakan dari Debora. Bagaimana gadis cantik seperti dirinya bisa sadis dan membunuh orang tanpa ada penyesalan lagi? Batin Yudha. Jari-jari tangan Debora masuk ke kedua ketiak Theo, lalu mulai menyeret Theo ke taman belakang. Yudha yang merasa kasihan melihat Debora langsung bantu mengangkat kedua kaki Theo.

"Dua jam lagi baru kalian semua boleh mandi dan ingat tiap orang hanya boleh mandi selama tiga menit. Jika saat ini yang masih hidup ada 6 orang dan 1 orang gak boleh mati, maka waktu mandi untuk kalian semua hanya 15 menit, mengerti?" jelas host.

"Kalau kurang dari tiga menit berarti boleh diberikan waktunya ke orang lain?" tanya Kelly.

"Boleh aja asal 15 menit tadi belum habis dan tidak boleh diberikan kepada Debora," jawab host. "Dah pamit dulu mau antri THR ke bos," kata host sambil pergi meninggalkan ruangan.

"Ihh kenapa masih dua jam lagi sih?" keluh Evelyn.

"Masih mending kita nunggu dua jam daripada Debora gak boleh mandi lagi," kata Reiza.

"Dia mah betah kalau gak mandi," sahut Kelly.

"Tapi aku merasa aneh dengan Debora. Aku justru takut kalau Debora itu sebenarnya werewolf bukan Kelly," kata Lina yang membuat lainnya makin bingung.

***

Author note:

Bagaimana dengan ceritanya?

Jangan lupa vote dan rekomendasi cerita ini ke teman-teman kalian ya. Terimakasih

Future Show: Werewolf Party GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang