Surat Wasiat

142 8 0
                                    

"Kok aku mulai kedinginan ya?" keluh Reiza pada Yudha sambil memeluk tubuhnya sendiri.

"Sama sih," balas Yudha sambil menggerakkan kedua bahunya ke belakang.

"Sehabis jam mandi, suhu di area permainan mulai mengalami penurunan secara drastis sampai minus 2 derajat celcius. Di beberapa titik di area permainan telah diberi alat pendeteksi suhu ruangan. Jadi selamat menikmati dinginnya," kata host dari alat pengeras suara, lalu diakhiri dengan tawa licik.

"Kampret!" umpat Yudha. Yudha berdiri, lalu mencari alat pendeteksi suhu ruangan yang dimaksud oleh host. Ternyata alat itu berada di dinding dekat kamar mandi.

20 derajat celcius

Begitulah tulisan di alat pendeteksi suhu ruangan alias termometer ruangan digital. "Pantas cewek-cewek disuruh pakai baju rangkapan," kata Reiza yang entah kapan sudah berdiri di samping kiri Yudha.

Yudha menoleh ke arah Reiza dengan tatapan malas. "Kenapa cowok tidak diberikan baju rangkapan?" tanya Yudha.

"Aku punya satu kaos rangkapan yang aku pakai sebelum diculik di sini," kata Reiza dengan semangat.

"Gak! Pasti udah bau," ejek Yudha.

"Hey! Bau badanku selalu harum ya," kata Reiza tak terima, sehingga Yudha sendiri tertawa kecil melihat ekspresi Reiza yang berubah menjadi cemberut seperti anak kecil.

"Gak! Lebih baik simpan aja! Kalau aku kedinginan kan aku bisa peluk kamu," kata Yudha yang membuat kedua mata Reiza terbelalak.

Reiza menepuk bahu kiri Yudha dengan keras. "Enak aja! Peluk aku itu mahal!" balas Reiza.

"Udah ahh! Aku mau sendiri dulu," kata Yudha yang tiba-tiba ekspresinya menjadi dingin lagi. Setelah itu Yudha pergi ke ruang pribadinya meninggalkan Reiza sendiri di depan kamar mandi.

"Ada apa lagi tuh anak? Pasti galau gara-gara tuh cewek!" gumam Reiza.

***

Debora yang tadinya kepanasan di ruang pribadinya perlahan mulai merasakan angin sejuk. Namun semuanya menjadi berubah ketika mulai ada kristal es yang mulai menghujani area permainan. Kedua tangan dan kakinya yang tidak terlindungi oleh baju mulai kedinginan akibat kristal es itu menyentuh tubuhnya dengan dingin.

"Buka sekarang goodie bag yang telah aku berikan di mini game kemarin," perintah host pada Debora melalui alat pengeras suara di ruangan pribadi Debora.

Setelah mendengar perintah itu, Debora mengambil goodie bag yang diberikan host kemarin di kolong meja. Dia membuka goodie bag tersebut, lalu terkejut melihat isinya. Dia mengeluarkan jaket musim dingin dari dalam goodie bag, lalu tersenyum sambil membolak-balik jaket tersebut. Setelah itu dia mengambil sweater warna pink dari dalam goodie bag tersebut. Tak hanya jaket dan sweater, tapi juga ada kaos kaki, sarung tangan beserta pistol. Debora bingung ketika melihat ada pistol juga dari dalam goodie bag.

"Pakailah sweater dan jaket musim dingin yang ada di tanganmu. Ingatlah jangan dipinjamkan ke peserta lainnya! Selain itu simpan pistol itu di dalam goodie bag kembali karena itu bukan milikmu!" perintah host melalui alat pengeras suara kembali.

Debora beranjak berdiri, lalu mengenakan sweater terlebih dahulu, kemudian memakai jaket musim dingin itu. Sebenarnya Debora merasa kepanasan sih pakai sweater dan jaket ini, tapi bagaimanapun juga kan ini perintah host. Setelah itu dia memakai sarung tangan beserta kaos kaki.

Debora melirik ke bawah, lalu melihat pistol yang tadi dia keluarkan dari goodie bag. Dia ambil pistol itu hendak mengecek peluru, tapi sayangnya dia tidak tahu gimana cara mengecek peluru pada pistol. Namun dia mengembalikan pistol itu ke goodie bag daripada dia harus dibunuh oleh host sialan itu. Setelah itu dia menyimpan goodie bag kembali di kolong mejanya.

"Hufft dasar host bego! Ngapain juga aku minjemin sweater sama jaket ini ke temanku biar mereka mati kedinginan sekalian," kata Debora sambil tersenyum psikopat. Setelah itu Debora menutupi rambutnya dengan tudung jaket musim dingin yang dikenakannya.

Debora kembali tidur di atas kasurnya, lalu kedua telapak tangannya dibuat untuk menjadi bantal bagi kepalanya. Dia mengamat-amati kristal es yang turun dari langit-langit ruang pribadinya. Debora tertawa kecil mengingat kejadian pagi tadi. "Bodoh! Bisa-bisanya Lina ngomong seperti itu di depanku," kata Debora pada dirinya sendiri. "Kalau seandainya dia beneran werewolf hunter sudah pasti kemenangan aku di depan mata," lanjut kata Debora sambil tersenyum licik.

***
Kelly Pov

Bodoh! Mengapa aku justru meyakinkan mereka kalau aku ini werewolf asli? Bagaimana jika salah satu werewolf itu sudah tahu kalau Lina adalah werewolf hunter? Lagipula ngapain sih Lina pakai teriak-teriak keceplosan seperti tadi pagi? Gini kan permainannya bakal jadi rumit. Semua sudah terlanjur percaya kalau aku werewolf, sedangkan aku saja hanya civilian. Bahkan aku sendiri tak tahu siapa werewolf sesungguhnya. Apakah itu Reiza? Yudha? Atau Debora? Aku tak tahu pasti!

Sebenarnya ini bukanlah bagian dari rencana ku! Werewolf terakhir sungguh-sungguh bermain dengan sangat cantik dan bersih. Tujuanku mengaku-ngaku kalau aku adalah werewolf agar werewolf yang asli merasa bersalah dan mau mengakui kalau dia adalah werewolf. Atau setidaknya dengan kebohongan ku ini, werewolf yang asli bisa terlihat kedoknya.

Aku mencoret-coret catatan di atas mejaku. Aku menuliskan nama Yudha, Reiza, dan Debora. Aku hanya penasaran siapakah werewolf yang asli di antara ketiga orang ini? Aku juga menuliskan nama Evelyn, lalu aku mencoretnya yang berarti dia telah dibunuh oleh werewolf. Tiba-tiba sebuah pencerahan muncul dari otakku. Aku sudah tahu siapakah werewolf yang sebenarnya. Bukankah dari kemarin Debora bertengkar terus dengan Evelyn? Sudah jelas bahwa Debora lah werewolf asli itu? Tapi tunggu! Bagaimana kalau werewolf asli itu sengaja membunuh Evelyn agar Debora disalahkan? Ahh jadi bingung kan!

Aku menutup kembali catatanku dan menenggelamkan wajahku di atas meja. Sebenarnya butuh waktu semalam lagi untuk bisa memastikan siapa werewolf yang asli. Namun bukankah terlambat semuanya? Peserta tinggal tersisa 5 orang. Hari ini dipastikan 1 orang bakal mati atau setidaknya 2 sampai 3 orang jika siang ini harus ada yang mati lagi atau sniper melakukan aksinya. Memang aku rela berkorban untuk mati bagi teman-temanku yang berada di team civilian dan werewolf hunter, tapi aku tidak ingin kematian ku hanyalah sia-sia.

Sebenarnya siapa sih werewolf yang asli? Aku mendongak kembali untuk melihat buku catatanku yang telah tertutup. Aku sebenarnya bisa mengatakan bahwa Debora adalah werewolf, tapi aku takut jika salah. Sebab werewolf yang terakhir mainnya begitu cantik dan susah untuk ditebak. Bisa saja werewolf terakhir adalah Lina sendiri? Bisa jadi ini semua sandiwara dia agar semua orang merasa iba dengannya karena sahabatnya terbunuh. Setelah itu menuduhku bahwa aku semua yang telah melakukannya dan pura-pura keceplosan kalau dia adalah werewolf hunter. Kan bisa saja dia ngaku-ngaku di depan orang kalau dia adalah werewolf hunter. Siapa yang bakal bunuh dia? Civilian pun gak berani bunuh dia, sedangkan werewolf pun gak bisa bunuh dia juga lha kan dia werewolf yang asli.

Aku mengacak rambutku frustasi. Benar-benar pilihan yang sulit bagiku. Tiba-tiba sebuah kristal es jatuh di atas buku catatanku, lalu membasahi sampulnya. Dengan cepat aku simpan buku catatanku di laci. Setelah itu aku mendongak ke atas. Ratusan kristal es mulai berjatuhan dari langit-langit ruangan pribadiku. Tadi suhunya mulai mengalami penurunan drastis. Sekarang kenapa host juga menurunkan kristal-kristal es seperti ini?

Sebuah ide terlintas di pikiranku. Aku ingin menuliskan sebuah wasiat kepada teman-temanku di buku catatanku. Aku membuka halaman kosong dengan cepat agar kristal es itu tidak membuat buku catatanku rusak.

Curigai Debora atau Lina sebagai werewolf

Tulisan wasiatku dengan cepat, lalu aku simpan kembali ke dalam laci. Aku akan membawanya di saat vote siang nanti karena aku yakin aku pasti yang akan dibunuh siang ini dengan tangisan Lina karena kehilangan sahabatnya. Entah itu nangis beneran atau palsu? Aku sama sekali tidak tahu. Aku hanya berharap semoga team civilian dan werewolf hunter memenangkan permainan ini dan dapat kembali ke keluarga mereka masing-masing.

***

Author note:

Bagaimana pendapatmu tentang Kelly?

Jangan lupa vote dan rekomendasi cerita ini ke teman-teman kalian lainnya ya. See you next part :)

Future Show: Werewolf Party GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang