Ditengah kegelapan dan rasa sakit yang menyelimuti tubuhnya, Rose terus berpikir. Apa tadi ia tak salah dengar? Ia kenal betul suara laki- laki tadi. Suara yang belakangan sering menyapanya. Selain itu, wangi parfum maskulin itu, terasa sangat familiar. Apa Lisa dan Jisoo tidak menyadari itu?
Pikirannya mulai mengelana kemana- mana. Siapa sebenarnya dibalik semua ini? Apakah dugaannya benar? Dan kalau benar, apa hubungannya dengan semua ini? Pikiran Rose benar- benar bekerja keras untuk memecahkan semua ini, namun ia buntu. Terlebih lagi, kini ia tak bisa berdiskusi dengan Jisoo dan Lisa. Ia tak tahu apa yang akan terjadi pada mereka, ia juga tak tahu apa yang harus dilakukan sekarang ini. Apa ia harus menunggu? Ah benar! Apakah mungkin ia adalah umpan? Siapa yang diincar? Jennie?
Rose bisa merasakan. Disekelilingnya ada derap langkah kaki yang mengelilingi mereka. Ruangan ini tak hanya berisi mereka bertiga. Ada banyak orang yang mengawasi. Ia juga bisa mendengar beberapa percakapan, syukurlah telinganya tak ditutup juga.
Pintu terbuka, beberapa orang masuk dan melewati tempatnya diikat.
"Mereka sudah datang, tuan,"
"Bagus. Jalankan sesuai rencana."
****
Sekilas, lantai itu terlihat normal. Namun alat pendeteksi Junhoe mendeteksi ada beberapa lubang disana jika mereka salah menginjak.
"Ikuti langkahku!" ucap Hanbin mantap.
Mereka bertiga berbaris bak kereta api dan berjalan mengendap- endap. Hanbin dengan hati- hati mengarahkan ujung sepatunya ke beberapa bagian lantai. Jika Junhoe mengatakan 'aman', barulah mereka berjalan. Beberapa kali Jennie dan Bobby hampir menginjak ranjau, syukurnya mereka masih selamat. Tapi tetap saja harus was- was.
'Bob! Awas dibelakangmu!'
Baru saja mereka bernafas lega karena sudah berhasil melewati ranjau, tiba- tiba sekelompok orang datang menyerang mereka secara membabi buta. Jennie, Hanbin dan Bobby berusaha menangkis dan memberikan perlawanan. Baku hantam yang melibatkan 3 orang melawan belasan orang itu cukup menengangkan. Ini sudah pasti melelahkan bagi mereka bertiga. Mengalahkan satu, yang lain maju lagi, mengalahkan lagi, yang lain bangkit lagi, begitu seterusnya. Orang- orang itu bak robot yang bisa di-recharge energinya. Kapan ini akan berakhir?
Beberapa kali juga Jennie, Hanbin dan Bobby harus mendapat pukulan dan bahkan jatuh tersungkur. Untungnya mereka bisa saling menyelamatkan. Pertarungan itu cukup sengit, ketiga orang itu tak punya banyak waktu untuk memikirkan apa- apa lagi. Suara suruhan dari Junhoe pun hanya samar- samar mereka dengar.
'Jen, halo Jen!'
Jennie masih fokus menyerang kumpulan orang- orang itu. Ia mendengar Junhoe memanggilnya, tapi ia tak bisa menjawabnya.
'Kau dengar aku Jen? Gunakan saja alat yang kuberi padamu tadi. Itu bisa membuat mereka tak sadar untuk sementara waktu,'
Jennie mendengarnya, dengan susah payah ia mengeluarkan sebuah stick dari dalam jaketnya lalu menekan tombol on. Satu persatu lawanya tersengat listrik dari stick tersebut dan pingsan.
"Huh, kenapa tak dari tadi saja," Bobby mendengus.
"Sudahlah, ayo cepat masuk!" ajak Jennie.
Bobby terus menggerutu. Ia kesal! Si Hyuk Jae itu terang- terangan menyuruh Jennie datang. Tapi sampai disini mereka malah diserang. Dasar!
Mereka bertiga masuk kedalam sebuah ruangan gelap. Bahkan mereka sendiri tak bisa melihat apapun di ruangan itu. Tiba- tiba lantai tempat berpijak itu terbuka dengan sendirinya dan menjatuhkan tiga anak manusia itu. Mereka terjatuh disebuah ruangan bawah tanah, selanjutnya terdengar ringisan mereka. Jatuh tiba- tiba dan langsung bertumbukan dengan lantai yang keras. Jennie yakin kakinya lebam sekarang.