#28

1.6K 206 3
                                    



Mark tersenyum tipis pada figura foto di kamarnya. Ia melepas topi dan maskernya lalu duduk bersandar di sofanya. 

"Bu, ayah, aku sudah melakukannya," ucapnya pada foto itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bu, ayah, aku sudah melakukannya," ucapnya pada foto itu.

Flashback

Suara tamparan keras, jeritan, tembakan pistol, dan pecahan kaca menggema di ruangan besar itu. Mark. Anak umur 12 tahun itu meringkuk di kolong tempat tidurnya. Ia memang tak menangis, tapi sorot matanya menunjukkan ketakutan. Mansion mewah itu menjadi tempat pembantaian ibu dan ayahnya oleh orang yang Mark sendiri tak tahu siapa. Yang ia tahu, ada puluhan orang berbaju hitam yang menghajar semua pengawal keluarganya.

Ia menyaksikan semua itu dalam diam. Kalau bukan karena permintaan orang tuanya, Mark pasti kini sudah keluar dan memeluk erat tubuh keduanya yang kini bahkan mulai banyak terurai. Sadis memang.

Derap kaki terlihat mendekat kearahnya. Mark membekap mulut dan hidungnya sendiri. Tiba- tiba kakinya ditarik paksa oleh salah satu orang berperawakan besar.

"Tuan, kita apakan anak ini?" tanyanya pada lelaki yang kini memandang puas hasil kerja anak buahnya

Mark diam, mungkin akan lebih baik jika ia dibunuh juga. Ia tak ingin tinggal sendiri di dunia ini.

Lelaki yang memunggunginya tadi menoleh, lalu bersitatap dengan Mark. Mark memperhatikan setiap detil lelaki itu, mata tajam, lengkungan bibir yang licik dan hidungnya. Ia memandangnya dengan benci.

"Hey! Beraninya kau memandang tuan seperti itu!" orang suruhan tadi memukul Mark dengan keras membuat remaja kurus itu tersungkur keras di lantai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hey! Beraninya kau memandang tuan seperti itu!" orang suruhan tadi memukul Mark dengan keras membuat remaja kurus itu tersungkur keras di lantai. Mark mendesis pelan, ia kini menatap lantai.

Lelaki licik tadi mendekat lalu berjongkok di depan Mark, ia menarik rambut Mark dan membuatnya mendongak. Seringaian culasnya semakin terukir disana.

"Kau anak yang tampan. Sayang sekali kau tidak bisa bicara," ucapnya lalu mendorong Mark lagi.

Lelaki itu berdiri, lalu menelusupkan tangan di kantongnya. "Semua! Cukup! Ayo kita pergi! Kita sudah mendapatkan apa yang kita mau," ucapnya. Lalu lelaki itu bersama gerombolannya pergi darisana tanpa memerdulikan Mark yang masih bingung. Ia tak tahu harus melakukan apa.

MIND ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang