#7

2.3K 288 17
                                    

Jennie mendengus, belum apa- apa kakinya sudah lecet dan terkilir begini. Tekadnya sudah bulat, ia harus latihan lagi supaya bisa melindungi diri dan melawan. Dia amnesia, tapi apa kemampuan taekwondonya juga ikut hilang? Ia sebenarnya sedikit kesal pada teman- temannya yang tak pernah memberitahunya tentang hobi taekwondonya sejak dulu. Kalau tahu, ia pasti sudah latihan lagi sejak lama. Lagipula, kenapa tak pernah ada foto masa lalunya di rumah sih? Mengapa juga ia tak kunjung bisa mengingat kembali memori lamanya? Ah, ini bukan waktunya salah- salahan, kan? 

Gadis itu bosan berada di mobil sendirian sejak 10 menit lalu. Dengan posisi kedua kaki yang diluruskan, ia menggeser pantatnya mencari posisi duduk senyaman mungkin. Lewat jendela mobil, matanya menembus minimarket berkaca tembus pandang itu. Ia memperhatikan kegiatan seorang pria yang nampak membayar sesuatu di kasir. Pria itu lantas menuju kearah mobil tempatnya berada dengan membawa kantung plastik. Entah kenapa, Jennie tak bisa melepaskan pandangannya dari pahatan tuhan yang satu itu. 

"Jangan memandangiku seolah kau ingin memakanku hidup- hidup!" suara lelaki itu memasuki gendang pendengaran Jennie dan dengan cepat membuyarkan kekaguman yang berada dipikirannya. Entah sudah berapa lama si pria berhidung besar itu duduk disampingnya. Jennie memutar bola matanya lagi sembari bersidekap di depan dada. Lelaki itu menyunggingkan senyum tipis, lalu beralih membuka alkohol yang dibelinya untuk membersihkan luka Jennie. Jennie berusaha menguatkan diri untuk menahan perih, ia tak ingin terlihat lemah. Lelaki itu berlanjut mengoleskan obat dan menutup lukanya dengan perban dengan cekatan.

 Lelaki itu berlanjut mengoleskan obat dan menutup lukanya dengan perban dengan cekatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Done," ucap lelaki itu sembari merapikan obat dan kapas yang digunakan tadi. Ia nampak berpikir lalu dengan cepat ia memandang Jennie dengan sebuah seringai kecil.

"Oh, one more?" sedetik setelah ia mengucapkan kalimat itu, Jennie mengaduh kesakitan.

"YAKK! Kim Hanbin!!" Jennie memukul Hanbin dengan beringas, sementara Hanbin hanya tertawa puas.

Tadi, Hanbin dengan satu gerakan cepat menggerakkan pergelangan kaki Jennie yang terkilir, maksudnya untuk mengobati.

"Bagaimana kalau ternyata kau salah penangganan? Lalukakiku menjadi lebih parah, hah?" Jennie masih dengan brutal memukuli lengan Hanbin. 

Hanbin masih tertawa meski pukulan Jennie semakin keras. Tak tahan dipukul terus, Hanbin memegang kedua tangan Jennie agar berhenti memukulnya.

"Yang penting sekarang sudah tidak sakit kan?" Dengan pandangan mata yang masih emosi, Jennie akhirnya mencoba menggerakkan kakinya. Yup, sudah tidak sakit lagi. Lalu ia melepaskan dengan paksa tangannya yang dipegang Hanbin.

Jennie menarik kakinya lalu menormalkan posisi duduknya dengan tangan yang masih bersidekap. 

"Terimakasih?" Hanbin berucap sembari memandang Jennie dengan jahil.

Jennie meliriknya sekilas. "Hm ya, terimakasih," jawabnya ketus.

"Mendengar cara menjawabmu,aku menjadi yakin bahwa kebiasaan lamamu sudah kembali," Hanbin  menyangga kepalanya dengan tangan yang disandarkan di kaca mobil dan memasang ekspresi santai. Jennie tak menjawab, ia hanya melemparkan tatapan yang seolah berkata 'apa maksudmu?'

MIND ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang