#2

3.9K 373 24
                                    

Dua anak manusia yang tengah duduk makan berhadapan itu terlihat canggung. Tak ada pembicaraan yang keluar dari mulut mereka, hanya ada suara dentingan sendok dan piring. Keduanya masih sibuk dengan pikiran sendiri yang berkecamuk di otak mereka.Padahal biasanya, mereka akan bercakap- cakap heboh hingga lupa waktu. Sesekali mereka saling mencuri pandang, lalu kembali menatap piringnya.

"Ekhem," Deheman Hanbin memasuki gendang telinga Jennie. Ia menatap Hanbin, menunggu kata- kata yang mungkin akan terlontar darinya.

"Apa kau akan pergi kuliah hari ini?" tanyanya sembari melahap nasi goreng tanpa menatap Jennie.

Jennie mengalihkan pandangannya dari Hanbin, "ya" 

"Jam berapa?" tanya Hanbin lagi.

"Mata kuliah pertamaku hari ini mulai pukul 11," ucap Jennie. 

"Aku juga ada kelas pukul 11. Setelah makan, aku akan mengantarmu pulang untuk persiapan dan kita akan langsung berangkat kuliah," jelas Hanbin yang lebih terdengar seperti perintah. 

Jennie tak punya pilihan lain, ia sedang malas mendebat Hanbin pagi ini, jadi ia hanya mengangguk pasrah.

****

Jennie memandang datar jalanan Kota Seoul yang nampak sedikit macet hari ini. Disampingnya, Hanbin tengah fokus menyetir. Masih tak ada pembicaraan diantara mereka, keduanya sibuk dengan pikiran yang sama. Secercah memori di kamar Hanbin pagi tadi masih mengusik keduanya.

Flashback..

"Aku akan menemanimu kemanapun. Dan.. tolong ceritakan apa yang terjadi padamu, mungkin aku bisa membantu," ucap Hanbin seraya memeluk pinggang Jennie dan menatapnya dalam. Jennie tak dapat menemukan secuil pun kebohongan disana. Jennie merasa senang sekaligus bingung. Satu sisi, ia senang Hanbin akan menjaganya dari peneror itu. Namun, Jennie juga bingung. Dan ia bingung, apa yang sebenarnya membuatnya bingung..

Keduanya masih saling menatap lekat. Lambat laun, kedua wajah insan itu saling mendekat. Jennie memejamkan matanya perlahan, tak peduli lagi dengan isi pikirannya. Kedua hidung mereka telah bersentuhan, nafas keduanya juga sama- sama dapat saling dirasakan. Tinggal beberapa cm lagi.....

Sambaaaa~~~

Handphone Hanbin berdering, menyuarakan ringtone yang semarak itu. Mereka seketika kaget dan tersadar dari posisinya. Jennie berjalan ke kamar mandi, sedangkan Hanbin merogoh kantongnya dengan debar jantung yang masih porak poranda. 

"Bobby sialan!" ucap Hanbin pelan, lalu mengangkat telepon dan menyambar Bobby dengan kata- kata pedas. 

Bobby yang malang..

***

Hanbin menunggu di mobil, sementara Jennie memasuki rumahnya untuk berganti pakaian dan mengambil beberapa buku yang perlu dibawanya.Ta lupa, Jennie memasukkan laptop ke dalam tasnya. 

Tak mau membuat Hanbin menunggu lama, Jennie memutuskan untuk menggunakan cushion dan liptint saja, simple. 

Untung Jennie sudah mandi di rumah Hanbin tadi, jadi ia hanya perlu waktu 10 menit untuk berganti pakaian dan mengambil perlengkapan kuliahnya. Ketika Jennie keluar dan berjalan menuju mobil Hanbin, tiba- tiba sebuah kaleng melesat dihadapannya dan jatuh di taman depan rumahnya. Bak berkaki seribu, Hanbin dengan cepat keluar dari mobil dan mendekati Jennie.

Jennie masih kaget. Ia hanya menatap botol itu, Hanbin dengan cepat mengambil dan membuka isi botol yang ternyata adalah sepucuk surat. 

"Kau terlalu cantik untuk mati muda, Jen. "

MIND ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang