#12

2.1K 253 6
                                    

"Terimakasih Yong," ucap Jennie sambil melepaskan seatbelt yang melekat di tubuhnya.

"Jen," Taeyong memegang tangan Jennie yang sedang berusaha melepaskan seatbelt. Jennie menoleh, "kenapa?"

Taeyong menghela nafas sebentar lalu melanjutkan, "aku akan pergi ke London selama sebulan," ucapnya.

Jennie mengernyit, "lalu?"

"Apa kau tak akan merindukanku" ucap Taeyong sembari memasang wajah serius tapi kekanakan. Jennie terbahak dibuatnya.

Taeyong tersenyum melihat tawa lebar Jennie. Sedetik kemudian ekspresi seriusnya kembali lagi.

"Jaga diri baik- baik, ya! Jangan risaukan masalah para penjahat itu lagi. Aku rasa kau aman sekarang," ucapnya sembari mengelus kepala Jennie. Kenapa dia sangat suka mengelus kepalaa??

Jennie terdiam, lalu tersenyum tipis.

Saat Jennie hampir keluar dari mobil, Taeyong menariknya lagi membuat Jennie mengernyit heran. Sejurus kemudian, Taeyong memberi 7 botol jus semangka yang ada di bagian kursi belakang mobilnya dan menyerahkannya pada Jennie.

"Jangan lupa diminum!"

****

Jennie meletakkan jus semangka pemberian Taeyong di dalam kulkas. Kaki jenjangnya yang terbalut skinny jeans melangkah pelan menuju kamar tidurnya. Tas berisi pakaian yang sedari tadi dibawanya diletakkan begitu saja di depan pintu lemari, belum ada niat untuk merapikan. Tubuhnya masih sakit dan pegal. Tanpa babibu, Jennie langsung melempar tubuhnya sendiri keatas ranjangnya. Matanya terpejam perlahan, memikirkan beberapa hal yang belakangan ini terjadi padanya.

Drtt..

Apa ini si peneror lagi? Diraihnya handphone dengan case silver itu. Bibirnya yang tadi datar kini nampak melengkung bak bulan sabit. Jarinya mengusap tombol hijau dan tersambung video yang menampakkan wajah seorang lelaki berhidung besar dengan rahang tegas. Jennie berusaha menahan senyumnya dan memasang ekspresi ter-biasa sebisanya.

"Bagaimana?" Kata itulah yang pertama terucap dari bibir si lelaki.

"Bagaimana apanya?" Jennie bertanya sembari berputar-putar di tempat tidur mencari spot terbaik.

"Kondisimu dan pikiranmu mungkin?" Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya.

"Bin, apa kau serius hanya ingin menanyakan kondisiku? Tak ada yang lainnya?" Jennie menarik satu sudut bibirnya.

Diseberang sana Hanbin mulai terkekeh pelan. "Ada banyak pertanyaan, tapi pertama aku harus bertanya mengenai kondisimu dulu, kan?"

"Apa kau tak bisa membaca pikiranku saja? Aku sedang malas berbicara padamu," Jennie berucap sembari mempoutkan bibirnya yang membuat Hanbin benar- benar ingin menggigit bantal dihadapannya karena tak tahan dengan keimutan gadis ini.

"Tidak. Aku mau kau sendiri yang mengatakannya padaku," ucap Hanbin sembari masih menahan gejolak di dadanya.

Jennie mendecih lalu menjawab, "badanku memang masih sedikit sakit, tapi bukan Jennie namanya jika mengeluh hanya karena serangan kecil itu," ucapnya sombong.

"Serangan kecil? Yah, serangan kecil itulah yang membuatmu harus menginap di rumah sakit," Hanbin memutar bola matanya.

Jennie akhirnya terkekeh, "Aku tahu itu. Tapi setidaknya aku jadi bisa mengingat sesuatu yang berguna," ucapnya.

Hanbin tak menjawab, ia terdiam.

"Bin?" Jennie memanggil karena dirasa Hanbin tak memberikannya respon apapun.

MIND ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang