Happy Reading & Enjoy All
Keluarga Marcell menatap Tatiana intens. Bukan dengan pandangan mencemooh, tapi lebih ke pandangan tak percaya. Terutama Raymond Nasution yang begitu takjub karena akhirnya bisa bertemu si sulung.
"Marcell, kali ini kita tidak ditipu lagi, kan?" Mama Marcell, Jenna, bersuara pelan.
Marcell langsung berdehem dan tersenyum. Bukan Marcell yang menjawab, tapi Tatiana-lah yang maju dan menyalami Jenna Nasution dan menjawab dengan sopan pula.
"Aku minta maaf dengan insiden beberapa hari lalu, tapi kali ini memang benar-benar aku, putri Bobby Aruan."
Raymond terus memerhatikan dan tak perlu banyak bukti untuk meyakinkannya. Perempuan yang berdiri di depan istrinya itu memang putri Bobby Aruan.
"Tatiana, ayo masuk. Marcell memberitahu kami sebelumnya dan karena itu kami sudah mempersiapkan beberapa makanan untuk menjamu kamu."
Keluarga Marcell menyajikan banyak hidangan untuk kedatangan Tatiana. Tatiana yang melihatnya merasa tersanjung meski masih canggung. Keluarga ini begitu hangat. Sebuah kehangatan yang tak pernah dimilikinya.
Orang tua yang harmonis, adik yang begitu manja dan ingin memonopoli orang tuanya untuk dirinya sendiri, dan kakak yang mendominasi. Hanya ada satu kata yang pantas untuk melukiskannya.
Sempurna.
"Kalau Om perhatikan, kamu mirip Ibumu, Tatiana. Persis. Dari Bobby kamu hanya mewarisi tingginya yang begitu menjulang. Oh, dan satu lagi. Tatapan matamu juga diwarisi dari Bobby. Walau mata birumu berasal dari Mamamu, tapi caramu menatap orang berasal dari Bobby. Kamu begitu selektif pada orang-orang yang baru kamu temui."
"Om pernah melihat Mamaku?"
"Tentu. Aku, Mamamu, Papamu, dan dua orang lainnya berteman saat kuliah. Kami sangat dekat. Dan karena kedekatan itulah orang tuamu menjalin hubungan."
Tatiana tidak tahu cerita ini. Sejak awal Tatiana memang tidak dekat dengan Papanya. Tidak pernah sekalipun Tatiana dan Bobby terlihat duduk berdua sambil bercerita masa lalu. Mereka cenderung menjauhi satu sama lain.
"Om dengar kamu sering ke Kanada. Kamu menetap dengan siapa di sana?"
Tatiana tersenyum tipis sebelum menjawab. "Tidak ada tempat yang pasti, Om. Kadang aku menetap di rumah peninggalan Mama, kadang di rumah teman, dan kadang di hotel. Tergantung situasi."
"Tergantung situasi? Memangnya situasimu kenapa sampai harus berpindah-pindah seperti itu, hm?" Jennna menimpali dengan raut penasaran.
Tatiana memaksakan kedua sudut bibirnya tertarik membentuk senyum menipu. Apa aku berkata seperti itu?
"Maksudku adalah situasi di mana aku memiliki kegiatan lalu berpergian jauh dari rumah. Aku akan kelelahan jika memutuskan pulang, jadi kadang aku menginap di rumah teman atau bahkan hotel. Begitu maksudku."
"Aku mengerti maksudmu, Tatiana. Sangat mengerti, tenang saja." Bukan Jenna yang menjawab, melainkan Ray. Pria itu juga tersenyum ke arah Tatiana. Tatiana merasakan kejanggalan dari senyum Raymond yang terlihat tulus.
"Sepertinya Om tahu banyak hal tentang aku." Kata Tatiana lalu meneguk wine dengan pelan.
"Tentu, Tatiana. Papamu sering menceritakan kamu saat kami bertemu."
Tatiana langsung menatap Ray dengan tajam. "Om jangan bercanda."
Ray menggeleng pelan. "Om tidak bercanda, Tatiana. Dia bercerita selayaknya seorang Papa yang begitu menyayangi anaknya. Percayalah."
Ditatapnya mata tua yang masih tersenyum. Tidak ada kebohongan. Tapi, seorang Bobby Aruan yang menceritakan dirinya pada temannya jauh lebih tidak mungkin.
"Pa, jadi kamu sudah tahu kalau putri Bobby adalah Tatiana. Jadi, kamu tidak tertipu dengan semua kelakuan Bobby?"
"Tidak, tidak. Walau Bobby sering bercerita tentang putri-putrinya, tidak pernah sekalipun dia menyebut nama. Dia juga tidak pernah menunjukkan rupa Tatiana sebelumnya. Dia hanya bercerita dan aku mendengarkan."
"...."
"Dia terus bercerita, tanpa menyebut namamu. Ketika dia memutuskan untuk tidak mempublikasikan kamu ke dunia, bahkan hanya sekedar nama sekalipun, aku tidak menentangnya. Aku menghargai keputusannya karena aku tahu itu yang terbaik untukmu, Tatiana."
Tatiana meminum wine-nya lebih banyak lagi. Dia merasa bingung dengan semua ini.
***
Makan malam sudah usai. Seluruh keluarga dan Tatiana memilih duduk di ruang keluarga sambil menonton siaran yang sebenarnya tak menarik sedikitpun. Jenna nampak sibuk berkutat di dapur, Miley sibuk menonton siaran yang menurut Tatiana membosankan itu, dan Marcell sibuk mengangkat telepon yang berurusan dengan pekerjaan.
Hanya Tatiana dan Raymond yang nampak tak memiliki kegiatan.
Tatiana bangun dari tempat duduknya. Matanya mengedar dan menemukan objek yang begitu manis untuk dilihat. Sebuah foto keluarga. Tatiana mendekat ke dinding di mana foto keluarga itu terpajang.
Dan Tatiana baru menyadari kalau rumah Marcell memajang banyak sekali foto. Foto pernikahan kedua orang tua Marcell, foto Marcell dan Miley saat pesta kelulusan, dan bahkan foto Marcell dan Miley saat masih bayi.
Semua moment mereka abadikan dengan baik. Tidak seperti dirinya. Tidak seperti keluarganya. Tidak ada foto dirinya di rumah. Bahkan ada tak ada foto keluarga juga.
"Om tahu kenapa kamu terlihat sedih, Tatiana. Sebuah foto yang seharusnya ada, tapi tidak kamu miliki. Karena itu, kan?"
Dengan tatapan yang masih tertuju pada foto keluarga yang begitu besar, Tatiana menjawab pelan, "Om terlalu tahu banyak tentang aku dan keluargaku." Mata cantiknya berpindah menatap Ray. "Kata Papa, aku harus hati-hati pada orang yang tahu banyak tentang diri aku. Itu untuk keselamatan aku sendiri."
Ray menatap perempuan muda di depannya dengan sendu. "Om tahu banyak karena Papamu sendiri yang menceritakan kamu. Kamu tidak perlu khawatir. Kamu bisa memercayai Om, tapi..." Ray menjeda kalimatnya. Dia menatap sosok Marcell dalam foto keluarga yang begitu besar. "Tapi, kamu tidak bisa memercayai, Marcell."
Tatiana langsung menatap Raymond Nasution. "Maksud Om apa? Marcell anak Om sendiri."
"Karena Marcell anak Om, Om tahu bagaimana sifat dia. Sifat dia terhadap kamu begitu aneh dan Om takut dia hanya akan menyakiti kamu."
Marcell ada di salah satu sudut ruangan yang jauh untuk mengangkat telepon. Tatiana menatap Marcell dan Marcell juga menatap ke arahnya. Tatiana memasang ekspresi cemas, sementara Marcell memasang ekspresi menenangkan dengan senyum tipis.
"Kamu kehilangan Mamamu saat masih belia dan kamu juga kehilangan dia. Saudara kembarmu."
"Om-" Tatiana tercekat. "Om tahu kalau aku kembar?"
"Om tahu semuanya, Tatiana. Papamu yang menceritakan semuanya pada Om dengan ketakutan yang amat sangat. Dia tidak ingin kamu menderita meski sikapnya tak acuhnya."
"...."
"Om tahu kamu sudah mengalami banyak hal yang berat dan Om tidak mau kamu semakin terluka lagi. Apalagi karena anak laki-laki Om yang brengsek itu."
TBC
Semoga suka, jangan lupa vote dan komennya, see you guys :)
23 Februari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Losing You | #1 Twins Series
RomanceTidak semua orang yang hidup bergelimangan harta akan hidup bahagia. Itulah yang diyakini oleh Tatiana Adeline Aruan. Bukan tanpa sebab, tapi perempuan itu mengalaminya sendiri. Dia punya ayah yang kaya tapi dia tak pernah mendapatkan kasih sayangny...