Happy Reading & Enjoy All
"Saya akan menikahi Tatiana, Om. Secepatnya. Jadi karena itu saya nggak bisa berpisah jauh dari Tatiana."
Tatiana menarik tangan Marcell dan menyeretnya ke halaman belakang rumah dengan ganas. Ketika sampai di halaman belakang perempuan itu menghempaskan Marcell dengan kejengkelan yang tak ditutup-tutupi lagi.
"Gue nggak nyangka lo punya tenaga sekuat itu buat nyeret gue dengan seganas itu. Bagus banget, Tatiana. Pertahankan. Itu bisa lo pergunakan untuk mempertahankan diri saat berjuang."
Marcell tertawa dan Tatiana mendengus jengkel. Kedua tangannya terlipat di depan dada.
"Ini bukan saatnya ketawa, Marcell Nasution." Dengus Tatiana. "Maksud lo apaan pake ngomong ke Papa kalo lo akan menikahi gue? Jangan aneh-aneh deh!"
"Gue nggak aneh-aneh, kok. Gue Cuma mau menikahi lo. Coba kasih tahu gue anehnya di bagian mana?"
"Ya di bagian lo yang mau nikahin gue! Ini nggak ada dalam rencana kita, jadi jangan memunculkan ide gila macem ini."
"Yap, gue tahu ini ide paling gila yang pernah gue pikirkan, tapi Tatiana, please, jangan buat ide gila gue sia-sia. Jangan nolak dan membuat gue makin terlihat gila, okay?" Marcell menyentuh lengan Tatiana dan perempuan itu langsung menepisnya.
"Ini pernikahan, Marcell. Gimana bisa lo mempermainkan ikatan suci semacam itu? Nggak, gue nggak mau!"
Marcell menghela nafas. "Mempermainkan gimana sih? Gue serius, Tatiana." Tatiana tertegun. "Pertama, gue melakukan ini supaya lo nggak dikirim ke Kanada. Lo akan stay di sini karena keberadaan gue. Seperti kata lo, Papa mengirim lo ke Kanada demi kebaikan lo. Tapi berhubung lo punya gue sebagai suami, bisa aja dia akan membatalkannya. Tapi kalau pun dia tetap mengirim lo ke Kanada, lo punya gue yang akan jagain lo. Dia pasti lebih lega." Marcell menjeda sebelum melanjutkan lagi. "Kedua, gue nggak akan main-main sama pernikahan ini. Okay, di antara kita memang nggak ada cinta, tapi kita bisa bergaul dengan baik, Tatiana. Kita bisa seatap dengan baik tanpa cinta, jadi kenapa memusingkannya? Karena gue udah menikahi lo, jadi gue akan mencoba menerima lo, begitu pun sebaliknya. Kalau kita saling nyaman satu sama lain, seiring berjalannya waktu pasti cinta akan tumbuh."
"Lalu gimana kalo kita nggak cocok satu sama lain setelah mencoba saling menerima? Cerai? Jatuhnya tetep aja mempermainkan pernikahan juga, Marcell."
"Perceraian memang nggak bisa dielakkan ketika semuanya tetap hambar seiring berjalannya waktu. Bagaimanapun gue nggak mau menyiksa diri gue atau pun lo untuk bertahan dalam pernikahan yang nggak tertolong. Tapi Tatiana, kalaupun itu terjadi jangan menganggap perceraian sebagai bentuk mempermainkan pernikahan yang sakral. Sudah nggak terhitung jumlah pasangan yang menikah dan berakhir dengan perceraian. Jadi kita bukan satu-satunya. Ketika kita menjelaskannya, semua orang akan memahaminya."
Tapi bukan seperti itu pernikahan impiannya. Katakanlah dia berlebihan, tapi Tatiana ingin menikah dengan pria yang memang benar-benar mencintainya, begitu pun sebaliknya. Sehingga kemungkinan untuk bercerai di masa depan –seperti keluarganya- tidak akan terjadi. Sehingga anak-anaknya kelak tidak akan mengalami penderitaan seperti dirinya. Tapi sepertinya Marcell tidak sepemikiran dengannya.
"Gue... Akan gue pikirin dulu."
Marcell maju untuk menutup jarak di antara mereka. Dia genggam tangan Tatiana dan meremasnya selama beberapa saat.
"Pikirkan dengan baik-baik dan gue harap jawabannya adalah ya," Tatiana ingin menari tangannya, tapi ditahan oleh Marcell. "Jangan berfikiran gue mengambil keuntungan dari lo tentang ide ini. Sama sekali nggak, Tatiana. Gue melakukan ini demi lo. Ayo kita berjuang bersama untuk mendapatkan kembali hak lo yang sudah dirampas oleh Papa lo."
***
"Marcell dan Tatiana akan menikah, Mama!" Cornelia mendudukkan tubuhnya dengan kasar ke atas ranjang. Matanya menyala-nyala karena informasi yang menghancurkan mimpinya untuk bersanding dengan Marcell Nasution. "Mama!" panggilnya dengan keras karena sang Mama tidak merespon sedikitpun.
"Mama sedang berfikir, Cornelia Aruan! Jadi tolonglah diam sebentar."
"Apa yang masih Mama pikirkan saat kondisinya sudah seperti ini? Marcell sudah mengumumkan akan menikahi Tatiana sialan itu, Mama!"
Ellena Aruan terlihat mondar-mandir dengan gelisah. Tak dipedulikannya sang putri yang terus mengoceh.
"Mama bilang Mama punya rencana untuk membuat Marcell menikahi aku, tapi mana?"
"Mama memang punya rencana, tapi Mama tidak pernah tahu kalau Tatiana akan mengambil cara ini. Semua ini terlalu cepat."
"Lalu bagaimana, Mama? Aku tidak mau kehilangan Marcell!"
Bukan hanya kamu yang tidak ingin kehilangan dia, Cornelia, pikir Ellena dengan muram. Sejahat-jahatnya Ellena, dia tetap menginginkan yang terbaik untuk putri-putrinya. Dan Marcell adalah pilihan terbaik untuk masa depan putri-putrinya.
Ellena mendekati Cornelia yang saat ini wajahnya sudah merah padam. Dia paham sekali kalau putrinya itu ingin melakukan sesuatu pada Tatiana, tapi dia harus menahan putrinya agar tidak bertindak sembrono dan menghancurkan rencana yang sudah disusunnya selama bertahun-tahun.
"Cornelia, dengarkan Mama," Ellena memegang bahu anaknya. "Untuk saat ini kamu tenang saja, Mama yang akan mengurusnya. Jangan melakukan hal bodoh. Kamu terima beres saja, mengerti?"
Cornelia menepis tangan Mamanya dengan jengkel. "Bagaimana bisa aku mempercayai Mama di saat tidak ada satu pun rencana Mama yang berjalan dengan lancar? Aku tidak mau." Bantahnya.
Ellena kembali menyentuh bahu anaknya. Kali ini dengan cengkeraman yang lebih keras. "Kali ini akan berhasil. Percaya, Mama. Mama sudah menyusun rencana ini bertahun-tahun, jadi kamu jangan mengacaukannya. Kalau kamu mengacaukannya, kita tamat. Benar-benar tamat. Mengerti?!"
Dan dalam hatinya Cornelia mempertanyakan rencana macam apa yang sudah Mamanya susun sampai membutuhkan waktu bertahun-tahun?
TBC
Semoga suka. Jangan lupa vote dan komennya. See you :)
8 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Losing You | #1 Twins Series
RomanceTidak semua orang yang hidup bergelimangan harta akan hidup bahagia. Itulah yang diyakini oleh Tatiana Adeline Aruan. Bukan tanpa sebab, tapi perempuan itu mengalaminya sendiri. Dia punya ayah yang kaya tapi dia tak pernah mendapatkan kasih sayangny...