Happy Reading & Enjoy All
"Lo banyak banget melamun malem ini. Kenapa?"
"Ah, kenapa?"
Tatiana terkejut pertanda perempuan itu melamun lagi. Marcell merengut tak suka. Entah kenapa Tatiana terasa jauh sekali malam ini.
"Lo sama Cornelia berdebat soal apa? Sepertinya itu mempengaruhi lo banget."
Tatiana terlihat salah tingkah, tapi kemudian berhasil menjawab dengan sedikit tenang. "Well, biasalah. Dia bilang dia nggak begitu suka kalo kita menikah."
"Selain dengan Cornelia, lo berdebat dengan siapa lagi? Gue rasa perkataan Cornelia itu nggak akan mempengaruhi lo sampe seperti ini. Papa lo? Mama tiri lo?"
"Marcell, aku berdebat dengan semua orang. Tidak ada yang mendukung aku dengan keputusanku. Dan sejujurnya itu cukup membebaniku."
"Ini bukan yang pertama kalinya, Tatiana. Lo kayak baru tahu aja keluarga lo seperti ini." Marcell terkekeh dengan tatapan terus terfokus pada jalanan di depannya.
Taliana mencengkeram ujung gaunnya tanpa sepengetahuan Marcell. Dalam benaknya dia bertanya-tanya apakah sudah melakukan kesalahan sampai Marcell berkata seperti itu. Tapi raut wajah Marcell masih sama santainya dengan sebelumnya. Okay, lo harus lebih berhati-hati, Taliana, batinnya.
"Kalo lo memang pengen secepatnya terlepas dari mereka yang nggak pernah mendukung lo, makanya cepet cari tanggal buat pernikahan kita. Kita harus segera menikah." Ujar Marcell dengan santai. "Gimana kalo awal bulan depan?" tambahnya lagi tanpa beban sedikitpun.
Tanpa sadar Taliana meringis. Awal bulan depan berarti sama dengan sebulan dari sekarang. Benaknya saja belum selesai berkecamuk dan Marcell sudah menetapkan tanggal secara sepihak. Seingin itukah dia menikahi Tatiana?
"Apakah itu tidak terlalu cepat? Well, sejujurnya aku ingin pernikahanku dipersiapkan dengan matang. Bagaimanapun juga ini adalah peristiwa sekali seumur hidup. Ini sangat penting, Marcell."
Sekali seumur hidup?
Marcell menatap Tatiana untuk memastikan, tapi tidak ada penmbenaran sedikitpun. Marcell kembali menatap lurus ke depan dengan otak yang terus berputar. Tatiana terdengar optimis dengan pernikahan mereka, padahal di awal kesepakatan dialah yang paling pesimis. Bahkan Tatiana sudah mengungkit perihal perceraian. Tapi perempuan itu sangat optimis hari ini. Secepat itukah dia berubah pikiran?
"Keberatan?"
Marcell menggeleng sebagai jawaban untuk pertanyaan Tatiana. "Yang terpenting adalah kita harus menikah. Untuk waktunya tak masalah kapanpun itu."
Mobil Marcell berhenti di depan gerbang rumah keluarga Aruan. Layaknya gentleman dia bergegas keluar lebih dulu, lalu membukakan pintu bagian Tatiana. Taliana yang pada dasarnya sudah terpesona pada Marcell semakin jatuh hati pada pria itu.
"Thanks, Marcell. Buat segalanya." Kata Taliana dengan memberanikan diri memeluk Marcell. Dan ketika pelukannya dibalas dengan mesranya, Taliana benar-benar lupa dengan kejahatannya. Taliana menarik mundur sedikit tubuhnya, kemudian memindahkan kedua tangannya untuk merangkul leher Marcell. "I love you, Marcell." Akunya tanpa memikirkan apapun lagi.
Dan tak perlu menunggu lama, dia mendengar jawaban Marcell. Tapi detik itu juga senyum tulusnya langsung pudar.
"I love you, Tatiana Aruan."
I love you... Tatiana?
Tatiana? Bukan Taliana?
Kenapa selalu Tatiana?!
***
Tatiana, Tatiana, Tatiana!!
Taliana sudah menyampaikan perasaannya dan Marcell pun sudah menjawabnya, tapi kenapa harus ada nama Tatiana terselip di belakangnya? Mereka hampir saja berciuman untuk merayakan pengakuan cinta ini, tapi kenapa nama Tatiana perlu disebut di akhir kalimat? Karena inilah Taliana memilih memalingkan wajahnya. Dia tidak sanggup dicium ketika pria yang disukainya membayangkan perempuan lain. Walau perempuan itu adalah kembarannya dan dia mencuri hidup kembarannya –dia tetap tidak menyukainya.
Kenapa harus Tatiana? Dan kenapa selalu Tatiana?!
Dia membanting tas tangannya ke sofa dengan jengkel. Taliana menyugar rambutnya sambil menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Dia benar-benar frustasi.
"Sepertinya kamu benar-benar sudah lupa akan jam malam kamu, Tatiana."
Ough, suara itu melipatgandakan rasa frustasi Taliana. Ini sudah larut malam dan dia pikir tidak ada siapapun di sini selain dirinya. Tadinya dia hanya ingin marah-marah tanpa perlu menjelaskan apapun pada siapapun, tapi sepertinya tidak akan semudah itu jika ada Bobby Aruan di depannya.
"Aku membahas banyak hal tentang pernikahanku dan Marcell dengan keluarga Marcell, jadi sedikit lupa waktu." Kata Tatiana antara acuh tak acuh.
"Peraturan tetap peraturan, Tatiana," Taliana langsung muram mendengar kelanjutannya. "Papa tahu kamu akan menikah dengan Marcell, tapi sampai detik ini kamu masih putri Papa. Kamu masih tanggung jawab Papa, jadi tolong bersikaplah seperti putri yang baik."
Taliana mendengus. "Aku selalu bersikap baik, tapi Papa saja yang tidak pernah bisa melihat sikap baikku. Di mata Papa aku selalu salah."
"Karena kamu memang bersalah, Tatiana." Potong Bobby Aruan dengan cepat. "Semuanya salah. Bahkan keputusan kamu untuk menikah dengan Marcell pun salah. Semuanya terkesan sembrono!"
Taliana mengepalkan tangannya menahan amarah. Kenapa dia di sudutkan pada situasi ini? Dan apa salahnya menikah dengan Marcell? Walau terkesan playboy, tapi Marcell pria yang baik.
"Aku tidak pernah menginginkan apapun, jadi tidak bisakah Papa biarkan sekali ini saja aku mendapatkan apa yang kuinginkan? Aku menginginkan Marcell."
"Bagaimana kalau Papa menentangnya?"
Tatiana menyugar rambutnya lalu berkacak pinggang. "Memangnya apa yang akan Papa lakukan padaku? Menyuruh aku pergi ke luar negeri? Menghentikan semua uang yang masuk rekeningku? Atau yang terparah Papa tidak akan mengakui aku sebagai anak lagi?" Baru kali ini dia berdebat dengan Bobby Aruan dan rasanya sangat membuat frustasi. Tunggu, apa Tatiana juga sefrustasi ini? "Aku ingin memiliki sesuatu yang benar-benar berharga. Apa yang akan aku dapat kalau aku melepaskan Marcell? Apa yang bisa Papa berikan untuk mengganti rasa sakit hatiku ini?!"
"Semua yang kamu inginkan."
Taliana terkekeh. "Semuanya? Papa bisa menyerahkan semua harta Papa kepadaku? Tanpa membaginya dengan keluarga tiriku? Bisa?" Sedikit lagi. "Papa bisa menyerahkan perusahaan kepadaku? Aku anak sah Papa. Cornelia, Alberta, dan Mama hanya keluarga tiri yang tidak membawa apapun saat memasuki rumah ini. Akulah yang berhak dengan semua itu. Apakah Papa bisa memberikannya?!"
Taliana sadar kalau dirinya marah, tapi entah bagaimana dia berhasil menggiring percakapan penuh emosi ini pada rencananya dengan Tante Ellena secara mulus. Tidak ada tanda-tanda Bobby Aruan curiga sedikitpun.
"Kalau itu yang kamu inginkan, maka Papa akan berikan, nak." Jawab Bobby Aruan dengan suara pelan tanpa emosi.
Benarkah?
Dia sudah berhasil mendapatkan janji Bobby Aruan. Dia bisa mendapatkan kendali penuh atas seluruh kekayaan keluarga Aruan, bahkan perusahaan juga. Ini sesuai rencananya dengan Tante Ellena. Keberhasilan rencana mereka sudah di depan mata. Seharusnya dia senang. Tapi... tapi Taliana merasa sebaliknya. Dia tidak senang sedikitpun. Dia justru ingin menangis meraung-raung di bawah kaki ayahnya yang tak bertanggungjawab itu. Karena Taliana paham bahwa dari semua yang dia sebutkan tadi, keinginannya hanya tertuju pada satu hal: Marcell Nasution.
Kenapa harus serumit ini?
TBC
Saya juga nggak tahu kenapa serumit ini? :'((
Btw, Taliana lemah amad sih baru beberapa hari juga. Tatiana lho udah sepuluh tahun :v
24 Juni 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Losing You | #1 Twins Series
Roman d'amourTidak semua orang yang hidup bergelimangan harta akan hidup bahagia. Itulah yang diyakini oleh Tatiana Adeline Aruan. Bukan tanpa sebab, tapi perempuan itu mengalaminya sendiri. Dia punya ayah yang kaya tapi dia tak pernah mendapatkan kasih sayangny...