Tak lama kemudian, Sunji melihat tangan Seonho yang perlahan-lahan mulai bergerak. Y/n pun juga melihat itu.
Guanlin dengan ayahnya yang baru saja memasuki ruang inap Seonho karena membeli makanan di luar pun menghampiri brankar Seonho dengan tangan yang menenteng plastik yang berisi makanan.
Perlahan mata Seonho mulai terbuka. Seonho menatap keluarganya yang kini berkumpul. Seonho pun tersenyum lemah.
"Annyeong," ucapnya lemah.
"Apa yang kau katakan pabbo!" ucap Guanlin kesal sekaligus senang.
Seonho melirik ke arah mesin pendeteksi detak jantung dan tersenyum kecut. "Waktuku tidak banyak."
Y/n membulatkan matanya dan menatap Seonho dengan tatapan tidak percaya. "Jangan bercanda Yoo Seonho."
Sedangkan Sunji dan suaminya hanya bisa menatap Seonho dengan tatapan nanar. Sunji menatap Seonho dengan matanya yang berkaca-kaca. Ia tahu jelas apa yang dimaksud dengan putra kandungnya itu.
Seonho meraih tangan kanan Y/n dan tangan kiri Guanlin, lalu menyatukan tangan mereka berdua. Y/n dan Guanlin saling bertatapan, namun atensi mereka berdua kemudian teralihkan pada Seonho.
"Jaga dia untukku, hyung." Seonho menatap Guanlin dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Bagaimanapun juga Y/n adalah cinta pertamaku."
"Jangan mengatakan hal seperti itu," ucap Guanlin dengan nada bicaranya yang semakin panik karena mesin pendeteksi jantung itu menunjukkan bahwa detak jantung Seonho semakin melemah.
"Tidak, hyung. Aku tahu kalian berdua mempunyai perasaan yang sama." Seonho menatap Y/n dengan senyuman lemahnya. "Gomawo sudah menjadi cinta pertamaku Y/n." Lalu tatapannya teralih pada ayah dan ibunya. "Eomma dan appa, terima kasih telah membesarkanku hingga seperti ini. Aku merasa beruntung menjadi putra kalian."
TIIIIT TIIIIT
Dan Seonho memejamkan matanya sembari tersenyum. Buru-buru Sunji menekan tombol merah di samping ranjang Seonho untuk memanggil tim medis. Tak lama kemudian, para tim medis pun memasuki ruangan dan menyuruh mereka untuk keluar dari ruangan.
Selang setengah jam kemudian para tim medis itu memeriksa Seonho, mereka keluar dengan wajah yang sulit untuk ditebak. Sunji pun berusaha berpikir positif.
"Bagaimana keadaan putra saya, dok?" tanyanya dengan mata berbinar dan berharap bahwa Seonho baik-baik saja.
"Maafkan saya nyonya, kami tidak bisa menyelamatkan putra anda."
Pada saat itu juga Sunji menangkup mulutnya dengan kedua tangannya. Air matanya mengalir begitu saja. Kakinya merosot dan terus-terusan menjerit, mengucapkan nama Seonho berkali-kali. Hingga pada akhirnya Sunji pingsan tidak sadarkan diri.
Makanan yang terbungkus kantong plastik itu jatuh begitu saja di lantai dari tangan Guanlin. Y/n kembali meneteskan air matanya. Gadis itu hendak berjalan mundur dan melepaskan tangannya dari tangan Guanlin yang disatukan oleh Seonho, namun Guanlin menahannya. Mata Guanlin berkaca-kaca, hingga pada akhirnya air mata itu meluncur deras dari pipinya.
Untuk pertama kalinya, Guanlin menangis di depan Y/n, dan bahunya merosot pada saat itu juga.
"Bolehkah aku memelukmu?" lirih Guanlin.
Belum sempat Y/n menjawab, Guanlin sudah memeluknya duluan danmenyembunyikan wajahnya di balik ceruk leher Y/n. Leher Y/n seketika terasa basah karena Guanlin menangis di balik pelukannya.
Y/n pun juga menangis,menumpahkan air matanya di balik dada Guanlin.
Jihoon dan Tzuyu hanya terdiam melihat mereka berdua. Jihoon dan Tzuyu awalnya hendak menjenguk Seonho dengan membawakan beberapa buah segar, namun lagi-lagi mereka melihat pemandangan yang menyakitkan itu.
"Bukankah ini terlihat menyakitkan?"tanya Tzuyu pada Jihoon. "Ya, ini sudah seperti karma bagiku karena selalu mempermainkan hati yeoja."
-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
Rosé ; Wanna One [COMPLETE]
FanfictionGuanlin, Seonho, Jihoon x You "Love is much like a wild rose, beautiful and calm, but willing to draw blood in its defense."-Rose Total chapter > 50