"Duduklah."
"Ba-baiklah sunbaenim."
Guanlin mendelik kesal ke arah Y/n. "Kau tidak perlu memanggilku seperti itu jika hanya ada kita di sini." Guanlin menghentikan perkataannya dan mengambil partitur lagu yang sudah ia aransemen sejak semalam, lalu menyerahkannya pada Y/n. "Panggil saja aku seperti sebelumnya."
"Kita mulai saja kalau begitu," ucap Guanlin dan berjalan menuju pianonya.
Alunan musik mulai terdengar. Y/n terlihat menikmati alunan musik yang mengalir dari piano itu berkat gerakan lincah jemari Guanlin yang menari di atas tuts piano.
Sebenarnya Y/n pun juga terpaku ketika melihat Guanlin yang sepertinya sangat menikmati alunan musik itu.
Y/n sempat terdiam. Fokusnya kini teralihkan ke arah Guanlin yang kini menatapnya dengan kedua tangannya yang sibuk menekan tuts piano dan membuat Y/n salah tingkah.
Hingga akhirnya ada yang membuyarkan Y/n dari fokusnya.
"Apa lagi yang kau tunggu? Kenapa kau belum menyanyi?" tanya Guanlin yang menatap Y/n kedua alisnya. Heran.
"H-hah? Bukankah yang pertama kali menyanyikan bait pertama adalah oppa?" tanya Y/n keheranan.
Guanlin menepuk dahinya pelan karena Y/n sepertinya tidak mengerti dengan apa yang ia maksud. "Jika seperti itu, untuk apa aku mengaransemen musiknya lagi?"
Y/n mengerutkan keningnya tidak mengerti. Guanlin pun akhirnya berjalan mendekati Y/n dan berusaha menahan kedongkolan hati yang melandanya saat ini. Ia menarik tangan Y/n hingga mendekat, hingga membuat Y/n berada sangat dekat dengannya dengan kepala Y/n yang secara tidak sengaja bersandar di dada Guanlin.
Posisi mereka persis seperti seorang namja yang memeluk yeojachingu-nya dari belakang. Hanya saja bedanya, Guanlin memegang kertas partitur.
"Di kalimat pertama, ini adalah bagian kita bernyanyi bersama-sama." Tangan Guanlin menunjuk bait pertama di kalimat pertama sebagai pembuka nyanyian.
Y/n mengangguk mengerti. Pantas saja tadi Guanlin menatapnya tadi. Y/n sepertinya terlalu percaya diri dan salah mengartikan arti tatapan Guanlin padanya tadi. Dan itu membuat hatinya meringis.
Rasa dongkol Guanlin kini berangsur-angsur menghilang. Aroma sampo vanila yang menyeruak dari rambut Y/n kini membuat perasaannya membaik. Tanpa disadari, Guanlin meletakkan dagunya di atas kepala Y/n.
"Apa kau mengerti?" tanya Guanlin yang kini nadanya terdengar melembut.
Lagi-lagi Y/n hanya bisa mematung. Semua yang Guanlin lakukan padanya berhasil memporak-porandakan perasaannya saat ini.
Tangannya mendadak dingin dengan jantung yang berpacu begitu cepat. Dan jangan lupakan darahnya yang berdesir hingga membuat semburat merah muncul di pipinya.
Terlebih lagi, ketika Y/n dapat merasakan detak jantung Guanlin yang sangat cepat kala itu. Sebuah senyum tertahan berusaha disembunyikan oleh Y/n saat itu.
-TBC-
Y/n pendek rupanya wkwkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Rosé ; Wanna One [COMPLETE]
Fiksi PenggemarGuanlin, Seonho, Jihoon x You "Love is much like a wild rose, beautiful and calm, but willing to draw blood in its defense."-Rose Total chapter > 50