"Heh, bantuin cepet! Malah pada bengong lu semua!" Si gendut Andi berteriak dengan lantang kepadaku dan teman-teman cewek lainnya sambil terus mengepel lantai.
Aku memutar bola mata malas. "Siapa suruh lo semua pada ngotorin kelas? Emang ini kelas punya nenek buyut lo?"
"Bacot lo pada, gak ada manfaat-manfaatnya jadi cewek!"
Akhir-akhir ini, setiap hari selalu ada aja yang berdebat dan adu mulut dengan cowok-cowok itu. Sampai hari ini, rekor cewek-cewek yang pernah dibikin nangis oleh Munir dan kawan-kawan udah nyaris semua.
Aku salah satunya. Gak kuat-kuat banget! Sebodo amat dikira cengeng juga, yang penting nangis. Eh udah nangis juga bukan minta maaf, malah dijadiin ledekan. Kamvret!
"Yah, biasa ya si Vita bisa nangis juga," celetuk Gino.
"Lah dia kan manusia, cewek lagi, pastilah nangis jadi senjatanya," timpal Anang.
"Nangis anjir, lebay!" umpat Dodo.
"Udah biarin, nanti juga kalo udah cape mah berhenti. Terus ketawa-ketawa lagi, dia kan emang suka gitu." Munir menambahkan.
Selain aku, ternyata Lisa, sahabatku itu lebih sering nangis kalau menghadapi cowok-cowok itu. Mengingat, Lisa merupakan tipikal cewek yang gampang banget marah. Jadi dia luap-luapin semua kekesalannya pada mereka. Walau ujung-ujungnya dia juga yang nangis karena tak tahan.
Yaelah, satu cewek ngelawan sepuluh cowok bertampang badak kayak gitu, gali lubang aja. udeh!
Selain aku dan Lisa, ada juga Ana yang selalu digangguin oleh Dodo dan Gino. Sering diledekin karena badannya sedikit gendut. Tapi Ana bisa membawanya dengan santai, nggak diambil pusing. Walau pernah sih sampai nangis karena tingkah mereka udah keterlaluan banget. Suka maen fisik.
Naboklah, lempar bendalah, ngambil barang-barang berhargalah, dan masih banyak lagi kelakukan iblis mereka.
Duh, hidup ini indaaah!
📊
Semakin hari, keadaan kelasku makin nggak karuan. Belajar jadi terbelakangkan. Masalah tak henti menyapa tiap hari.
Aku dan teman-teman cewek sudah berusaha untuk tak ikut campur dan membiarkan 'mereka' berbuat sesuka hati. Bahkan kami sampai mendiamkan cowok-cowok itu untuk memberikan mereka pelajaran.
Eeeh, gak ada berhasil-berhasilnya. Malah makin ngelunjak. Sampai akhirnya di depan Bu Teti, guru Sejarah, bahkan ketika jam masuk, Giya mengadu. Tanpa malu, cewek itu menangis keras di depan Bu Teti.
"Buu, kami udah nggak kuat sama kelakuan mereka.. hiks.." isak Giya.
Sekonyong-konyong, Amber lebih keras lagi menangis. Kemudian disusul juga dengan yang lain. Termasuk aku. Jadilah hari itu, kami, para cewek menangis.
Bu Teti yang juga sudah tahu kelakuan cowok-cowok itu, berkata. "Ibu tahu, ibu ngerti karena ibu juga pernah SMA. Siswa-siswa kayak kalian itu pasti akan selalu ada. Tapi, ada batasanlah. Jangan keterlaluan seperti ini. Lihat, kalian nggak kasian melihat teman-teman kalian menangis karena ulah kalian? Coba pikirkan baik-baik perkataan ibuuu, aduuh gusti." Bu Teti berusaha menahan amarahnya. Semua orang mengagumi kebijaksanaan guru satu ini. Bu Teti memang lebih memahami kita daripada wali kelas sendiri.
Okelah, kabar baiknya hari itu cowok-cowok sedikit agak insyaf dibanding hari-hari sebelumnya.
Tapi kabar buruknya, yah hanya hari itu. Cuman hari itu doang! Karena besok-besoknya dan seterusnya, sisi syaiton mereka kembali. Atau memang nggak pernah hilang. Dan makiin parahh!
Apalagi setelah mereka ketahuan merusak microphone yang sering digunakan Pembina ketika upacara. Mematahkan stik drum marching band. Merusak pintu toilet!
Astagfirullah... Pusiing. Kenapa nggak sekalian aja bakar sekolahnya?! BIAR PUAS!
*****
-Inayivsil
-20-01-2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Realitas Anak IPS
Teen Fiction#Buku1 Membaca ini, jangan harap baper-baperan, yang ada geleng-geleng kepala sambil ngucap "Astagfirullah!" "Anak IPS emang harus gini, gaol githu loch!" "Udah deh, kita tuh kayak gini itung-itung nikmatin masa SMA, kapan lagi coba!" "Nggak tahan s...