Aku menelungkupkan wajah di antara kedua telapak tangan. Perih. Apa kata dunia kalau seorang Revita mengucurkan air mata cuma karena seorang cowok? Hei! Memalukan.
Tidak. Tidak. Ini nggak begitu juga. Aku lebih terluka ketika dikhianati. Oleh teman sendiri. Teman sekelas? Wow. Klasik memang.
Buku-buku di atas meja belajar hanya menjadi teman dukaku malam ini. Lebay nggak sih?
Tapii.. Sakit loh. Sakitnya emang nggak keliatan. Namun terasa sekali. Sesak di dada.
Beberapa kali notifikasi chat di Whatsapp terdengar. Alah, palingan dari Lisa. Atau dari teman-teman yang lain. Putri misalnya. Kukenalkan, Putri adalah teman akrabku di kelas. Teman curhat. Teman fotografi. Eh?
Udah ah deskripsinya. Aku sedang sangat terlukaa.
Anggaa... Kinaa.. Gila ya kalian!
Masih kuingat kejadian tadi siang di sekolah. Dimana setelah pengakuan Kina yang menghancurkan harapan besarku yang baru, baruuu aja tumbuh karena dikasih novel sama Angga. But see? Senewen banget.
"Kenapa lo nggak pernah ngomong?" delikku pada cewek berlesung pipi di bagian kanan.
"Ya awalnya mana gue tahu lo sukanya sama Angga. Gue baru tahu pas Munir bawa-bawa lo ke kelas IPA 2," kilah cewek itu sambil melipat kedua tangan di dada. Kerut sinisnya sangat kentara terpampang di mukanya.
Aku memicing. "Sejak kapan kalian pacaran?" tanyaku melirik Angga dan Kina bergantian.
"Tanya aja sama tuh cowok!" Kina berkata dingin. Sama pacarnya loh. Emang tabiat ya!
"Kenapa kamu marah sama aku?" Angga tampak tak terima dengan cewek itu yang mengomel nggak jelas.
"Ya abisnya, kenapa kamu ngasih novel sama Vita? Kenapa?" Kina bersungut-sungut.
Angga duduk dengan gelisah. "Dia temen aku." Akhirnya cowok itu menjawab. Tapi...aku yang melongo.
Senyum miring tercetak di bibir Kina. Ia mengibaskan tangannya di udara. "Dasar cowok."
Setelah itu Kina melengos dan berlalu ke dalam kelas. Teman-teman tidak tahu masalah ini karena di luar kelas kebetulan hanya ada aku, Angga dan Kina. Mungkin hanya ada adik kelas yang sesekali lewat dan melirik kami dengan kerutan di dahi. Tapi, bodo amatlah.
Sepeninggal Kina, tersisa aku dan Angga yang terdiam membisu. Namun sungguh, aku jadi kesal pada cowok itu.
"Nih, gue balikin. Kasih aja sama pacar lo," ketusku dengan menyerahkan novel pemberiannya sebelum akhirnya masuk juga ke dalam kelas.
Menyebalkan!
Kenapa jadi gini sih? Rumit banget perasaan.
Aku mengusap air mata di pipi yang turun entah ke berapa kali. Ah ini memalukan!
📊
Keesokan harinya, hari Kamis, aku datang ke sekolah dengan penampilan kusut. Mata bengkak, hidung merah, nggak vit beraktifitas.
And guess what? Kina nggak ada bedanya. Cewek itu juga keliatan abis nangis semalaman. Mungkin abis berantem sama Angga. Syukurlah. Eh, jahat banget ya. Haha maafkan.
Kina sempat ngelirik aku dengan-seperti biasanya-sinis. Lalu ia melengos kembali. Kudengar Amber bertanya-tanya pada cewek itu, tapi Kina cuma jawab 'nggak apa-apa'.
Ana juga tak kalah kagetnya waktu ngeliat penampilanku. "Kenapa sih lo?"
"Dikhianatin." Tekanku dengan sedikit mengeraskan volume suara.
Kina yang kursinya berada di depanku mendongak sedikit. Matanya berkilat.
Seharian ini aku benar-benar tidak mood melakukan apa pun. Kina juga keliatannya begitu. Alah peduli amat sama dia.
Tetapi seharian ini bukan saja aku yang main patung-patungan dengan Kina. Teman-teman mulai mencium bau-bau ketidaksesuaian. Mungkin biasanya aku bergabung dengan geng Amber-Ana-Kina. Kini aku seolah menjauh dan memilih mengobrol dengan Giya-Lisa.
Gimana nggak ketebak? Dua-duanya dari pagi pada masang muka ditekuk. Mata sama-sama bengkak. Walau udah berkurang.
"Ini sebenarnya ada apa sih? Kok gue cium bau-bau kejahatan," celetuk Munir.
Iya, kejahatan dengan modus pengkhianatan.
"Nggak baik loh mendem sendiri. Vit, kenapa, Vit? Biasanya lo suka jujur." Mata Munir mengarah ke arahku.
"Tanya aja sendiri sama yang di depan," ucapku ketus.
"Wow! Jadi beneran nih lagi pada berantem?" Gino berhenti mencoret-coret meja dengan tip-ek. "Ada masalah apa sih? Telat bayar utang? Ngilangin buku? Atau telat datang bulan?"
Plak. Kepala Gino jadi sasaran lemparan buku Wawan. "Ngaco lo! Tapi kalau ngilangin buku itu kerjaaannya si Andi," ujarnya cengengesan. Ujung-ujungnya kena damprat si gendut. Terus aja maen timpuk-timpukan!
"Plis euy, aya naon ieu teh aya naon? (Baca ; ada apa ini ya ada apa?)" seruduk Fahrul.
"Iya. Punya masalah kok dipendem sendiri. Nggak enak."
"Woi, punya telinga teu sih?" teriak Dodo tidak sabaran.
"Diem bisa nggak?!" hardik Lisa. "Temen lo pada lagi galau juga, main-main mulu."
"Maka dari itu kita sebagai teman sekelas yang baik hati dan tidak sombong cuma ingin membantu. Tapi nggak tahu masalahnya, cuyy. Gimana sih lu?" gerutu Munir.
"Mereka rebutan cowok," kata Lisa di sela-sela helaan napas. Apa-apaan dia?
Sedetik..
Dua detik..
"Ppppfftttt.... Buahahahahaahaa." Gelak tawa meledak seantero ruangan.
Kenapa sih?
Ada yang salah?
"Anjir, klasik bener!"
"Akhirnya ada juga yang ngurusin cinta. Gue pikir cuma tau guru BK, Pak Aslim, Bu Teti, dan lain-lain. Ternyataa.. Hahaaha."
Heh?!!
What the...
*****
-Inayivsil
-19-03-2018
![](https://img.wattpad.com/cover/128852106-288-k965684.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Realitas Anak IPS
Teen Fiction#Buku1 Membaca ini, jangan harap baper-baperan, yang ada geleng-geleng kepala sambil ngucap "Astagfirullah!" "Anak IPS emang harus gini, gaol githu loch!" "Udah deh, kita tuh kayak gini itung-itung nikmatin masa SMA, kapan lagi coba!" "Nggak tahan s...