Jum'at ini tidak ada acara latihan. Aku bersyukur sekali karena akhirnya bisa ikut ke kantin bareng teman-teman lagi. Mungkin dikarenakan waktu istirahat memang sedikit berbeda dengan hari-hari yang lain.
Setelah kejadian kemarin lalu saat aku berlaku tidak sopan pada teman sepelatihan drama, hari itu juga Piqni sempat mengirimiku sebuah pesan.
Vit, kamu nggak apa-apa?
Sebenarnya aku apa-apa, tetapi bukan karena kejadian di kantin. Melainkan hal lain. Saat itu, aku kembali ke kelas, ternyata hari itu adalah ulang tahunnya Putri. Aku merasa senang karena bisa menyaksikannya. Aku tertawa ketika melihat teman-teman memoleskan tepung pada wajah Putri.
Hanya saja, sewaktu aku datang, tak seorangpun yang menyapa. Mungkin mereka tidak melihatku karena tengah sibuk menjaili Putri. Aku berjalan sendiri menuju kursi. Perasaanku tidak menentu. Lantas, aku mengeluarkan ponsel dari saku. Saat itulah kuterima pesan dari Piqni. Aku mulai mengetik balasan.
Nggak kok, Piq. Gue cuma lagi ada yang dipikirin aja. Sori ya tadi.
Tak lama, balasan Piqni datang.
Syukur deh. Iya, gak apa-apa.
Sekedar info, jum'at besok nggak ada latihan.Dan ya, hari ini aku merasa lega. Tidak harus capek-capek latihan memetik senar yang bikin pegel jari. Juga tidak harus merasakan jantung berdebar hanya karena melihat Angga. Aku lelah terus berpura-pura menghindar darinya, sedangkan hati dan pikiranku terus merekam segala hal tentangnya. Sungguh itu benar-benar meletihkan.
Dengan perasaan semangat, aku mengajak Ana. "Hei, ke kantin yuk!"
Tetapi Ana cuma tersenyum singkat lalu menghindar dan berbaur bersama Raisa dan Arlina. Aku hanya menatap pemandangan itu dengan menarik napas.
Saat aku hampir putus asa, kulihat Lisa sedang menulis di kursinya, sendirian. Lantas aku menghampirinya. "Hei, Lis," sapaku.
"Hei, Vit," balasnya tanpa mengalihkan tatapan dari buku dan tanpa menghentikan kegiatan menulisnya.
"Eh ya, akhir-akhir ini lo nggak pernah lagi curhat sama gue," kataku mencari topik pembicaraan.
"Curhat apa?"
"Yaa apa aja. Tentang Uji misalnya. Gue kangen ngeliat lo excited banget kalo ngomongin dia."
Lisa diam sekitar tiga detik. Kemudian ia bersuara. "Bukannya lo sibuk terus ya. Sampai nggak pernah baca chat gue."
Aku terdiam seraya mengerutkan dahi. "Loh, emang kemarin-kemarin lo ngechat gue, Lis?" Beneran, aku tidak sadar dan tidak tahu soal ini.
"Udahlah, Vit." Kini Lisa menatapku. Aku bisa melihat ekspresi kecewa yang dia tampilkan melalui matanya. "Lo berubah."
Dan, dua kata terakhir itu cukup membuatku sadar kalau selama ini aku lupa diri.
Malam harinya, aku terus memikirkan perkataan Lisa. Lalu melihat-lihat pesan Lisa yang tak sempat kubaca. Pantas saja. Pesannya sudah terbelakangkan oleh chat dari akun iklan dan grup-grup lainnya yang belum kubaca juga.
Di tengah itu, satu chat masuk. Saat kulihat, ternyata dari Piqni.
Piqni : Vit, besok ada acara nggak?
Aku memutar otak untuk mengingat apa ada jadwal yang harus kulakukan sabtu besok. Saat kupikir-pikir, ternyata ada.
Aku : Ada, Piq. Btw, emangnya kenapa?
Piqni : Tadinya aku sama teman-teman mau ngajak kamu ke suatu tempat.
Aku : Tumben :v
Piqni : Yaa ada acaralah kecil-kecilan.
Aku : Kalo gak ada jadwal, bisa aja sih ikut. Tapi udah terlanjur.
Piqni : Nope. Kalo boleh tau, jadwal apa sih, Vit?
Aku : Ke perpustakaan :)
Piqni : Hmm nerds :p
Aku : Yeah it's me. Good luck ya buat acaranya.
Piqni : Oke. Thanks, Vit.
Aku sedikit penasaran, kira-kira acara apaan ya? Ah sudahlah, tidak ada urusannya denganku. Aku memutuskan untuk tidur, ketimbang pikiranku makin kalut.
Tuhan, semoga besok lebih baik. Aamiin.
📊
Sabtu ini, aku pergi ke perpustakaan yang ada di daerahku. Biasanya sama Lisa, tetapi saat kuajak semalam dia bilang ada urusan lain. Aku terpaksa pergi sendiri.
Sekarang, aku sudah berada di dalam perpustakaan. Sedang memilih buku-buku menarik yang ingin kubaca. Lumayan banyak juga yang sering datang ke sini. Tetapi hari ini, hanya ada beberapa orang. Salah satu kesukaanku selain mendengar musik, ya inilah. Membaca buku atau novel.
Dari pengalaman membaca itulah aku mulai sering membuat tulisan. Aku tidak mahir dalam pelajaran menghitung, lebih suka mengarang. Ya, salah satu manusia biasa yang berharap jadi luar biasa.
Setelah menemukan beberapa yang menarik, aku lantas mencari tempat favoritku untuk membaca. Di sana. Di dekat jendela kacalah biasa aku menghabiskan hari luang dengan menyelami lautan kalimat.
Selain nyaman, perpustakaan di sini juga menyediakan kopi. Kata orang, buku dan kopi adalah kombinasi yang pas. Tetapi akan lebih sempurna jika langit sedang turun hujan. Entah itu teori dari mana. Tetapi setiap kali terjadi, aku selalu merasa hidup.
Seperti hari ini.
Dari jendela, aku bisa melihat rintik gerimis di luar sana mulai membasahi jalanan. Bersyukur aku sudah berada di dalam perpustakaan.
"Ehm," suara berat yang tiba-tiba, membuatku terkejut. Aku dibangunkan dari kebuaianku menikmati sebuah harapan. Pupil mataku membulat saat menoleh.
"Uji?" tanyaku memastikan. Saat kulihat dia tersenyum, aku semakin yakin. "Hei, kok lo bisa ada di sini?"
Uji tak lantas menjawab. Ia mengambil tempat duduk di depanku. Kalau dilihat-lihat, wajahnya sedang tidak ceria seperti biasanya. "Gue lagi suntuk aja, makanya ke sini."
Oh jadi seperti itu. Aku manggut-manggut lantas tertawa kecil.
"Kenapa?" tanya Uji.
"Jarang aja ada cowok yang melampiaskan kekesalan dengan pergi ke perpus," jawabku sambil melirik kopiku yang masih mengepulkan uap panas.
Uji mencibir. "Terus gue harus kemana? Masa gue harus demo atau berkelahi kalo lagi kesel. Yakali."
Tawaku pecah. "Eh, ya gak segitunya. Maksud gue kumpul-kumpul sama temen lo apa kek."
"Oh," kekeh Uji. "Oya, lo kok nggak ikutan ke acaranya Piqni?"
Aku menatap Uji dengan alis yang terangkat. "Lo sendiri?"
"Kan gue bilang mood gue lagi buruk."
"Kalo gue, emang udah dijadwal," ujarku cengengesan.
Hari itu kami malah mengobrol banyak. Ditemani hujan, buku-buku dan secangkir kopi.
Sebenarnya aku selalu ingin cerita tentang Lisa padanya. Bagaimana bahagianya gadis itu bisa kenal dengan Uji. Tetapi selalu kutahan. Aku takut membuat kesalahan. Lagipula, Uji juga masih punya pacar. Jadi, biarin mengalir ajalah.
****
-Inayivsil
-08-06-2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Realitas Anak IPS
Teen Fiction#Buku1 Membaca ini, jangan harap baper-baperan, yang ada geleng-geleng kepala sambil ngucap "Astagfirullah!" "Anak IPS emang harus gini, gaol githu loch!" "Udah deh, kita tuh kayak gini itung-itung nikmatin masa SMA, kapan lagi coba!" "Nggak tahan s...