Hari Jum'at ini adalah khusus pelajaran PAI. Dan kebetulan, cowok XI.IPS 5 paling nggak suka kalau udah belajar agama, tiga jam lagi. Suka ngantuk, kilah mereka ketika ditanya kenapa alasannya.
Tapi emang bener sih. Jangankan cowok, aku aja suka ngantuk banget nggak ketulungan. Hanya saja ya nggak gitu juga?!
Pertama-tama, aku dan teman-teman cewek disuruh keluar dulu dari kelas. Lagi enak-enak duduk. Sialan emang! Terus abis itu, mereka mulai bolak balik ke toilet untuk bawa air dalam ember. Dibasuhlah ke setiap lantai kelas. Sampai benar-benar basah. Padahal, tuh kelas udah bersih. TAPI EMANG DASARNYA AJA BLANGSAK!
"Heh, udah mau masuk nih? Kenapa pake dibasuh gitu sih, nanti lama bersihinnya," decak Amber kepada cowok-cowok itu.
"Ya iya, biar nggak masuk."
"Ih, kalo kayak gini terus kita nggak akan bisa belajar! Gimana sih!" Omel Giya. "Lo semua tuh suka banget sih mendzolimi orang. Dosa tau!"
"Beuhhh..." cowok-cowok itu mulai bersorak.
"Ada ustadzah lagi ceramah, takut takutlah."
"Tau, kalo mau ceramah di masjid sonoh, jangan di sini!"
"Ganggu orang aja!"
Astagfirullah...
See? Mereka semua tuh emang keterlaluannya udah kuadrat terus dikuadratkan lagi.
Tiba-tiba Pak Mansur, guru PAI datang. Dan dia terkejut karena kelas yang akan dimasukinya malah jadi kotor begitu. Ditambah murid-muridnya malah ngumpul di luar ketika murid kelas lain sudah pada belajar.
"Ini kenapa ini? Kok di luar," seru Pak Mansur dengan wajah betenya.
"Tau, Pak, kita cuma disuruh keluar ya udah nurut aja," sahut Arlina disusul anggukan kami.
Lalu tiba-tiba dari dalam kelas, dengan pengepel lantai di tangannya, Munir menimpali. "Loh, Bapak kan biasanya nggak suka kotor kan? Hari Jum'at lagi, harus serba bersih. Makanya kita bersihin dulu biar kinclong. Enak dipandang. Ya kan?"
"Betul, Pak, betul!" Seru cowok-cowok lainnya.
Pak Mansur geleng-geleng kepala. Tapi wajahnya tidak sekesal tadi setelah mendengar penjelasan Munir. Padahal cewek-cewek udah pengen muntah dengan drama ala Munir. Mungkin dalam pikiran Pak Mansur begini, 'Anak-anak ini memang selalu bikin rusuh. Tapi gak papa, dimaafin, lagipula kebetulan belum sarapan, bisa ke kantin dulu. Lapar. Hehehe'.
Buktinya, guru berperut buncit itu berkata seperti ini. "Ya udah, kalian beresin dulu. Bapak mau ke sana dulu. Panggil aja kalau udah bersih semua."
Kemudian, setelah Pak Mansur melengos entah kemana, cowok-cowok absurd itu mulai berteriak-teriak gembira. Ini mah kesempatan emas buat mereka.
Terus kalau kelas udah bersih mereka bakal manggil Pak Mansur gituh?
JANGAN HARAP!
Itu semua bullshit! Jangankan dalam kehidupan nyata, dalam dunia mimpi pun mereka nggak bakal mau. Yaelah, yang ada mereka kesenengan jam kosong selama tiga jam! TIGA JAM!
Soalnya Pak Mansur merupakan tipe guru yang harus selalu dijemput oleh muridnya. Mungkin waktu itu dia lagi pengen aja ngajar, padahal biasanya juga nggak masuk. Hadeuh!
Mungkin bagi mereka, jam kosong selama itu bisa menyenangkan. Kenyataannya salah besar! Jam kosong juga membosankan. Bahkan cowok-cowok itu juga kalau udah puas berbuat ulah, ujung-ujungnya tidur. Nggak bermanfaat banget!
Dan sejak saat itulah, aku sudah tahu, aku tak akan pernah bisa fokus belajar di kelas ini. Nassiiib!
📊
"Ah, Lis, nyesel deh kenapa dulu gue nggak masuk IPA?"
Lisa cemberut. "Yah sama aja, Vit. Gue juga nyesel. Padahal, tujuan gue ke SMA kan pengin mendalami ilmu pengetahuan alam. Kenapa gue malah kesasar di dunia sosial terus ketemu sama para badak bercula satu itu!" gerutunya kesal.
Aku menyerit alis. "Badak bercula satu?"
"Iya, mereka tuh," pandangannya terarah pada gerombolan Munir dan kawan-kawan. "Kayak badak bercula satu, kelakuannya langka. Anarkis abis!"
"Loh kalau langka, istimewa dong?"
"Ih dasar oon!" Lisa menoyor kepalaku. "Ya enggaklah. Istimewa dari kandang semut!"
Aku cuma mengangguk-angguk. Padahal tetap nggak ngerti. Kulihat Lisa memasang muka sedih. "Lo kenapa?" tanyaku.
"Gak papa."
"Cerita dong."
Embusan napas pelan terlontar dari cewek itu. "Gue cuma... gue ngerasa jadi manusia yang paling nyesel."
"Gara-gara salah masuk jurusan?" tanyaku.
"Bukan cuma itu, tapi gue kayak nggak punya prinsip. Gak punya tujuan hidup."
Kok sama dengan yang aku pikir dan rasakan?
Yah, sedetik aku tersadar, dari awal aku dan Lisa ini memang senasib. Sama-sama nggak punya prinsip.
Pesanku hari ini ; untuk kalian yang membaca part ini, jangan jadi seperti aku, yang nggak bisa nentuin pilihanku sendiri. Pikirkan matang-matang isi kepalamu. Dan ikuti kata hatimu. Supaya tidak menyesal di kemudian hari.
*****-Inayivsil
-17-01-2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Realitas Anak IPS
Roman pour Adolescents#Buku1 Membaca ini, jangan harap baper-baperan, yang ada geleng-geleng kepala sambil ngucap "Astagfirullah!" "Anak IPS emang harus gini, gaol githu loch!" "Udah deh, kita tuh kayak gini itung-itung nikmatin masa SMA, kapan lagi coba!" "Nggak tahan s...