Ekonomi 22

1.2K 80 0
                                        

6 bulan kemudian..

"Kelas IPS dipecah lagi?"

"Wah yang bener!"

"Kalo IPA gimana?"

"Katanya IPA enggak."

"Yaah rugi dong."

Percakapan seperti itulah yang aku dengar ketika pertama kali kembali masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Dan, aku juga shock.

Nggak adil banget! Masa IPS dipecah IPA nggak?

Gimana perasaan mereka yang udah akrab sama teman sekelas? Masa musti adaptasi dari nol lagi?

"Heiii man teman, gimana kabarnya?" sapa Aiko yang baru datang.

"Alhamdulillah baik baik."

"Eh katanya IPS dipecah lagi ya?" tanya cewek penggila cermin itu.

"Denger denger sih gitu. Tapi semoga aja enggak bener," jawab Raisa.

"Iya bener."

"Pengennya sih cowoknya aja yang dipecah, ceweknya nggak usah, gue udah nyaman sama kalian." celetuk Giya sedikit cengengesan. Tapi entah kenapa aku dan teman-teman setuju banget sama pendapatnya.

"Kalo begitu sih gue juga pengen, dan bener kata lo Giya, cewek cewek udah cocok satu sama lain," tambah Amber.

"Kalo misal kita demo gimana?"

"Ahh gue mah mundur deh kalo urusan sama Pak Gading. Gak ku ku," kata Arlina sambil sok melambaikann kedua tangan.

Semua tanya dan kebingungan kami terjawab keesokan harinya. Bahwa ternyata hanya IPS 4 yang dipecah. Tidak tahu karena apa. Tapi yang jelas, kelasku tidak berubah. Malah nambah dua cowok lagi yang diimigrasi dari kelas IPS 4 yang dipecah. Namanya Rayen dan Sandy.

Satu-satunya yang berubah adalah kelas kami bergeser, yang tadi XI.IPS 5 menjadi XII.IPS 4.

"Weis bro, selamat datang!" Itulah sambutan yang diungkapkan Munir kepada dua siswa baru di kelasku.

"Apaan lu, basi banget." Rayen berani bilang gitu ke Munir. Sebenarnya mereka udah pada kenal satu sama lain. Katanya mereka sekelas waktu kelas sepuluh.

"Yaelah nyambut doang napa, sinis bener lu," decak Munir.

Kalau Sandy, aku lihat wataknya agak pendiam. Syukur deh, masih ada yang mendingan kayak Anang dan Ardi. Hihi.

Aku masih tetap sebangku sama Ana. Begitu juga yang lainnya. Tak ada yangchpp berubah sih. Kecuali wali kelas. Kali ini, Pak Guntur yang menjadi wali kelas kami. Guru Sosiologi.

Lantaran udah kelas 12, kami, para cewek-cewek berharap banget para siswa pembuat onar itu bisa berubah. Bisa nyadar. Sebab kalau udah begini, keputusan kurikulum tidak bisa diubah. Dengan terpaksa, kami menerima. Masih bersyukur bukan kelas kami yang dipecah.

Dan seperti biasa, ke depannya kita lihat saja nanti.

-Inayivsil
-13-05-2018

Realitas Anak IPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang