Jam 2 sore rombongan kami akan pergi ke pantai Parangtritis setelah sebelumnya menyimpan tas dan istirahat di hotel yang diarahkan pembina. Tempatnya tidak jauh dari pantai, jadi dari sana langsung ke sini deh!
Duh senang banget deh pokoknya! Aroma pasir dan air laut seakan menambah kesan sejuk nan indah. Sejauh mata memandang, bentangan cakrawala memanjakan mata.
Aku berdiri tegak, menatap ke depan. Sentuhan angin memainkan rambutku yang terikat. Kemudian aku mengangkat tangan, menyatukan ibu jari dan telunjuk membentuk segiempat. Kupejamkan sebelah mata, membiarkan satu mata terjaga menembus segiempat tadi.
"Lagi ngapain sih?"
Aku masih diam di posisi. Tanpa menoleh sedikitpun, aku berkata. "Aku pernah baca novel yang mengajariku banyak hal. Si tokoh utama melakukan ini ketika ia menemukan kebahagiaannya, ketika ia menemukan dirinya lagi."
"Oh jadi lo niru-niru maksudnya? Hmm dasar korban novel!"
Aku berhenti dan kembali menurunkan tanganku. Sejak tadi aku memang tidak sadar siapa yang sedang berbicara denganku. Maka, aku mendongak. "Ternyata elo," ucapku setelah dua detik terkesiap saat mengetahui orang itu.
"Apa judul novel itu?" tanyanya antusias. Sinar matahari sore membasuh wajahnya, bikin dia terlihat charming, kalau bahasa alaynya. Segera ku alihkan muka darinya.
"Ada aja," jawabku.
"Kasih tau napa?"
"Gak penting buat lo."
"Lo marah sama gue?"
"Buat apa?"
"Terus kenapa lo sinis gini?"
Tiba-tiba saja aku ingin tertawa. Tapi kuganti dengan senyum miring. "Mau gue sinis atau enggak, apa peduli lo?"
"Vit.."
"Sori, Ngga, kalau selama ini gue bikin hidup lo risih. Mulai sekarang, gue gak akan ngusik lo lagi. Jadi tenang aja." Aku memaksakan untuk tersenyum, meski rasanya perih.
"Maafin gue, Vit."
Perkataan itu menjadi penutup percakapan aku dan Angga, karena sejurus kemudian, Lisa menarikku dan mengajakku mengejar teman-teman yang lain.
"Ayo, Vit, kita naik perahu!" teriak cewek pecinta matematika itu.
Terpaksa, aku mengikuti kemana Lisa berlari. Ya ampun, apa-apaan sebenarnya mereka ini?
Pada akhirnya kita main air di pesisir pantai. Sebab, guru-guru melarang berenang. Takut berbahaya. Soalnya pasang bisa kadang-kadang terjadi. Aku bahagia bisa bercanda tawa dengan teman-teman. Aku bersyukur punya mereka yang mampu menghilangkan kesedihan di hati.
"Woi, Andi, kok lo pake baju ijo sih?" teriak Wawan di sela-sela ketawa. Fokus kami langsung menuju mereka berdua. Hari itu Andi memang memakai kaus hijau tua dengan tulisan I Love Jogja di bagian depannya.
"Lah emang kenapa?"
"Lo nggak tau? Di pantai ini katanya ada Nyi Roro Kidul-nya. Dia kan suka banget sama warna ijo."
"Terus?"
"Lo gak takut diculik?"
Andi berekspresi kaget tapi tak berlangsung lama. "Alah, itu mah kan cuma mitos."
"Yeeh, wong ada beritanya juga." Melihat keseriusan di wajah Wawan, raut muka Andi terlihat semakin pucat. Sebenarnya sejak tadi kami menahan tawa.
"Anjir, seriusan lo?" tanya Andi ketakutan.
"Iyalah, gue serius."
Si Andi gercep membuka bajunya dan dilempar ke atas pasir. "Emang beritanya kayak gimana sih?"
"Ya itu, katanya itu cuma mitos."
"EH BUSET SIALAN LU!" gerutu Andi sambil lari mengejar Wawan yang keburu ngacir.
Kami sudah sakit perut karena menertawakan mereka. Ada-ada saja. Tapi dengan raut muka yang ditunjukkan Wawan, gimana nggak percaya coba? Kalau urusan tipu menipu, dia jagonya. Emang dasar!
Dan begitulah..
Jogja selalu menyimpan kenangan, abadi di dalamnya. Mungkin itulah yang membuat Jogja menjadi kota yang selalu dirindu orang-orang. Selain karena seni, pendidikan, dan budaya, tapi juga punya sesuatu yang bikin orang betah di sana.
Selain itu, Jogja juga membuat aku sadar tentang pentingnya menerima kenyataan.
Iya, aku mulai sadar, kesalahanku masuk jurusan justru mempertemukanku dengan orang-orang yang unik. Mereka adalah sebuah anugerah!
Tuhan memberiku pelajaran dengan cara yang awalnya aku tidak terima.
Terimakasih!
****
Mulmed : Foto asli kami, keluarga XI Social 5. 😁😁😂 Jangan nanya aku yang mana 😅😅
Nantikan kami di kelas 12 di part selanjutnya!
-Inayivsil
-11-04-2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Realitas Anak IPS
Teen Fiction#Buku1 Membaca ini, jangan harap baper-baperan, yang ada geleng-geleng kepala sambil ngucap "Astagfirullah!" "Anak IPS emang harus gini, gaol githu loch!" "Udah deh, kita tuh kayak gini itung-itung nikmatin masa SMA, kapan lagi coba!" "Nggak tahan s...